Chapter Dua Belas

612 63 24
                                    

Jane menunggu Singto di area parkir kampus, pria itu turun dari mobil Earth dan segera mendekati gadis itu dari kejauhan.

"Mengapa jalanmu begitu aneh?" tanya Jane curiga.

"Dia tergelincir dan jatuh di dalam toilet tadi malam." Earth membantunya menjawab.

"Y-ya...aku tidak bisa melihat dengan jelas..." Singto menelan ludahnya, saat memori tadi malam melayang kembali ke kepalanya.

Earth mengesap kuat bibir Singto dan menjilatinya sesekali, lidahnya memaksa untuk membuka mulut pria itu memaksa masuk, untuk mencicipi dan bermain dengan lidah pria itu. Dia beristirahat sejenak untuk menarik napas kemudian menlanjutkannya kembali nafsunya mencapai puncak.

Earth kemudian menggerakkan bibirnya ke dagu Singto, lalu ke leher, daun telinga, menggigitnya sejenak lalu turun lagi ke leher. Singto tidak bisa tidak merasa terangsang ketika Earth menyentuhnya seperti itu, tetapi dia hanya diam dan merasakannya.

Tangan Earth merayap masuk ke dalam kemejanya dan menyentuh kulit yang telanjang, mengelusnya dengan lembut, dan berhenti ketika dia menangkap objek kecil yang lembut dan kenyal di dalamnya. Dia memainkannya dengan jarinya, mencubitnya dan menggosoknya sambil terus menciumi leher pria itu. Singto tidak bisa menahan untuk erangan yang dihasilkannya.

Setelah beberapa saat Earth menghentikan semua yang dilakukannya dan membalikkan tubuhnya ke samping kemudian bangun sejenak untuk melepas kaos dan celananya, dia juga melakukannya pada Singto, dan hanya meninggalkan pakaian dalam melekat di tubuh.

"Apa yang kau khayalkan?" Jane menepuk bahu Singto dan membuatnya tersentak seketika dan pikiran itupun tiba-tiba terputus.

"T-tidak ada..." jawabnya gugup.

"Kau tidak melakukan sesuatu padanya, kan?" Jane menatap Earth dengan curiga.

"Ada." Kata Earth.

"Earth!!!" Singto berteriak panik.

Jane menatapnya dengan curiga dan memelototi Earth untuk meminta penjelasan.

"Aku membantunya memijat bagian yang sakit menggunakan minyak esensial...pada pantatnya..."

"Apa?!" Jane terkejut.

"Aku bercanda..." Earth tertawa. "Bagian bawah punggungnya..." dia mengedipkan mata pada Singto, pria itu berkeringat dan gugup, dia tidak berani melihat lurus ke mata Earth.

"Kacamata siapa yang kau pakai? Kenapa bisa retak?" tanya Jane.

"Oh ini...kacamata lamaku..." jawab Singto. "Aku menemukan di bawah tempat tidur, aku pikir aku sudah membuangnya terakhir kali karena rusak, untungnya belum...ini menyelamatkan ku sekarang..." dia tertawa kecil.

"Ayo, beli kacamata baru untukmu setelah kelas berakhir." ajak Jane.

"Oke."

Earth memeriksa jam tangannya dan memotong. "Kita akan terlambat, ayo pergi!" ia memberi tahu Singto.

"Sampai jumpa nanti Jane, ayo kita makan siang bersama." Singto masih menggenggam tangan gadis itu.

"Aku akan menunggumu di kantin, berhati-hatilah!"

Dia melepaskan tangan pria itu dengan enggan, lalu bergerak maju untuk mencium pipi Singto.

Earth pergi sebelum Singto, setelah beberapa saat pria itu segera menyusulnya. Earth menunggunya di ujung lorong, tersenyum. Dia tiba-tiba menimpa ciuman Jane di pipi Singto. Singto tertegun seketika dan wajahnya memerah.

Bahasa Indonesia - Imperfection Can be a Perfect Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang