0.7

2.3K 463 85
                                    


Derap langkah kecil memenuhi isi kediaman keluarga kecil Woojin disiang yang ditutupi salju hari itu. Hyeongseob merapikan masakannya, mengemasnya kedalam wadah lalu memasukan kedalam tote bag.

"Bunda bunda! jadi mengunjungi kantor ayah?"

Hyeongseob tersenyum, menyeka peluh di dahi si kecil yang mulai tumbuh dewasa. Bahkan sekarang Euijin sudah mampu berucap 'R'  dengan baik.

"Tentu saja jagoan, lekaslah ganti pakaianmu. Kita akan buat kejutan untuk ayah"

"Ayeye kapten!"


Hyeongseob terkikik gemas. Tingkah Euijin sangat mirip Woojin diwaktu kecil-- begitu yang ayah Park bilang. Tak bisa diam seolah energinya tak terbatas. Berlari kesana kemari, dan sangat suka memekik girang. Hah-- Hyeongseob nampaknya harus berdoa untuk calon bayinya (yang akan segera lahir) untuk tidak (lagi) menuruni sifat ayahnya.

Memasuki bulan-bulan terakhir masa kehamilannya, dokter menyarankan untuk lebih sering berjalan (jika diawal kehamilan hyeongseob harus bedrest) dokter bilang banyak berjalan baik untuk persalinan nanti.

Hyeongseob mengusap perut besarnya lembut. Memandangi bulatan penuh perutnya hingga terkadang membuatnya sesak napas saat hendak tidur. Dulu-- diusia kehamilannya yang sekarang (delapan bulan) Euijin sudah hadir ke dunia lebih cepat dari waktu semestinya. Membuat pria kecilnya harus mendekam dalam inkubator untuk waktu yang tak dapat dibilang sebentar. Hyeongseob masih menyesali itu hingga sekarang. Maka dari itu, ia dan Woojin bertekad untuk menjaga bayi mereka hingga terlahir diwaktu yang ditentukan, tanpa harus mengikuti jejak sang kakak.

"sshh-- sebegitu tidak sabar bertemu ayahmu? hingga perut bunda yang harus kau tendang kuat-kuat? aigo-- kau benar-benar anak Park Woojin, baby-ya"

"Bunda, Euijinie sudah siap! ayo berangkat menemui ayah"

Dengan jemari kecil yang meremat jari-jari Hyeongseob erat, keduanya beranjak menuju si kepala keluarga yang disibukan dengan pekerjaannya.





[...]






Haknyeon tersenyum memandangi layar ponsel. Putri kecilnya sudah mulai belajar berjalan dengan Euiwoong yang terus mengawasi dan mengirimkan rekaman serta foto kegiatan putri cantiknya.

Ia rasa, baru kemarin sore menggendong Aera kecil yang menangis keras masih dengan beberapa bercak darah dan hanya diselimuti kain berwarna biru gelap, dengan Euiwoong yang memandanginya haru. Ia jadi mengerti bagaimana perasaan bahagia yang Woojin tunjukan dari binar mata temannya itu.

"Tak makan siang bos?"

Woojin melenggang masuk kedalam ruangannya. "Nanti saja, kau istirahat sianglah. Ingatkan aku untuk menemui tuan Jung nanti sore"

"Lihat. Penyakit gila kerjanya kambuh lagi"

Woojin mendesah. Meloloskan ikatan dasi dileher. Menyelesaikan setumpuk pekerjaan dalam waktu satu bulan tidaklah mudah. Jika terus memaksakan ia tak yakin tubuhnya akan bertahan. Tetapi ada alasan mengapa ia bertekad merampungkan pekerjaan secepat mungkin, semua demi istrinya. Demi kekasih hatinya. Demi bayi mereka yang akan segera hadir. Woojin harus ada disisi Hyeongseob dalam minggu-minggu akhir kehamilannya.

Woojin harus selalu memantau istri cantiknya itu, karena kapan saja perkiraan dokter mungkin saja meleset. Tidak ada yang tau kan?

"Ayah!"

[2]  Little Girl (after the story) ;jinseob ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang