Baekhyun melempar asal ponselnya ke atas meja selagi mendengus kesal setelah membuka lagi pesan yang dikirimkannya setengah jam yang lalu. Kemungkinan besar sahabatnya yang satu itu akan ingkar janji. Xiumin tak pernah melepas ponsel dari tangannya, tidak mungkin jika ia tak membaca pesan darinya.
Oke, atau mungkin dia tengah sibuk dengan pelanggan di rumah makannya. Tapi tidak bisa begini juga, mereka sudah membuat janji dari semalam. Jika memang dia sibuk mengapa dia membuat janji dari awal. Baekhyun sudah susah-susah meminta izin kepada bosnya dan setengah jam kini terbuang sia-sia.
Kalau bukan karena Xiumin tang ingin membeli lukisan kakaknya dengan harga fantastis, Baekhyun juga enggan membuang waktunya dengan duduk santai di kedai kopi.
Kepala Baekhyun ia senderkan ke kaca yang membatasi kafe dan jalan pejalan kaki. Seperti waktu-waktu sebelumnya dia menyisir keadaan sekitarnya.
Kedai ini terbilang cukup ramai, pengunjung berdatangan silih berganti. Pegawai sibuk melayani para pembeli. Lantunan musik akustik terdengar lewat speaker yang diletakkan di dua sisi panggung. Panggung itu selebar kedai, belakangnya hanya sebuah tirai hitam yang menjuntai. Alat-alat musik ditempatkan dengan rapih di atas panggung.
Kursi-kursi dibariskan di depan panggung. Di sana lenggang, berbeda jauh dengan sisi kanan kedai, tempat di mana Baekhyun duduk. Satu-satunya orang yang berada di sana akhirnya bangkit meninggalkan kedai dengan raut kecewa.
Ketika Baekhyun sampaipun ada segerombolan orang yang juga meninggalkan kedai dengan wajah kecewa.
Papan tulis kecil, yang terletak di sisi panggung, menjelaskan semuanya.
Apa alasan si penyanyi membatalkan acaranya? Lagipula ini salah satu kesempatan terbaiknya untuk memperlihatkan bakatnya ke banyak orang. Ah, mungkin ada sesuatu yang sangat penting sehingga dia harus melewatkan acara ini.
Ketukan dari kaca membuat Baekhyun terlonjak. Wajah Xiumin tampak beberapa centi dari kaca. Dia tersenyum lebar dan melambaikan tangannya. Baekhyun tidak bisa mengabaikannya seperti yang direncanakannya. Kehadiran lelaki lain di belakang Xiumin yang juga melambaikan tangannya dengan heboh membuat Baekhyun malah sangat senang.
Chen si psikiater paling sibuk seantero Korea akhirnya muncul ke permukaan. Baekhyun kira dia sudah berubah menjadi salah satu pasien di tempat kerjanya karena tak pernah kedengaran kabarnya.
Baekhyun rela hari ini dia ditahan sampai tengah malam karena akhirnya dia, Xiumin, dan Chen kembali berkumpul seperti dulu. Matanya mengikuti kedua lelaki itu yang bergerak masuk, sempat langkah mereka tertahan oleh seorang wanita tua yang tengah menyebarkan selebaran. Baekhyun juga mendapatkannya tapi dia langsung membuangnya. Ia pun yakin isinya hanya brosur dari kedai itu.
Kini bunyi lonceng kecil yang tadinya menyebalkan malah menjadi menyenangkan. Baekhyun bangkit dari kursinya untuk menyambut kedua sahabatnya.
"Akhirnya kau bisa datang!" seru Baekhyun semangat, memberikan pelukan erat pada Chen, "bagaimana kau bisa tahu kami akan bertemu? Apa Xiumin memberitahu?"
"Aku iseng main ke rumah Xiumin karena sedang cuti," jawab Chen dengan santai sembari menarik kursi untuk ia duduki.
"Kau? Dapat cuti? Hebat! Ini adalah hal terhebat yang kudengar sepanjang tahun ini!" seru Baekhyun sambil tertawa lepas.
"Bisakah kita langsung saja ke tempatmu?" tanya Xiumin, melihat ke jam tangan di pergelangan tangannya dan mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan jemarinya, "aku sibuk."
Segumpal tisu langsung mengenai dahinya. Xiumin meringis dan beralih ke Baekhyun menatapnya dengan datar.
"Pekerjaanmu hanya menjaga rumah makan. Jangan membuatku kesal," gerutu Baekhyun.
"Hei, aku ini pemilik rumah makannya bukan petugas keamanan!" keluh Xiumin yang langsung dibalas dengan berbagai cibiran dari Chen dan Baekhyun.
Ah, Baekhyun sangat rindu momen-momen seperti ini.
Pada akhirnya mereka menghabiskan dua jam bercengkrama. Lima cangkir kopi sudah dan dua porsi kue mereka habiskan. Pembicaraan mereka pun juga bermacam-macam.
Xiumin, yang pertama sadar jika mereka terlalu lama di sana, merengek ingin cepat melihat lukisannya. Baekhyun dan Chen menyetujui.
"Sebentar aku ingin membeli roti dulu. Kalian keluar saja duluan," kata Baekhyun saat mereka akan keluar kedai. Chen dan Xiumin lebih dulu keluar, Baekhyun memerhatikan etalase berisi beragam kue.
"Pesan seperti biasa, satu."
Suara familiar itu menarik perhatian Baekhyun. Dari ujung matanya dia melihat figur yang sering dilihatnya. Tidak salah lagi itu Mino.
"Oh, halo Mino-ssi!" sapa Baekhyun dengan ramah.
Mino menoleh karena terpanggil tapi tak sampai sekedip mata dia membuang pandangannya.
Apa-apaan ini, sombong sekali dia, gerutu Baekhyun dalam hati.
Mino mendapat pesanannya tak lama kemudian. Dia langsung membalikkan tubuhnya dan melewati Baekhyun begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Above. | smn✔️
Mystery / ThrillerSemenjak kepindahannya ke kota padat ini, untuk pertama kalinya, dia menyukai tempat tinggalnya. Tepatnya di balkon. Di mana setiap hari dia bisa mendengar lantunan melodi indah. Bagai candu, dia harus mendengar suara wanita itu tiap pagi. Tanpa p...