Bab 2.7

15.2K 912 6
                                    


.

..

...

Rachel tak mengerti mengapa Rebecca menarik permintaan tolongnya. Tapi Rachel saat ini benar-benar tidak bisa meninggalkan keluarga Osborne begitu saja. Dan sekarang, Rachel sedang berusaha memenuhi janjinya pada anak-anak sebelum kembali ke Audene. Seperti janjinya dulu saat akan membawa Charles ke suatu tempat.

"Mama, sampai kapan kita berjalan?" Tanya Charles setengah merengek. Ia memantulkan bola basketnya sedikit lebih keras ke tanah.

"Sebentar lagi kita akan sampai."

Rachel membuktikan kata-katanya saat mereka berbelok di sebuah lapangan basket umum. Banyak pemuda-pemuda yang bermain basket dan sorak-sorai pemuda-pemudi yang menonton. Charles tak melepaskan pandangannya dari pertandingan yang sedang berlangsung di mana pertandingan mulai memanas.

"Ayo kita menonton!" Rachel membimbing Charles untuk mendekat ke pagar kawat dan keduanya menonton hingga pertandingan berakhir.

Rachel memanggil salah satu pemain dari tim yang menang dan pemuda itu mendekatinya. "Ada apa, Miss?"

"Putraku ingin ikut bermain, bisa tolong kau ajari dia?"

Charles yang mendengar itu berjengit lalu menyembunyikan bola basketnya di balik badannya. Pemuda itu tertawa dan menyanggupi untuk mengajari Charles basket. Charles awalnya sangat gugup, tapi melihat ia dikalahkan dengan mudah ia jadi merasa tertantang dan berusaha lebih keras lagi.

Rachel tersenyum. Sepanjang sore dalam perjalanan menuju ke rumah Charles tidak berhenti mengoceh tentang basket yang dipelajarinya tadi bersama Jason, pemuda yang dipanggil Rachel tadi.

"Sayang, darimana saja kau?" Gavin menghampiri Rachel dan menciumnya.

"Ayah, tadi aku diajari teknik baru dalam bermain basket. Mama membawaku ke lapangan basket di dekat taman kota, dan di sana banyak sekali kakak-kakak yang bermain basket dengan bagus."

Gavin memandang Rachel setengah geli, Rachel hanya angkat bahu dan membalas sapaan Magnus yang memintanya untuk memberikan daftar menu untuk makan malam nanti. Sejak Rachel tinggal di sana Magnus begitu senang Rachel mengatur menu untuk sarapan, makan siang dan makan malam. Terlebih lagi makanan yang diminta Rachel sangat cocok dan tepat untuk masing-masing orang. Seperti makanan rendah kalori untuk Magnus dan makanan sehat untuk masing-masing anggota keluarga dan menyesuaikannya dengan menu kesukaan mereka.

"Lezat sekali. Terima kasih Marilla." Kata Magnus sambil terkekeh. "Aku tak tahu bagaimana caranya kau bisa menyesuaikan menu makanan agar tidak membosankan?"

"Ibuku yang mengajariku. Katanya sebisa mungkin menu setiap hari harus berganti dan menyesuaikannya dengan kesukaan masing-masing orang."

"Ibu?" suara Brenda terdengar menahan tawa dan mencemooh. "Kau tidak memiliki Ibu."

"Brenda!" suara Magnus menggelegar.

Brenda melempar serbetnya ke samping piringnya dan beranjak pergi. Magnus mengernyit tak suka. "Maaf, tidak seharusnya dia berkata seperti itu padamu."

Rachel mengangguk. Ia kini menyadari bahwa semua orang tidak tahu bahwa Rebecca memiliki ibu yang tingga berkilo meter jauhnya. Dalam hati Rachel dirundung perasaan tak enak. Ini karena dirinya yang membuat keluarganya terpecah belah seperti ini. Karena dirinya yang berbeda membuat ibunya memilih untuk tinggal di Audene demi keamanannya.

...

"Sepertinya ada yang mengganggu pikiranmu." Ujar Gavin yang tak mengangkat kepalanya dari buku sketsa yang ditekuninya. Rachel yang berada di seberang Gavin dengan mengenakan gaun hijau pemberian pria itu berpose dengan terpejam dan bahkan nyaris tertidur di sofa kamarnya.

"Mengapa kau berkata seperti itu?"

Gavin mengangkat kepalanya dan memandang Rachel tanpa senyum. "Sejak mendapatkan telepon dari Rebecca kau lebih banyak diam. Apa ada sesuatu yang terjadi?"

"Tidak ada sesuatu yang telah terjadi. Tapi Rebecca mengira aku akan masuk penjara."

Gavin memandangnya setengah bingung. "Mengapa dia bermimpi kau akan masuk penjara."

"Entahlah, sejak dulu aku dan Rebecca memiliki kemampuan aneh. Aku dapat melihat mimpi yang samar-samar tentang apa yang akan terjadi. Sedangkan Rebecca bermimpi apa yang terjadi padaku melalui diriku dengan begitu jelas."

"Jadi, apa yang diinginkan Rebecca darimu?"

"Rebecca memintaku untuk pulang ke rumah dan akan menyelesaikan semuanya setelah melahirkan. Tapi aku akan merasa tidak enak pada kakek Magnus jika pergi begitu saja. Aku berencana ingin menjelaskannya pada kakek sebelum aku pergi."

Gavin memandangnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Ia tidak ingin Rachel cepat-cepat pergi, tapi ia juga harus mengatakan yang sebenarnya pada kakek Magnus dan rencana selanjutnya. Sebenarnya Gavin tidak terlalu percaya akan mimpi aneh Rebecca yang diceritakan Rachel. Tapi mengingat Audene adalah tempat yang paling aneh dan tak masuk akal yang pernah dikunjunginya, membuatnya dalam hati menimbang-nimbang apakah ia harus memercayai itu atau tidak.

"Kapan kau akan mengatakannya?"

Pandangan Rachel menerawang. "Aku berjanji pada Rebecca akan pulang akhir pekan nanti."

"Kau akan pergi akhir pekan nanti? Tapi Sabtu ini ulang tahun kakek Magnus. Itu kah yang kau rencanakan? Menjatuhkan bom pada hari kakek berulang tahun?"

Rachel menyadari nada marah Gavin pada suara pria itu. Rachel mengubah posisinya dan duduk sambil memperbaiki pakaiannya. "Aku tidak bermaksud seperti itu. Tapi, Rebecca khusus memintaku segera pulang sejak sebulan yang lalu. Aku tidak ingin membuatnya stress, terlebih lagi dia sedang hamil saat ini."

"Jadi kau akan meninggalkanku? Meninggalkan kakek yang menyayangimu dan juga anak-anak yang memujamu, begitu?"

"Yang mereka sayangi adalah Rebecca, bukan Rachel. Jadi mereka tidak akan mungkin kehilanganku."

"Lalu, bagaimana denganku?"

"Kau sering ditinggal pergi oleh Rebecca untuk menulis. Jadi tak masalah bukan?"

"Ini bukan tentang Rebecca. Ini semua tentangmu. Tidakkah kau mengerti itu?" katanya dengan geram. Ia melempar buku sketsanya ke tempat tidur dan membanting pintu penghubung ke kamarnya.

...

..

.

Hai, maaf lama tidak update. Saya kemarin ambil cuti untuk mudik, begitu pulang eh malah kena flu. Jadi maaf jika terlalu lama tidak update cerita ini. Mungkin update selanjutnya agak lama karena kerjaan saya lagi ditagih.  Setelah pekerjaan saya selesai, saya usahakan update secepatnya. Trims sudah baca cerita ini.


N.B. : Jaga kesehatan ya. Akhir-akhir ini lagi musimnya terserang flu.

Pertukaran IdentitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang