kebetulan yang mencengangkan

7.6K 484 44
                                    


"Kenapa nggak sekalian besok saja datangnya? Penilaian, udah selesai dari tadi. Jadi gimana? Sudah lihat wajah dan daftar ke tujuh peserta audisi ini?." Panji bertanya tepat pada sasaran ketika Wisan dengan gaya santainya memasuki ruangan.

"Bagaimana hasil penilaian kalian?" Wisan menaikkan alis, menanyai semua yang hadir dalam ruangan.

Tidak ada yang berbicara sehingga Yuyun yang berinisiatif, memberikan jawaban.

"Gema Larasati tepat untuk membawakan Berita Utama pada pagi dan siang hari. Kami membutuhkan satu untuk melengkapi formasi, agar dapat mengantisipasi. Iklima jadi alternatif mengisi posisi yang kosong di Kabar Petang. Atau bisa dilihat nanti."

Wisan mengangguk paham dan mengambil kertas yang disodorkan oleh Yuyun padanya. Hasil tes Gema dan Iklima dalam membawakan berita, telah dilihatnya pada ruang monitor. Rekamannya tersimpan rapi di sana. Tetapi bukan itu yang mengusikknya. Ia seperti mengenal wajah seseorang yang juga mendaftarkan diri mengikuti audisi. Beruntung wanita itu masuk dan lolos hingga tahap akhir.

"Jadi menurut Abang, mana yang sesuai dengan kriteriaku untuk acara yang akan tayang dalam waktu dekat?"

Seolah membaca keheranan para anak buahnya, Panji memutuskan memberitahu lebih dalam maksud dari ucapan pria yang baru saja datang lalu mengambil tempat duduk tepat di ujung meja. Yuyun, pimpinan Redaksi mengangkat bahu tak tahu. Barry tak kalah memasang mimik heran. Pandu memilih diam sambil menunggu. Satya bergeming. Ia memasang tampang seolah mengerti padahal hanya sedang menutupi kegugupan karena ada Wisan di sana.

"Jadi empat hari lagi, siaran baru bertajuk Ruang Publik akan kita luncurkan." Panji melirik anak buahnya, kemudian melanjutkan. "Sengaja info ini tidak diberitahu kepada para peserta bahwa kita juga sedang mencari orang untuk membawakan acara ini. Barry yang akan bertanggung jawab langsung dan memilih kru yang akan terlibat. Dan Wisan sendiri, yang akan menjadi Produser dari acara ini."

Satya melongo mendengar penjelasan Panji. Barry tak kalah kagetnya. Yuyun hanya bisa menggeleng tak percaya bahwa Panji dan Wisan menyembunyikan informasi sepenting itu darinya.

"Kupikir orang yang tepat untuk membawakan acara yang kamu usulkan adalah...." Panji terdiam beberapa detik sebelum melanjutkan. "Wanita ini. Dan Barry juga memiliki pilihan yang sama denganku."

Wisan tertawa dalam hati sembari melihat kertas yang sedang ia pandangi. Di sana profil seorang Zirenda Pramesti Hanum dibacanya dengan teliti. Entah takdir apa yang sedang bermain. Enam tahun yang lalu

wanita ini menghilang begitu saja tanpa jejak. Tanpa penjelasan. Ia bahkan, tak perlu bilang terkadang ia berpura-pura datang ke kampus seminggu sekali, demi keisengan tak ingin berseberangan dengan sang dewi keberuntungan. Bahwa, mungkin saja wanita itu di sana dan juga sedang mencarinya.

Mengetahui seorang wanita begitu menyukaimu, memang sangat aneh. Apalagi hingga menuliskan sebuah surat. Wisan tak bisa menggambarkan komunikasi seperti apa yang ia butuhkan agar dapat memulai pembicaraan layaknya orang normal pada umumnya saat bertemu dengan wanita itu.

wanita itu tidak membutuhkan komunikasi dengannya. Ia hanya mengira mungkin rasa malu penyebab utamanya. Sebagai seorang wanita, mungkin perasaan itu yang paling mendominasi.

Sudah lama sekali. Dan tahun ini, wanita itu datang sendiri. Dan Mereka dipertemukan lagi.


***

Renda yang terakhir masuk dalam ruangan itu. Selain ia sadar diri bahwa dirinya hanya sebuah kebetulan yang sedang dibutuhkan. Bukan karena dirinyalah, yang lolos dalam seleksi.

Bulir cinta Dwi RendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang