satu.

381 57 5
                                    

Suara pisau yang beradu dengan talenan kayu mengisi kekosongan dapur kecil. Di belakang meja konter, Mino dengan lihainya mengiris wortel dengan ukuran yang sama.

Meski matahari baru merangkak naik, Mino sudah rapih dengan kemeja putih yang tergulung hingga siku, rambut hitamnya tersisir rapih ke belakang.

Bip.

Suara itu membuat manik matanya melirik cepat ke jam digital di ujung meja konter. Senyuman kecil tersungging di bibirnya.

Ini alasan dia selalu terbangun lebih awal. Ada sesuatu yang membuatnya tenang dalam memulai hari.

Dia meninggalkan bahan masakannya dan langsung menuju balkon. Earphone dia kenakan di telinganya. Keramaian di jalan raya yang terbentang di bawahnya tak menghalau lantunan lembut nyanyian seorang wanita.

Kedua mata Mino terpejam selagi dia berpegangan dengan tralis balkon. Nyanyian lembut itu menenangkannya. Sangat indah, pikir Mino, masih sama seperti saat dia pertama kali mendengarnya.

Ketukan pintu terdengar samar jauh di belakangnya. Mino mencoba menghiraukannya dan terus menikmati nyanyian wanita itu. Namun ketukannya semakin keras dan cepat.

Mino membuka matanya. Kedua rahangnya mengeras karena menahan kesal. Siapa pula yang sesopan itu bertamu pagi buta?

Pintu pembatas balkon dia geser dengan keras hingga menimbulkan bunyi yang keras. Mino memperbesar langkahnya menuju pintu utama, tangannya yang mengepal sudah siap menonjok siapapun yang ada di balik pintu.

Ketika pintunya ia buka, kepalan tangannya pun merenggang. Seorang pria bersurai cokelat tua berdiri di balik pintunya dengan senyuman jahil.

"Siapa kau?" tanya Mino dingin.

Pria itu mengerutkan dahinya dan terkekeh pelan. "Aku? Kau bertanya siapa aku? Astaga, Mino. Pertanyaan konyol macam apa itu? Aku Baekhyun, tetangga di lantai atas. Kau tak mungkin lupa aku kan?"

Keparat. Siapapun dia aku tidak peduli.

Above. | smn✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang