Tepat hari ini, adalah hari dimana Bintang harus memutuskan hubungannya dengan Mentari. Berat rasanya, namun mau bagaimana lagi.
Saat ini Bintang berada di pinggir lapangan basket untuk ngaso sejenak. Lelah rasanya sehabis olahraga.
"Woi Tang!" panggil seseorang yang sudah Bintang kenal suaranya. Billy.
"Apaan?" tanya Bintang tanpa menoleh dan memfokuskan pandangannya ke depan.
"Gimana?" tanya Billy sambil menaik-turunkan alisnya. Bintang yang tidak melihat gerak-gerik Billy, akhirnya menoleh saat merasakan ada kejanganggalan.
"Kenapa lo?"
"Apanya?" bukan menjawab, Billy malah melemparkan pertanyaan.
"Kok lo natap gue gitu banget?" ucap Bintang terang-terangan.
"Enggak," Billy menghela napas sejenak. "Ini hari terakhir Tang, dan gue rasa lo tau apa yang harus lo lakukan." sebelum Billy beranjak dari tempatnya, ia menyempatkan menepuk pundak Bintang pelan.
"Wait," Bintang menahan Billy untuk tidak meninggalkan dirinya seorang diri. "Maksud lo apa?"
Billy terkekeh sambil menatap Bintang dengan tatapan seolah tidak percaya. "Lupa?" salah satu alis Billy terangkat.
Bintang masih setia menatap Billy, seolah tidak ada hal yang menarik lainnya di muka bumi.
"Ini udah sebulan Tang, dan lo pasti inget perjanjian kita." ucap Billy serius. "Lo harus mutusin Mentari."
"HHAAAHH?"
Bukan, suara tersebut bukan berasa dari Bintang maupun Billy. Melainkan orang lain yang tidak sengaja mendengarnya.
Bintang dan Billy dengan cekatan menoleh ke sumber suara, dan dalam detik itu juga mereka terkejut. Sangat terkejut.
🌟🌟🌟
Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Banyak para siswa-siswi yang berhamburan keluar kelas menuju kantin. Tidak hanya kantin, ada juga yang pergi menuju toilet hanya untuk sekedar bercermin. Maklumlah, wanita puber.
Mentari melangkahkan kakinya menuju kantin untuk membeli air mineral.
Kantin terlihat ramai saat Mentari sudah menapakkan kakinya di kantin. Para murid seolah seperti semut yang sedang berkerumun untuk mengambil makanan.
"Pak Ijep, beli air putihnya sebotol ya." Mentari mengambil uang sepuluh ribuan dan mengarahkannya ke pak Ijep.
"Lho, kok belinya cuman satu? Gak beli dua?" tanya pak Ijep sambil menerima uang yang sudah diberikan oleh Mentari.
"Eh?" tanya Mentari salah tingkah. "Emang mau beli buat siapa pak?" tanya Mentari sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Enggak beliin kang Bintang air juga? Kan dia abis main basket atuh."
Iya juga ya.
"Oh yaudah pak, beli dua." ucap Mentari lalu memgambil satu botol air mineral dan mengambil kembalian uangnya. "Makasih pak."
Mentari menggenggam botol air mineralnya kuat-kuat. Seakan sehabis berlari berkilo-kilo meter, jantung Mentari berdetak tidak karuan.
Aduh jantung, bisa gak sih diem sejenak aja.
Saat hampir sampai di lapangan basket, Mentari melihat Bintang dari kejauhan. Namun Bintang tidak sendiri, melainkan bersama temannya yang Mentari kenal bernama Billy.
Mentari melihat gerak-gerik mereka seperti sedang membicarakan sesuatu hal yang sangat serius. Maka dari itu, Mentari lebih memilih menunggu sejenak sampai percakapan mereka selesai.
Samar-samar terdengar percakapan antara Bintang dan Billy di telinga Mentari. Tidak bermaksud untuk menguping, tetapi volume suara mereka cukup keras untuk membicarakan hal-hal yang mungkin cukup rahasia.
"Ini udah sebulan Tang, dan lo pasti inget perjanjian kita."
Mentari dapat menebak bahwa perkataan itu keluar dari mulut Billy. Namun masalahnya adalah, perjanjian apa yang dibuat oleh Bintang dan Billy?
"Lo harus mutusin Mentari."
"HHAAAHH?" seakan terkejut dan tidak sadar apa yang dilakukan, Mentari memekik terkejut.
Sekarang, dua orang yang berada dihadapan Mentari kini sudah menatapnya tak kalah terkejut juga.
"Mentari?"
Seakan tulang kaki Mentari tiba-tiba hilang entah kemana, rasanya Mentari sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Kakinya tidak cukup kuat untuk menopang tubuhnya setelah mendengar percakapan yang begitu menyakitkan bagi hatinya. Jangan tanya bagaimana kondisi Mentari saat ini, sudah pasti dia hancur.
"Oh oke. Please jangan salah paham." Bintang segera menghampiri Mentari yang terlihat syok.
"Stop," ucap Mentari lirih. Napasnya memburu dan seakan tubuhnya ingin jatuh ke tanah saat ini juga.
"Gue bisa jelasin." balas Bintang tak kalah lirih sambil menatap Mentari seakan meminta kepercayaan melalui matanya.
"Gak perlu. Sekarang lo gak perlu bingung untuk nyari alasan buat mutusin gue. Karena gue yang akan mutusin lo." ucap Mentari.
Bintang melebarkan matanya, terkejut. Siapa yang tidak terkejut dengan berita seperti ini? Memang awalnya Bintang hanya menganggap Mentari sebagai taruhan, tapi siapa sangka ternyata Bintang menaruh hati kepada Mentari.
"Kita putus."
🌟🌟🌟
Woe update lagi setelah sekian lama hiatus. Gimana? Udahlah jangan lupa vote+comen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Challenge
Historia CortaApa jadinya jika sang idola sekolah menyukai gadis dari kalangan biasa? Bintang, awalnya hanya menjadikan Mentari sebagai bahan taruhan karena dirinya kalah dalam permainan basket. Namun takdir berkata lain, Bintang tidak hanya menjadikan Mentari se...