Bab 1.9

20.2K 1.1K 2
                                    

.

..

...

Musim gugur membuat cuaca cukup mendung dan mulai gerimis. Charles bersama teman-temannya bermain papan trivia di teras samping rumah yang cukup terlindung dari hujan. Rachel membawakan anak-anak itu penganan ringan dan keempat anak itu berseru dengan riang.

Rachel tersenyum sambil memandangi wajah Charles yang terlihat gembira.

"Mama, bacakan aku cerita!" Dorothy menghampirinya sambil membawa buku. Rachel tersenyum, ia menarik Dorothy agar duduk di pangkuannya dan mulai membacakan cerita.

Tanpa Rachel sadari pergerakannya itu diamati oleh Brenda. Wanita itu merasa ia melihat orang lain yang duduk di sana dan membacakan Dorothy dongeng. Rebecca tidak akan mau berada dekat dengan anak-anak. Ia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri dan mengabaikan sekitarnya dan memilih hidup dalam dunia yang diciptakannya sendiri.

Brenda tidak percaya seseorang bisa berubah secepat itu. Dia harus mencari tahu. Sepertinya ada suatu hal yang disembunyikan Rebecca. Jika sampai ia mengetahui ini, Brenda pastikan wanita itu pergi dari sini.

...

Maximus Cross tidak percaya begitu mendengar berita dari Madeline. Ia tidak percaya anak-anaknya melakukan ini padanya. Rebecca telah membuat masalah besar. Dan ia tidak bisa menerima ini.

"Max, kumohon tenanglah!" Madeline mencoba menghalangi Maximus yang menghampiri beranda rumah di mana Rebecca sedang duduk bersama Aaron.

"Apa yang kau lakukan, Rebecca?"

"Dad," Rebecca berdiri dengan waspada begitu pula Aaron.

"Mr. Cross,"

Mata Maximus memebelalak lebar saat melihat perut Rebecca yang menonjol. Pria itu mengumpat dam Madeline mencoba menenangkannya.

"Kalian semua, harus menjelaskan ini!" geramnya.

Madeline mengajak Maximus masuk dan duduk di ruang keluarga dan berusaha menjelaskan. Aaron juga berusaha sebisanya untuk menjelaskan dengan tenang. Rebecca memandang Aaron dengan kagum dia tak menyangka bahwa pria itu bisa menghadapi ayahnya dengan tenang. Rebecca saja sampai tidak dapat menyembunyikan getaran di tubuhnya karena gugup.

"Jadi kau meminta Rachel untuk menggantikanmu di sana?" Maximus bertanya setengah gusar.

"Aku pikir itu adalah jalan keluar terbaik untuk saat ini." ujar Rebecca. "Aku berjanji setelah anakku lahir aku akan mengaku pada keluarga Osborne."

"Baiklah, lakukan apa saja yang kau inginkan!" katanya dengan tidak mengurangi nada suaranya.

Rebecca dan Aaron saling pandang dan tersenyum lega. "Terima kasih, Dad." Rebecca menghampiri ayahnya dan memeluknya.

"Asal kau bahagia, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Dan kau," tunjuknya pada Aaron. "Jika aku melihat putri ku menangis karenamu, aku akan mendatangimu."

"Aku pastikan itu tidak akan pernah terjadi." Jawab Aaron dengan tegas dan penuh kesungguhan. Maximus tersenyum dan menjabat tangan pria itu.

Madeline tersenyum lebar dan mengucapkan selamat pada Rebecca lalu memeluk putrinya dengan sayang. "Benar bukan yang kukatakan?" Katanya dengan misterius.

...

"Jadi, di mana mereka akan menikah?" tanya Gavin sambil melepas kancing kemejanya.

"Tentu saja di Audene."

"Audene?"

"Yah, itu nama tempatku dibesarkan. Sebuah kota kecil dekat Alona."

"Aku tak pernah mendengar kota ini."

"Tentu saja, sebisa mungkin sedikit orang saja yang tahu tentang kota ini."

"Lalu dengan apa kau ke sana?"

"Aku menggunakan kereta express hampir memakan waktu 15 jam."

"Tidak adakah pesawat yang menuju ke sana?"

"Tidak. Jalan menuju ke sana hanya dengan menggunakan kereta. Jika kau mau ikut akan aku pesankan."

"Tentu. Aku akan bilang pada kakek bahwa kau butuh berlibur untuk menulis buku dan aku akan ikut dalam rangka bulan madu." Katanya sambil menyeringai lebar.Rachel memutar bola matanya mendengar itu.

Gavin berbaring di sampingnya dengan bertelanjang dada. "Ceritakan kotamu itu?"

"Audene?"

"Ya."

"Yah..." Rachel terlihat berpikir. "Sebenarnya aku tidak boleh mengatakan apapun tentang Audene. Tapi aku akan mengatakan secara garis besarnya saja. Kota itu tegolong kota yang aneh. Ada sebuah akademi yang berdiri megah di sana dan akademi ini bagai pusat kota dan perlindungannya. Banyak keanehan di sana. Tapi, itulah yang menjadikan Audene begitu berkesan."

"Keanehan?"

"Seharusnya aku tidak mengatakan itu." Gumam Rachel. "Kau tidak tidur di kamarmu?"

"Tidak. Aku lebih suka memeluk istriku saat tidur."

"Gavin, kita tidak sungguh-sungguh berperan sebagai suami-istri."

Gavin menghela napas. "Ayolah Rachel, bersantailah sedikit." Katanya sambil dengan cepat memeluk Rachel yang berusaha menjauh. "Aku akan pastikan kau terpuaskan selama menjadi istriku."

Wajah Rachel memerah. Saat ini ia merasa dirinya benar-benar istri Gavib, tapi saat semua ini berakhir ia tak yakin hatinya sanggup untuk berpisah dengan Gavin.

Ia merutuki dirinya sendiri yanh begitu bodoh. Belum saja ia bertemu dengan pria ini, dia sudah merasakan perasaan khusus. Dan saat benar-benar bertemu ia terjerat pesonanya dan enggan untuk melepaskan diri.

Oh Gavin, mengapa aku jatuh cinta semudah ini denganmu?

...

..

.

Pertukaran IdentitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang