Lanjutan

7.1K 335 7
                                    


*update untuk sekedar mengenalkan karya amatir saya yang sudah dibuku kan. Apakah layak dikoleksi atau tidak.

https://youtube/gp_jJMep8aY https://youtu.be/gp_jJMep8aY.

***

Keesokan harinya Renda tiba di kampus lebih awal. Ini adalah hari kedua ia menginjakkan kaki di fakultas. Beberapa hari sebelumya, kegiatan hanya bermuara di sekitaran Rektorat dan cenderung padat. Kecil kemungkinan ia memiliki banyak waktu untuk menjelajahi fakultas yang ditempatinya saat ini. Lagipula mempersiapkan mental agar dirinya bisa menghadapi dampak dari surat itu juga tidaklah mudah.

​Waktu menunjukkan pukul sembilan ketika kantin fakultas mulai ramai oleh teman-teman Renda, yaitu para mahasiswa baru yang masih memakai pakaian hitam putih. Beberapa orang yang berpakaian biasa tampak berlarian memasuki ruang kelas karena sepertinya sang dosen telah memasuki ruangan.
​"Rend, masuk komunikasi rencana mau jadi apa sih, cita-citanya ?". Meylan yang sejak tiga puluh menit yang lalu  duduk disamping Renda akhirnya mengeluarkan suara.

​Renda terlihat berpikir sebelum menjawab. "Entahlah Mei, aku masih belum memiliki pandangan. Hanya ingin menjalaninya saja. Lihat kedepannya bakal kayak gimana juga aku nggak tahu. Buram.
​Meilan mengeryit heran dan mulai berceloteh lagi. "Korban orang tua ya?"
​Renda menggeleng tegas."Bukan. ini murni kamuanku kok memilih jurusan ini, kenapa memangnya?".
​"Hehehe..nggak. Aku pikir ada yang senasib. Soalnya Mama dan Papaku yang menyarankan masuk dan memilih jurusan ini".

​"Loh? Kok?". Renda mulai tertarik mendengar cerita Meilan.
​"Mama maunya aku bisa lebih pede gitu bicara. Biar nanti bisa baca berita di tivi. Macam penyiar di televisi gitu-gitu deh. Aku jujur nggak paham. Malah nggak berani memikirkan gimana seandainya aku benar ngikutin. Tau sendiri aku orangya rada pemalu".

​Renda kemudian hanya bisa mengangguk dan mencoba bersimpati lewat tatapan matanya. Yang sungguh sedang ia pikirkan sekarang ialah, bagaimana kelanjutan nasibnya.

​Tak lama, terlihat Mayang menghampiri mereka. Mencoba menenangkan nafasnya yang memburu perlahan dia pun mulai berbicara. "Sepertinya tahun ini nggak bakal ada Ospek. Tidak akan ada ospek." Kata-kata yang diucapkan Mayang secara cepat dan penuh penekanan, membuat Renda dan Meilan sontak mendekatkan diri.

​"Kok bisa sih, May?" tambah Meilan, antusias.

​"Ada kasus yang menimpa panitia Ospek sama dosen. Sepertinya pihak fakultas marah karena panitia banyak yang nggak masuk kuliah akibat kegiatan ospek ini". ungkap Mayang pelan saat telah menenangkan dirinya.

​"Kok bisa sebegitu parahnya? Ini serius kan?". Tak bisa dipungkiri kelegaan melingkupi pikiran dan hati Renda. Hanya ia yang tahu bagaimana senangnya ia mendapatkan kabar itu. Artinya tidak akan ada lagi pencarian surat cinta. Tidak akan ada lagi tekanan-tekanan.

​"Yang jelasnya, Ospek kali ini banyak masalah. Itu hanya sekian dari banyak informasi yang beredar. Aku pun tadi dikasih tahu sama panitia bahwa sampai sebulan kedepan, nggak akan ada kegiatan penyambutan mahasiswa baru yang dilakukan oleh lembaga mahasiswa".

​Kali ini suara Mayang terdengar samar pada Renda. Jika bisa, Renda ingin melompat dan berteriak. Sungguh beban yang begitu berat terasa ringan saat ini. Meskipun alasan sebenarnya pun ia tak tahu.

​ Apakah ia sedang menghibur diri bahwa tak perlu melakukan pengakuan, atau ia sedang bersyukur tidak memiliki peluang lagi untuk bertemu serta memantapkan hatinya menghilangkan perasaan terhadap lelaki itu. Entahlah.

Yang jelas patah hati masih mengusik dan mengiris ulu hatinya, tiap kali ingatan itu hadir. Mungkin baru sehari, tapi efeknya ia rasakan hampir ditiap detiknya. Bahkan sampai terbawa hingga ke alam mimpi.

Bulir cinta Dwi RendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang