Angin malam berhembus kencang dari sisi kiri, membawa suara sirine bersama mereka. Gemerisik dedauan tak ingin kalah, bergemerisik tanpa henti.
Sepuluh mobil polisi terparkir acak-acakkan di depan gedung sebuah apartement. Tiga mobil ambulans juga terparkir di antaranya. Flash kamera terus bersinar tiada henti. Di balik garis polisi, segerombolan orang berdiri dengan rasa ingin tahu yang besar.
Apa yang tengah terjadi?
Tapi Chen tak perlu mempertanyakan itu. Dia sudah ada di sana jauh sebelum polisi memasang garis polisi. Dia sudah mengetahui sedari awal jika sesuatu yang buruk akan terjadi, tapi bukan kematian. Kata kematian tidak pernah terpikirkan oleh dirinya. Terlebih kematian sahabatnya sendiri.
Chen merangkul Xiumin yang bediri gelisah. Dia sudah menangis semenjak perjalanan ke tempat itu setelah Chen menceritakan kekhawatirannya akan Baekhyun. Mereka segera menuju tempat tinggal Baekhyun tapi sudah terlambat, di ruangan sebelah tempat tinggal Baekhyun sudah ada gerombolan kecil warga yang juga tinggal di sana. Mereka pun juga hanya bisa melihat setengah badan seseorang dengan sendal biru muda. Baik Chen maupun Xiumin tahu siapa yang memiliki sendal itu.
Andai mereka lebih cepat.
Andai mereka bisa mengulang waktu.
Andai mereka bisa menghidupkan kembali sahabat mereka.Kini yang tersisa hanyalah pengandaian tak berarti yang akan memberatkan mereka.
Semua sudah berakhir dan tak ada yang bisa mereka lakukan.
Bukan hanya mereka yang bersedih, seorang wanita separuh baya dengan pakaian lusuh menangis sesenggukan menyebutkan satu nama. Chen pernah melihatnya beberapa hari yang lalu, tepat di depan kedai kopi di mana dia pertama kali bertemu lagi dengan Baekhyun. Wanita itu memberikan selebaran yang ternyata berisi sebuah foto seorang gadis dan profilnya. Dia kehilangan anaknya.
Dulu dia masih memiliki sebuah keyakinan jika anaknya akan pulang dan fakta jika dia kehilangan anaknya selamanya membuat dia kehilangan akal.
Wanita itu tak berhenti meraung dan menjerit. Polisi dan beberapa warga berusaha menenangkannya namun cara itu sia-sia. Kini dia duduk lemas di barisan paling depan.
Pintu utama apartement di buka oleh penjaga apartement dan seorang polisi. Beberapa petugas mendorong sebuah ranjang dengan kantong mayat di atasnya. Flash kamera menggila untuk menghasilkan hasil foto yang bagus. Xiumin ambruk di tempatnya, dia kembali menangis. Si wanita tua kembali menangis dan melolong tanpa henti.
Chen meneguhkan diri. Dia berusaha menahan tubuhnya yang mulai limbung. Dia ingin menangis tapi dia tidak bisa. Dirinya sudah dipenuhi rasa penyesalan dan amarah.
Dia pikir dia bisa menyelamatkannya. Sebuah ancaman ia kira berhasil menghentikan Mino untuk menargetkan Baekhyun dan dia selalu mengirimkan peringatan tanpa sebab. Dia tidak ingin membuat Baekhyun panik karena dihadapkan dengans orang tak waras yang juga merangkap sebagai pembunuh.
Mino adalah salah satu mantan pasiennya di rumah sakit jiwa. Dia selalu membuat kekacauan; percobaan kabur, mematahkan tulang tiga perawatnya, membuat keributan dengan sesama pasien hingga salah satu pasien meregang nyawa, dan banyak lagi. Dia dibebaskan karena dikatakan sudah sembuh oleh psikiater sementara yang menggantikan Chen. Langkah paling ceroboh yang pernah terjadi. Chen kehilangan jejak Mino setelah itu.
Dia kaget bukan main saat dipertemukan lagi dengan Mino yang tiba-tiba mengenal sahabatnya.
Dua kantong jenazah tak lama kemudian menyusul. Xiumin terisak makin keras sama halnya dengan ibu itu.
Jika dia bergerak lebih cepat sedikit mungkin dia tidak akan kehilangan Baekhyun dan ibu itu akan terus berbahagia dengan anaknya.
Seseorang wartawan yang sedari tadi asik memfoto akhirnya melepas kameranya, dia menyikut wartawan lainnya yang juga tengah memfoto, "Hanya tiga?"
"Yeah, satu yang bernama Joohyun itu," kedua wartawan itu lantas menoleh ke wanita yang kini tengah tak sadarkan diri, "satu lagi tetangga di sebelahnya, dan satu lagi masih belum terindentifikasi."
Wartawan itu menyulut rokoknya, "Kudengar orang yang tinggal di seberang mereka yang menemukan mereka."
"Pembunuh itu ceroboh. Dia melupakan orang lain yang tinggal di lantai yang sama," jawab wartawan lain sembari terkekeh.
Wartawan di sebelah Chen sama sekali tak tertawa bahkan tersenyum. Membuat wartawan yang di sebelahnya tersenyum kikuk.
"Apa dia sudah tertangkap?"
"Entahlah, dia kabur."
"Kita akan sibuk sekali minggu ini."
Kedua wartawan itu bergerak mundur dari kerumunan. Mobil polisi dan ambulan mulai pergi dari depan gedung.
Chen masih berdiri di tempatnya, membayangkan apa yang akan terjadi jika dia berhasil menyelamatkan ketiga orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Above. | smn✔️
Mystery / ThrillerSemenjak kepindahannya ke kota padat ini, untuk pertama kalinya, dia menyukai tempat tinggalnya. Tepatnya di balkon. Di mana setiap hari dia bisa mendengar lantunan melodi indah. Bagai candu, dia harus mendengar suara wanita itu tiap pagi. Tanpa p...