#15 - Latihan Kolosal

3.6K 284 9
                                    


Ini masih pada kisahku di kelas X Ipa 4.
Saat itu di akhir semester, sekolahku selalu mengadakan pentas seni untuk memenuhi nilai ujian praktek pada mata pelajaran kesenian.

Sebenarnya, setelah hampir 6 bulan bersekolah di sana, aku sudah mulai terbiasa untuk pulang sore. "Tidak masalah". Sepertinya aku sudah mengenal 'beberapa' makhluk penunggu sekolah ini. Hanya saja, kadang-kadang aku masih sering sekali pulang sekolah dengan adegan berderai air mata hanya karna tidak kuat dengan apa yg aku lihat, tidak kuat dengan apa yg orang lain pikirkan, tidak kuat dengan segala macam yg aku hadapi. Sepertinya, seiring dengan bertambahnya usia, aku malah semakin lemah dan cengeng menghadapi hari-hariku. Tapi untungnya, ibuku adalah teman curhat terbaikku yg bisa memberikan ketenangan dan juga motivasi bagiku, sehingga apapun yg terjadi dan apapun yg aku hadapi, aku merasa lebih kuat walaupun masih harus menangis pada akhirnya. Tapi tangisanku sebagai kelemahanku itu hanya aku tunjukkan kepada ibuku saja. Bukannya tidak mau bersyukur, hanya saja... jika kalian bertukar posisi denganku sehari saja, pasti kalian pun sama tidak kuatnya denganku.

.....

Hari itu H-1 latihan tari kolosal satu kelas.
Tidak seperti hari biasanya yg latihan cukup dengan di kelas atau di aula sekolah. Kini, latihan dilaksanakan di sanggar tari dekat sekolahku. Lalu, sorenya latihan kembali di sebuah gedung milik tni, yg keduanya sama-sama memiliki bangunan tua Belanda.

Di sanggar itu, yang aku ingat adalah sosok wanita penari yg memperhatikanku dari jendela besar yg memakai pakaian biasa dan menggunakan kain selendang di pinggangnya. Atau, ada juga Noni Belanda yg memakai gaun putih dengan rambutnya yg panjang dan sedikit ikal dengan warnanya yg sedikit pirang. Gedung sanggar itu sudah cukup tua dan seperti biasa, sosok kuntilanak lah yg lebih dominan di gedung sanggar itu. Tapi, diantara kuntilanak yg lainnya, energi sosok noni belanda inilah yg lebih mencolok dari sosok-sosok lainnya.

Kuperhatikan ia yg berada di samping jendela, pandangan itu kosong ke arah luar jendela memperhatikan jalanan yg ramai oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Entah apa yg sedang ia lihat atau pikirkan, atau mungkin ia sedang menanti seseorang? Sepertinya begitu. Perasaan yg ia tunjukkan padaku saat itu adalah perasaan yg penuh dengan kebimbangan.

Kualihkan pandanganku kembali fokus untuk latihan menari bersama teman-temanku yg lainnya. Ku lirik lagi ia, dan ia tetap pada posisinya di samping jendela itu. Baiklah, tidak perlu penasaran dengannya. Biarkan saja itu menjadi urusannya. Mungkin yg ingin ia lakukan hanyalah sendiri dalam penantian hingga suatu hari ada yg datang untuk menjemputnya.

.....

Waktu sudah semakin sore, kami pun pindah tempat latihan ke sebuah gedung milik tni yg jaraknya cukup jauh dari lokasi sekolah dan sanggar. Kami bisa latihan ditempat itu karena Ayah dari teman kami mengizinkan kami untuk memakai gedung itu selama semalam. Sebenarnya, jika mendengar bangunan milik tni, yg ada di kepalaku adalah 'seram'. Tapi harus bagaimana lagi, sejak SMP aku sekolah di lingkungan tni dengan bangunan-bangunannya yang khas itu. Seharusnya aku sudah terbiasa, tapi namanya juga manusia biasa, mau sesering apapun aku melihat sosok mereka, tetap saja perasaan takut itu ada dalam diriku.

......
Waktu masih menunjukkan pukul 15.00 wib. Sebelum memulai latihan, kami istirahat dulu. Kami melaksanakan shalat Ashar dan setelah itu makan.

Di dalam gedung itu, jadi ada dua ruangan. Yg satu seperti studio untuk kami latihan menari. Dan ruangan yg satunya lagi di dalam, seperti ruang tamu yg cukup besar dilengkapi kamar mandi dan fasilitas lainnya. Bagus memang tempatnya, tapi sebagus-bagusnya tempat itu jika jarang dipakai, ya justru lebih menjadi tempat yg menyeramkan ketimbang bagus.

Sebelum shalat, kami bergantian ke kamar mandi yg ada di ruang sebelah untuk wudhu. Kamar mandi itu berukuran sekitar 3m x 3m x 4m.

Tadinya, cukup dengan melihat dari luarnya saja aku merasa biasa saja. "Oohh tidak apa-apa" (pikirku). Akhirnya ketika giliranku tiba untuk wudhu ke kamar mandi, aku beranikan diri masuk ke dalam sendirian, padahal tadi temanku yg lain masuk kesana berdua atau malah bertiga. Entah kenapa, sudah menjadi kebiasaan juga bagiku jika masuk ke kamar mandi yg pertama kali aku perhatikan adalah atapnya. Mungkin saja di atas tiba-tiba ada kuntilanak yg sedang menggantung :(.

Indigo Crystal 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang