Bab 1.1

37.8K 1.5K 7
                                    

Terinspirasi dari telenovela La Usurpadora (Cinta Paulina)

.

..

...

"Aku telah berselingkuh."

Pengakuan itu membuat Gavin Osborne memandangnya tak percaya. Suara wanita yang sudah menjadi istrinya selama dua tahun ini seolah menggema di kepalanya.

"Kau bercanda, kan?"

Rebecca Osborne, wanita berambut merah itu hanya terdiam dan memandang mata Gavin lurus-lurus. Tak ada kebohongan di mata cokelat itu. Rebecca benar-benar telah menelikungnya dan wanita itu baru saja mengakuinya. Gavin sadar selama ini Rebecca tidak pernah mencintainya. Bahkan Rebecca sendiri menolak disentuh olehnya dan memilih memiliki kamar sendiri. Mereka menikah, tapi mereka layaknya dua orang asing dalam satu rumah. Walau di hadapan keluarga mereka mampu berakting sebaik mungkin seperti pasangan suami-istri normal.

"Lalu kau ingin bercerai?"

Rebecca mengangguk. "Itu adalah jalan terbaik."

Gavin menggeram. "Apa kau tidak memikirkan akibatnya? Kakek akan sangat murka dan terlebih lagi bagaimana dengan ayahmu?"

"Mereka tidak perlu tahu."

Gavin memandang Rebecca dengan ekspresi tak percaya. "Apa maksudmu?"

"Aku akan tetap berada di rumahmu sampai aku sendiri memberitahu kakek tentang perceraian kita."

Gavin mendengus. Kali ini ia benar-benar kalah. Sejak awal ia tahu bahwa pernikahan ini tidak akan berjalan lancar. Dan Rebecca sama sekali tidak mau membuka hatinya sedikitpun untuk Gavin. Sejak awal tidak ada kesempatan untuk mereka berdua. Setidaknya ada satu hal yang Gavin syukuri. Perceraian mereka tidak akan berdampak buruk pada anak-anaknya. Toh sedari awal Rebecca tidak berusaha mendekatkan diri pada kedua anak dari istrinya yang telah meninggal.

...

Rebecca memandang keluar jendela kereta sambal mengusap-ngusap perutnya yang mulai sedikit menonjol. Dokter mengatakan usia bayinya sudah hampir memasuki bulan ke-empat, dan dia senang sekali bayinya tumbuh dengan sehat. Walau sebenarnya ia begitu sedih dikarenakan ayah dari bayinya tidak akan mengetahui tumbuh kembangnya.

Aaron Klein.

Ingatannya mulai kembali saat malam itu. Ia datang sendirian ke acara reuni kampusnya dan bertemu Aaron Klein, salah satu mantan dosennya yang dulu pernah ia cintai. Malam itu karena terlalu mabuk, Rebecca menghampiri Aaron dan menghabiskan malam bersama pria itu. Bersama Aaron ia terasa lebih hidup. Ia seakan terbebas dari penjara tak kasatmata yang membelenggunya. Bahkan paginya ia terbangun dan memandangi wajah Aaron di sisinya. Ia sangat bahagia. Saat itu ia menjadi wanita paling bahagia di dunia.

Namun, saat pria itu terbangun kebahagiaan Rebecca musnah begitu saja. Aaron sama sekali tidak memandangnya. Pria itu meraih pakaiannya dan memunggunginya.

"Untuk yang malam tadi... bisakah kita melupakannya saja? " Katanya tanpa memandang Rebecca.

"Mengapa? Aku... bisa bercerai-"

"Tidak. Kita sudah memiliki kehidupan masing-masing. Kau sudah memiliki suami dan aku akan segera menikah. Anggap saja malam tadi tidak pernah terjadi."

Rebecca merasakan tenggorokannya tersumbat dan matanya mulai berair juga terasa pedih. "Jadi, bagimu aku tak ada artinya?"

Aaron tetap diam. Rebecca dengan pikiran kacau menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan meraih gaun dan pakaian dalamnya yang tercecer di kamar lalu masuk ke dalam kamar mandi. Tak lama Rebecca keluar setelah menghapus air matanya dan mencuci wajahnya yang kusut.

Setelah hari itu Rebecca tak pernah lagi menemui Aaron tapi sebulan yang lalu Rebecca terpaksa harus menemui pria itu untuk mengatakan bahwa ia sedang hamil anak pria itu. Karena pria itu tidak bisa menemuinya, sebagai gantinya ia menitipkan foto hasil USG pada asistennya di Universitas. Setidaknya Aaron harus tahu bahwa ia akan memiliki seorang anak. Hanya itu yang bisa dilakukannya setelahnya ia tidak pernah menemui Aaron lagi.

Kereta telah berhenti dan Rebecca membuang sisa-sisa air matanya lalu keluar dari kereta. Ia berjalan keluar dengan hanya membawa tas tangan dan tas jinjing yang tidak terlalu berat. Tak lama ia berjalan seorang wanita yang serupa dengannya berdiri di gerbang stasiun dan tersenyum hangat.

Rebecca balas tersenyum dan memeluk wanita itu. Wanita itu seperti cermin baginya walau dengan penampilan yang bebeda.

"Rachel." Bisiknya.

"Oh lihatlah dirimu. Kau begitu cantik saat hamil. Berikan tasnya padaku, dan jangan pernah membuat lelah dirimu sendiri."

...

..

.

Pertukaran IdentitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang