Twenty

156 23 1
                                    

Setelah kejadian itu, aku diperbolehkan tinggal serumah dengan Hyejung, hal yang sudah sangat lama tidak terjadi.

Kami jadi tau kesamaan dan perbedaan masing-masing. Kadang juga aku berfikir masihkah ia hidup sebagai diri ku.

Aku ingin sekali melihat diri nya yang nyata, yang sebenarnya.

Kami tidak bertemu sesering itu walau sudah seatap, dia mengurus pekerjaan nya dan aku mengurus boss ku. Kami hanya menghabiskan malam hari bersama.

Entah memasak bersama, pergi makan malam dan jalan-jalan atau sekedar makan es krim sambil menonton tv.

Hal yang biasa di lakukan para saudara, yang tidak pernah kami lakukan.

Kadang juga kami bertengkar. Dia yang selalu meneriaki ku dan aku hanya melontarkan kalimat pedas yang mampu membungkam nya.

Walau itu hanya bertahan selama semalam, dan dengan cepat kami melupakan nya, entah kenapa.

Sejak pernyataan itu juga boss ku agak membuka diri nya pada ku.

Kadang dia akan memanggil Hyerin, atau sekedar hei yang ia lontarkan, namun aku menyukai nya.

Kadang aku mengunjungi nya, membawa nama Yoonji sebagai alasan ku untuk bertamu. Kadang aku juga membawa Hyejung agar Yoonji punya teman baru.

"Woah! Unnie benar-benar mirip!" Ia bahkan berkata tidak bisa membedakan kami kalau kami hanya diam.

Memang suara ku dan suara nya sedikit berbeda. Namun suara nya lebih lembut.

Kadang juga perlakuan nya membuat ku bingung, apakah ini cinta bertepuk sebelah tangan atau bukan.

"Unnie, kenapa oppa bodoh sekali?" Ujar Yoonji suatu hari yang membuat ku tertawa terbahak-bahak.

"Oppa, teman Yoonji saja bisa berikan bunga dan coklat saat Valentine's Day. Oppa berikan apa saat unnie ulang tahun?"

Rencana kematian nenek, batin ku dalam hati.

Aku memang sudah menyukai nya sejak berada di Harvard. Banyak wanita yang menyatakan perasaan pada nya, namun aku yang notabene nya yang terkenal saja tidak pernah di lirik nya, bagaimana bisa menghampiri nya?

Aku tidak bisa deskripsikan apa-apa, tapi dia selalu menawan. Itu aja.

"Itu? Albino satu itu?" Pekik Hyejung saat aku mengaku pada nya. Kembali aku menahan tawa ku. "Kau menyukai seseorang seperti mayat hidup itu???"

Sedangkan aku akan membalas, "Kau saja menyukai sebuah kurcaci taman."

Mengenal nya sebagai seorang Suga Min, hingga AugustD dan akhirnya Min Yoongi tidak merubah pendirian ku.

Aku bahkan kadang menikmati setiap permainan nya. Menurut ku itu menyenangkan, seperti mengukur rasa sayang Hyejung pada ku.

Kalau itu aku, tidak akan ku ubris. Karna fakta bahwa aku mati tidak di terima oleh Hyejung, mungkin karna itu lah ia masih bersikeras bertindak seolah aku masih hidup.

Namun aku tetap bersyukur bisa di temukan pada nya. Walau yang Yoongi katakan tentang orang tua ku dan orang tua nya sempat membuat ku membenci nya.

Tapi yang ia mau dalam hati kecil nya hanya kenyamanan hidup kami berempat, aku, Hyejung, Jihoon dan dia sendiri.

Kalau dulu aku tidak akan berani memarahi nya, maka sekarang dengan segala kekuasaan ku, aku mampu melakukan semua itu.

✔ Found [LJH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang