Bab 2.9

15.5K 953 3
                                    

.

..

...

Rachel mengerjapkan matanya memandang lampu yang menyilaukan. Kepala dan lehernya terasa sakit. Ia sudah mengatakan akan ikut dengan tenang ke kantor polisi. Tapi, mengapa mereka melakukan ini padanya?

"Kau sudah bagun?" Suara pria yang tadi mengajukan surat penangkapannya bertanya dengan nada kaku dan angkuh. "Aku Komandan Alexander Graf. Kuharap kau mau bekerjasama dengan menjawab beberapa pertanyaanku."

Rachel mendelik. "Aku akan bekerjasama jika kau tidak menangkapku seakan-akan aku kriminal paling berbahaya."

Graf tertawa. "Aku melakukan tindakan penyelamatan pertama untuk orang-orang sepertimu."

"Apa tepatnya orang-orang sepertiku?"

"Halfman. Half Human. Rupa sepereti manusia yang memiliki kekuatan monster."

Rachel mendengus. "Kurasa Anda terlalu sering membaca komik superhero, Komandan Graf."

"Kau pikir aku tidak tahu? Apa tujuanmu di sini?"

Rachel memutar bola matanya. "Sebenarnya ini cukup memalukan, aku berada di sini karena urusan keluarga. Jadi, motif apa yang aku miliki untuk menipu keluarga Osborne? Tidak ada. Aku hanya membantu kakakku yang sedang hamil. Dia sudah cukup tertekan dengan semuanya."

Graf tidak menyerah. Ia mengajukan macam-macam pertanyaan hingga lebih dari satu jam dan menghentikannya ketika ia mendengar ketukan di pintu dan salah seorang polisi memanggilnya keluar.

Graf menatap Rachel tajam. "Aku akan mengawasimu."

Graf keluar dan sebagai gantinya seorang pria masuk. Pria itu mengulurkan tangannya untuk menyalami Rachel tapi Rachel menunjuk kedua tangannya yang tak berdaya di pegangan kursi dengan pandangan matanya.

"Maaf, aku tak menyangka kau akan ditangkap seperti ini." Kata pria itu dengan nada prihatin. "Aku Raymond Becker. Pengacara untuk kasusmu."

"Trims." Kata Rachel dengan kurang bersemangat. "Jadi, sepertinya Komandan Graf tidak akan melepaskanku begitu saja."

Raymond mengangguk. "Dia komandan untuk pasukan khusus. Aku juga tak menyangka ia akan turun tangan dalam menangkapmu."

"Dia mengatakan orang-orang sejenisku perlu diwaspadai. Aku harap kasus ini tidak menarik banyak perhatian."

"Ada sidang tertutup untuk kasus ini. Kuharap kau mau bersabar." Raymond mengeluarkan berkas-berkasnya dan memulai pekerjaanya.

...

Rachel mengganti pakaiannya dengan pakaian tahanan hijau dan mendapatkan ruang dengan jendela kecil berjeruji dan tempat tidur yang sekeras papan, juga bilik kecil untuk toilet. Ditambah satu meja dan kursi bersama majalah-majalah dan koran-koran lama. Penjara ternyata tidak seburuk bayangannya.

Pada pagi hari Rachel bersama para tahanan lain mengantre untuk mandi lalu menjahit bedcover dan beberapa pakaian dari kain sisa dari pabrik tekstil untuk mereka. Siangnya para tahanan dibiarkan berada di luar untuk melakukan sesuatu, seperti bermain bola atau hanya berjemur.

"Kau orang baru?"

Rachel mengangguk sambil menghampiri seorang gadis yang terlihat lebih muda darinya. Gadis itu berambut hitam gelap dengan matanya yang kecokelatan terkena sinar matahari. Gadis itu berkulit pucat dan memutar-mutar rokok di tangannya.

"Hai, aku Katya." Katanya memperkenalkan diri.

"Rachel." Jawab Rachel dengan singkat.

Keduanya saling terdiam sambil bersandar di pagar. "Kau mau?" tanya Katya sambil menunjukkan rokoknya.

Rachel menggeleng. Katya menjepit rokoknya dengan bibir dan mulai menyalakannya. Ia menghisap rokok itu perlahan dan terbatuk.

"Kau tidak biasa merokok?" tebak Rachel.

"Ini pertama kalinya aku menghisap rokok." Jawabnya sambil berusaha menahan batuk. "Aku mengatakan pasa teman-temanku bahwa saat aku berada di sekolah dasar tingkat empat aku pernah merokok."

Rachel tersenyum.

"Nyatanya aku hanya mengambil rokok ayahku yang masih menyala dan meniup-niupnya. Tapi aku tak mengatakan itu, aku ingin terlihat keren di depan teman-temanku."

"Aku tak tahu bahwa tahanan bisa mendapatkan rokok dengan mudah."

"Ini keistimewaan khusus untukku, karena sebentar lagi aku akan keluar dari sini." Jawab Katya sambil menghisap rokoknya sekali lagi. Gadis itu terbatuk lalu mematikan rokoknya. "Jadi, mengapa kau berada di sini?"

"Terlibat kasus penipuan." Balas Rachel berusaha berkelakar. Tapi ia tahu tidak seharusnya dia mengatakan itu, karena itu tidak lucu dan tak ada yang tertawa sama sekali dengan kelakar itu. "Seorang wanita yang cemburuan melaporkanku dan berharap ia bisa merebut kekasihku."

Katya mengangguk serius dengan pandangan menerawang. "Jadi, siapa pengacarmu?"

"Raymond Becker. Sepertinya kakek dari kekasihku yang mengirimnya."

Katya tersenyum kecil. Entah mengapa Rachel melihat kesedihan di matanya. "Kau akan segera keluar dari sini. Raymond pengacara hebat. Sangat terjamin."

"Mungkin." Rachel angkat bahu. "Dan kau? Apa yang membuatmu berada di sini?"

"Membunuh sahabatku."

Rachel mengerjap. "Benarkah?"

"Menurutmu?" katanya dengan senyum misterius.

Rachel memandangi Katya lekat-lekat. Entah mengapa ia merasa tidak takut sedikitpun pada Katya. Sebaliknya malah ia merasa bahwa Katya tidak melakukan itu.

"Kurasa kau tidak terlihat seperti itu."

Katya tertawa. "Kau orang pertama yang tidak kabur saat aku mengatakan ini."

Rachel ikut tersenyum.

"Tapi, kau haruslah berhati-hati. Terkadang pembunuh tidak terlihat seperti pembunuh. Beberapa di antara mereka ada yang bersikap menyenangkan hingga mampu menipu orang lain dan juga manipulatif. Kau harus berhati-hati."

...

Rachel menengar suara kunci terbuka dan ia menjulurkan lehernya keluar melihat para tahanan berbaris di depan ruangan masing-masing. Rachel pun ikut berbaris dan memandang ke ujung lorong dengan penasaran. Beberapa tahanan berbisik satu sama lain. Hari masih sore dan makan malam belum disiapkan, tapi ia tak mengerti mengapa semua pintu ruang tahanan dibuka.

"Apa yang terjadi."

"Seseorang baru saja dihukum mati."

Rachel mengerjap kaget. "Dihukum mati?"

"Ah, kau anak baru. Kita berbaris di depan ruang tahanan untuk memberikan penghormatan terakhir untuknya."

"Siapa?"

"Ah, itu tahanan ruang 203. Katya."

Rachel menarik napas terkejut. "Katya?"

Wanita di sampingnya mengangguk. Tak lama beberapa orang mendorong brangkar di mana seseorang terbaring dengan seluruh tubuh yang tertutupi selimut. Rachel tak ingin percaya. Ia benar-benar tak ingin mempercayai bahwa yang terbaring di sana adalah Katya.

Rachel masih memandangi pria yang mendorong brangkar hingga menghilang di ujung tikungan dan tetap berdiri di sana hingga tak menyadari bahwa semua orang sudah kembali masuk ke dalam ruangan mereka masing-masing.

"Masuklah Rachel, tidak ada yang perlu kau cemaskan."

Rachel mengerjap. Sepertinya ia mengenali suara pria itu. Pria itu menurunkan maskernya dan menyeringai.

"Niou," bisik Rachel.

"Aku sedang dalam tugas." Katanya dengan isyarat memperingatkan. Tak berapa lama rambut pirangnya berubah menjadi hitam gelap begitupun wajahnya dan pria itu berlalu dari hadapan Rachel dengan berbagai pertanyaan.

...

..

Pertukaran IdentitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang