8. Jeritan Rindu Sadhana.

135 10 0
                                    


“Arghht!” Rintih Parwati yang terjatuh akibat terkena tembakan dari kembarannya itu, tembakan tersebut mengenai kaki kanan Parwati.

Dengan cepat Rudra pun menolong istrinya, pria itu menunjukkan epreksi kesal atas istrinya yang keras kepala itu. “Sudah kubilang kan sejak awal! Sebaiknya kau tidak perlu ikut untuk ini! Dan akhirnya, kau jugalah yang terkena tembakan! Kau membuatku repot saja!” Ucapnya menggerutu sambil menggendong istrinya itu.

Sementara Parwati menatap suaminya yang tak kalah tajamnya, ia merangkul leher suaminya pada saat suaminya menggendong dirinya. “Hei! Kau ini suamiku atau bukan? Hah! Harusnya kau mengatakan "Parwati, apa kau baik-baik saja? Aku akan mengobatimu.", bukan bicara seolah-olah kau adalah yang paling berani dan tidak suka dibuat repot!” Ketusnya, sementara pria itu hanya diam sambil menggendong istrinya yang cerewet itu sehingga membuat Parwati menundukkan pandangannya. “Maafkan aku telah membuatmu repot, Komiser.” Lirih Parwati.

“Diamlah kau!” Seru Rudra, sesampai ditempat aman, ia menurunkan gadis itu secara perlahan. Sementara gadis itu duduk bersandar, ia tersenyum ketika Rudra berjongkok sambil merobek lengannya kemudian mengikatkan kain itu ke kaki kanan istrinya yang baru saja tertembak. Rudra merasa iba ketika istrinya merintih kesakitan akan hal itu. “Sakit?” Tanyanya, Parwati menganggukkan kepalanya. “Maafkan aku.” Lirih Rudra.

“Rudra..” Sahut Parwati.

“Hm?” Dehem Rudra.

“Aku ingin kau menangkap kembaranku, bagaimanapun juga.” Lirih Parwati, sementara Rudra hanya menganggukkan kepalanya. “Karena aku ingin bicara padanya diruang interogasi nanti. Pergilah.” Seru Parwati.

“Tapi..” Ucap Rudra yang terhenti karena Parwati sudah angkat bicara terlebih dahulu.

Parwati tersenyum. “Aku tidak apa-apa, jangan khawatirkan aku. Aku baik-baik saja, pergilah...” Suruh Parwati, meskipun Rudra tidak bisa meninggalkan istrinya dalam keadaan seperti ini, akhirnya ia berdiri dan pergi meninggalkan istrinya sendiri. “Semoga kau berhasil!” Seru Parwati berteriak sambil tersenyum.

Rudra pun kembali ketempat dimana Khusi menyandera orang-orang disana, gadis itu tersenyum sinis ketika pria itu datang kehadapannya. “Wohoww, pahlawan itu datang juga akhirnya!” Serunya sambil mengangkat senjata. “Ayo kita berperang!” Sambungnya berlagak sombong.

DORRR.. DOORRR!

Aksi tembak menembak pun terjadi akhirnya antara Polisi dan Mafia.

••••

Disisi lain tepatnya dirumah Ragini..

Ragini duduk disofa sambil melihat foto-foto yang ada di album, dia terus merenungi nasib sahabatnya yang akan terjadi padanya nanti, sementara Laksh datang membawa teh dan roti Simmit yang masih hangat. “Aku bingung Ragini..” Sahutnya sambil meletakkan roti dan teh itu dimeja kemudian pria itu duduk disampingnya, sementara gadis itu menoleh terhadap Laksh sambil menutup buku albumnya. “Bagaimana kita bisa membujuk Rishab untuk menyerahkan Supriya pada orang itu?” Sambungnya bertanya.

“Aku tidak tahu.” Singkat Ragini lesu, kemudian ia diam mengingat ancaman orang itu ditelepon.

—Flashback—

“Hallo?” Sahut Ragini berusaha tenang, hatinya tidak bisa tenang ketika ada suara tangisan Swara. “Toloonggg!” Teriak Swara ditelepon, nafas Ragini pun terengah-engah. “Swaaraaa!” Teriaknya, sementara Laksh berusaha menenangkan sahabatnya itu.

“Aku ingin sebuah tebusan..” Ucap pria itu ditelepon, Ragini hanya diam. “Aku ingin kedua gadis kembar itu datang kemari.” Sambungnya, Ragini semakin sesak nafas, karena ia tidak tahu siapa gadis kembar itu. “Sekalian aku menginginkan Supriya, anaknya Sadhana dengan Maan. Dan, jangan sekali-sekali kau datang bersama Geet ataupun polisi, lihatlah apa yang aku lakukan pada sahabatmu ini jika kau tidak menuruti keinginanku!” Ancamnya yang langsung memutuskan telepon. Sementara Ragini ingin bertanya dimana ia harus membawa tebusan itu, tapi teleponnya sudah terputus.

—Flashnow—

Sementara Laksh terus memperhatikan gadis itu yang merenung sampai-sampai airmata nya jatuh dipipi. “Ragini, apa kau baik-baik saja?” Tanyanya.

Ragini mulai menangis histeris dan tanpa sadar ia langsung memeluk pria itu. “Laksh, apa Swara baik-baik saja? Dia tidak apa-apa kan? Orang itu tidak melakukan hal buruk padanya kan? Aku takut terjadi apa-apa pada Swara, aku sangat khawatir.. Bagaimana bisa terjadi padanya nanti!” Ucapnya panjang lebar sambil menangis.

Laksh membalas pelukannya. “Jangan bicara seperti itu, semua akan baik-baik saja, kita pasti bisa membujuk Rishab, dan Rishab akan mengerti apa yang kita jelaskan padanya nanti.” Hibur Laksh.

••••

Geet dan Maan berjalan menuju mobil, meskipun banyak paparazzi yang mengejar mereka untuk melakukan suatu wawancara. Geet dan Maan tidak peduli akan hal itu. Saat mereka berdua akan masuk kedalam mobil, semuanya terhenti ketika mendengar teriakan seorang wanita.

“Maan!”

Teriakan itu tidak asing lagi bagi Maan, ia sangat ingat dan sangat mengenal suara itu. Sedangkan Geet menoleh terhadap pria itu dengan serius. “Sepertinya ada seseorang yang meneriaki namamu, Maan.” Ujar Geet.

“Kau benar, Madhu.. Dan dia didepan kita!” Lirih Maan.

Geet terkejut “Apa!?” Pekiknya dan menoleh kedepan, ternyata benar bahwa Sadhana kini berdiri dihadapan mereka berdua. Geet melihat wanita itu menangis haru, mungkin baginya Sadhana bahagia ketika melihat baru saja melihat Maan setelah 11 tahun lamanya.

Sadhana berlari dan langsung mencium bibir pria itu sejenak.

Cup.

Sebuah kecupan rindu dari orang yang dicintainya, kemudian mereka saling melepaskan ciuman itu dan Sadhana memeluknya erat. “Maan, aku merindukanmu! Aku sangat merindukanmu!” Teriaknya histeris lalu melepaskan pelukan dan kedua tangan wanita itu memegang kedua pipi Maan, sementara mata pria itu melirik kearah Geet. “Bagaimana kabarmu, Maan! Aku harap kau baik-baik saja, Cinta!” Serunya yang langsung mencium pipi pria itu.

TAARR!

Geet yang sedari tadi menyaksikan mereka, entah mengapa ia merasa cemburu. Tapi, ia tahan. Gadis itu hanya diam menggigit bibir bawahnya sendiri untuk menahan tangis, seluruh tubuhnya merasa kaku ketika melihat Maan dan Sadhana dengan sangat mesra.

“Apa yang mereka lakukan sungguh membuatku sakit. Aku tahu, ini bukan hakku untuk itu. Tapi, tidakkah sekali saja mereka tidak melakukan ini dihadapanku lagi? Maan, gadis penuduh kejam ini sangat cemburu padamu dan sangat iri pada Sadhana, karena kau telah memberikannya banyak kebahagiaan padanya. Aku berharap, semoga apa yang kau inginkan berhasil dan kasus pun secepatnya akan terpecahkan, aku mencintaimu!” Batin Geet yang merasa sakit hati.

••••

Sementara itu, Sanskar datang kerumah dengan membawa banyak makanan, kebetulan Swara dan Gauri ada didalam sambil bercanda. Gauri sadar kalau kakaknya sudah pulang dan membawa makanan banyak sekarang, dia tersenyum menyeringai. Swara pun ikut menoleh dan tersenyum tipis.

“Apa kalian mau makan!?” Sahut Sanskar sambil menunjukkan makanan itu kemudian menghampiri mereka berdua.

Sementara gadis itu membantu Gauri bangun dan duduk bersandar. “Aku mau, Kakak!” Serunya tersenyum, kemudian menoleh terhadap Swara. “Terimakasih, Kak Swara.” Ujarnya yang begitu lembut, Swara menganggukkan kepalanya.

Sanskar meletakkan makanan itu dikasur Gauri dan bergegas kedapur untuk mengambil piring, setelah itu kembali sambil memegang 3 piring dan meletakkan juga dikasur Gauri, Gauri mengambil bingkisan makanan tersebut yang ternyata hanya kebab, gadis itu tersenyum sambil meletakkan roti tersebut di setiap piringnya. “Apa ini beracun?” Tanyanya bercanda.

“Jika makanan ini beracun, mungkin aku telah lenyap dipangkuannya.” Sindir Sanskar sambil melirik Swara bermaksud untuk menggodanya.

•••••
TO BE CONTUNED....

EternalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang