.
..
...
Magnus mendukung sekali saat Gavin mengatakan bahwa ia akan menemani istrinya pergi berlibur. Antonio memandang keduanya dengan tersenyum geli, berbisik pada Charles dan Dorothy bahwa keduanya akan membuatkan adik untuk mereka, kedua anak itu bersorak mendengar ini. Kehadiran seorang adik membuat mereka begitu bersemangat.
Berbeda dengan reaksi lainnya saat makan malam itu. Wajah Brenda terlihat tidak suka. "Biasanya kau lebih suka menyendiri untuk berlibur."
"Aku sedang ingin saja, dan aku tidak mau berpisah dari Gavin." Jawabnya dengan lugas.
Gavin meremas tangannya yang berada di atas meja, memperlihatkan kemesraan keduanya di saat makan malam itu. Brenda mendengus. Ia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan dua orang yang dulunya terlihat seperti orang asing ini.
"Sangat aneh." Kata Brenda sambil meneguk minumnya.
"Mengapa? Bukankah kau mengatakan aku menghabiskan uang Gavin untuk berlibur? Karena aku merasa tidak adil jika aku menghabiskan uangnya sendiri, jadi aku mengajaknya berlibur bersamaku. Kurasa itu akan lebih adil jika kami nanti menghabiskan uangnya bersama-sama."
Gavin sekarang menarik tangan Rachel dan mengecup punggung tangannya. Magnus menyipit sambil terkekeh geli. Baginya Gavin terlihat sangat memuja istrinya. "Kau tenang saja, berapa pun yang kau habiskan tidak akan membuat Gavin jatuh miskin."
"Mama, aku ingin ikut." Dorothy merengek.
Rachel mengerjap. Ia bingung harus menjawab apa. Ia tidak bisa secara terang-terangan menolak.
"Jangan Dorothy, kau bukannya ingin memiliki adik kecil. Jika kau ikut nanti tidak akan berhasil." Kata Antonio dengan perlahan.
"Benarkah? Kalau begitu aku tidak mau ikut." Kata Dorothy sambil melanjutkan makannya.
Rachel bernapas lega dan lagi-lagi ia merasakan tangan Gavin meremas pahanya. Rachel menyingkirkan tangan Gavin dan pria itu hanya menyeringai padanya sambil menyeruput minumnya.
Brenda menyipitkan matanya curiga melihat keduanya. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Gavin dan istrinya. Ia akan mencari tahu, dan saat ia menggenggam rahasia itu ia akan membuat Rebecca pergi dari rumah ini.
...
Setelah melalui 15 jam perjalanan, Rachel dan Gavin sampai di stasiun Alona. Philip yang menjemput Rachel cukup terkejut melihat Gavin hadir di sana dan ia menarik Rachel untuk bicara.
"Apa kau gila? Dia mantan suami Rebecca. Bisa-bisanya kau mengajak dia."
"Mau bagaimana lagi? Dia berjanji tidak akan mengacaukan pesta."
Philip menggeleng tak percaya dan ia akhirnya membawa keduanya ke Audene dengan perasaan sedikit was-was. Gavin sedikit terpana memandang kota kecil itu yang penuh dengan padang rumput yang luas, bukit berundak-undak yang kemerahan dan juga menara sekolah yang sangat tinggi hingga terlihat dari kejauhan. Gavin belum pernah melihat kota kecil seindah ini. Mengingatkan dia akan suasanan Inggris pada saat tahun 1940-an.
Saat mereka mulai memasuki peternakan milik keluarga Raiden, Rachel dapat melihat halaman rumahnya mulai ditata seindah mungkin dengan hiasan-hiasan pernikahan berwarna putih dan ia cukup terkejut melihat barn yang bobrok terlihat kokoh.
"Rachel," Rebecca menghampiri Rachel dan memeluk wanita itu dengan penuh kerinduan.
"Becky, hai!" katanya sambil balas memeluk. Rachel memandangi perut Rebecca yang cukup membesar dari terakhir kali ia melihatnya.
"Gavin, senang bertemu denganmu lagi." Kata Rebecca.
Gavin mengangguk dan memeluk Rebecca sebagai seorang kakak. Kini ia merasakan perbedaan Rachel dan Rebecca. Ia sama sekali tak merasakan debaran aneh saat memeluk Rebecca sebagaimana ia memeluk Rachel. "Aku senang kau akhirnya menikah."
Wajah Rebecca berseri-seri. "Tentu, masuklah. Akan aku kenalkan kau pada Aaron. Oh ya, Dad sedang ada di sini."
Rachel memandang Rebecca tak percaya. "Benarkah?"
"Ya. Cepatlah masuk. Ayah sedang asyik mengobrol dengan Aaron."
Rachel bergegas masuk. "Dad."
Maximus menoleh ke arah Rachel dan berseru. "Ah, putriku yang satunya,"
Rachel memeluk Maximus. "Aku sangat merindukanmu."
"Jika kau merindukanku, mengapa selama di Myths kau tidak datang?"
"Aku takut itu akan membocorkan rahasia."
"Omong kosong. Tidak ada yang bisa membedakan kalian."
"Ayah," sapa Gavin yang muncul sambil digandeng Rebecca.
"Gavin," wajah Maximus terlihat memucat. Ia tak menyangka cucu Magnus akan berada di sini. Gavin yang melihat wajah suram Maximus sedikit merasa tak enak. "ah anakku. Ada yang harus kukatakan padamu."
"Tidak apa-apa Ayah. Aku sudah mengetahui ini sejak lama dari Rachel."
"Benarkah?" Maximus memandang Rachel dan wanita itu mengangguk.
"Tetapi, ada yang ingin kubicarakan dengan Ayah secara pribadi."
"Ah ya, tentu." Katanya terlihat pasrah seolah menunggu eksekusi.
"Dad dan Gavin bisa bicara di perpustakaan. Ruang itu kedap suara dan cukup nyaman." Kata Rebecca.
"Seharusnya aku yang mengatakan itu. Kau sekarang menggantikanku jadi tuan rumah, eh?" tegur Rachel sambil meledek.
"Tentu saja." Kata Rebecca dengan nada angkuh yang dibuat-buat, membuat orang-orang yang mendengarnya tersenyum.
"Baiklah, biar aku antarkan." Rachel menawarkan bantuan dan diikuti Gavin dan ayahnya.
Aaron menghampiri Rebecca dengan wajah terlihat sedikit kesal. "Kau sepertinya senang sekali menggandeng mantan suamimu."
Rebecca tertawa. "Kau cemburu, hm?"
"Tentu saja. Aku tidak mau ia mengacaukan acara kita besok."
"Jangan khawatir. Sekarang Gavin benar-benar menjadi kakaku."
...
Setelah satu jam berlalu Maximus dan Gavin keluar dari perpustakaan dan wajah keduanya terlihat puas dengan hasil pembicaraan mereka. Setelahnya semua kian sibuk untuk acara besok. Madeline ingin semuanya terlihat sempurna dan sesuai keinginannya. Philip yang paling rajin bekerja dan Rachel membantu untuk penyusunan acara esoknya. Beberapa teman kerjanya datang dan ikut merayakan pesta sebelum acara pernikahan di rumah. Rachel bekerja di bagian yang mayoritas rekan kerjanya pria dan Gavin menahan dirinya untuk tidak menunjukkan kecemburuannya pada Rachel yang terlihat begitu akrab dengan teman-teman prianya, terutama pria bernama Junious Rowell.
Setelah selesai mengurus urutan acara bersama Niou-Rachel dan yang lainnya memanggil Junious seperti itu agar lebih mudah- mereka mulai beristirahat pada pukul 2 pagi. Rachel menguap dan mulai memejamkan matanya. Rasanya baru saja ia memejamkan mata, hari sudah pagi karena Philip tidak berhenti menggedor pintu kamarnya.
Rachel mengerang dan memandang jam tangannya yang lupa ia lepaskan menunjukkan pukul 6 pagi. "Pagi, sayang." Sapa suara pria yang tepat berada di sampingnya.
Rachel membuka matanya dan ia mendelik pada Gavin yang menyeringai sambil memeluknya. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Tentu saja menginap di kamarmu."
"Kau bisa menggunakan kamar lain."
"Untuk apa jika di sini ada kamar yang sudah siap sedia untukku."
"Rachel, cepatlah bangun! Mom susah mulai panik dan mengapa kau mengunci pintu?" suara Philip di luar membuat Rachel dengan terpaksa bangun dan memulai kesibukannya yang tak biasa.
...
..
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertukaran Identitas
RomansaKarena hamil, Rebecca meminta saudara kembarnya untuk menggantikan dirinya tinggal di rumah keluarga Osborne sebagai istri Gavin. Rachel yang menyetujui itu tidak menyangka akan menghadapi Gavin yang begitu mempesona. Dan Rachel tidak bisa menahan...