Good Day

735 90 47
                                    





































Duduk tak nyaman, Krystal bagai di serang ngeri yang dirinya pun sendiri mustahil membayanginya. Mengambang dengan apa yang di pertontonkan Jessica unnie-, juga Yoong oppa-nya.

"Oppa, ada yang bisa kau jelaskan?"

Sesungguhnya gadis berambut hitam panjang itu sudah gemas ingin bertanya. Setelah lama tak bertemu, kini yang dilihatnya adalah bagaimana keduanya bisa berbagi senyum. Dimana Krystal pun tak tahu kapan tepatnya perdamaian itu dimulai dari keduanya. Terdorong pikiran kacau yang menggelutinya beberapa bulan kebelakang. Dimana merupakan fase dirinya tertekan. Di hantui senyum Im Yoong oppa-nya yang tak lelah hadir, walau dalam wujud bayang sahaja.

Gadis muda bergelar bungsu dalam keluarga Jung itu, tak harus lagi mengakui bagaimana rasanya ia kehilangan sosok pria bermata rusa di hadapannya sekarang ini. Sosok yang bahkan menjadi alasan terkemuka mengapa Krystal bisa dengan berani bersikap dingin terhadap Jessica. Hanya karena terbias kecewa akan sikap Kakaknya itu.

Sebelum berbicara, tangan Yoong sempat mengusap lembut kepala Krystal, tentu tak meninggalkan senyum khasnya yang menyeret mata rusa pria Im itu merekah.

"Tak lama setelah kejadian oppa yang keluar dari rumah, kami berbaikan, Soojung."

Lembut kata yang terlontar. Namun tak cukup membuat Krystal merasa puas. Gadis itu bergeming dalam pikirannya yang beraktifitas. Sejujurnya, sikap permusuhan yang lama membentengi Jessica yang kini luruh itu menjadi hal yang sangat berkesan. Namun, Krystal tak segan di takuti bayangan jika Yoong kembali di sakiti. Bagaimana, jika oppa-nya itu lebih jauh meninggalkannya? Dalam hidupnya Krystal tak ingin sesuatu seperti itu hadir.

"Bisa secepat itu ya?" hembusan nafas berat Krystal menjadi petunjuk bagaimana ekspektasi dari gadis itu sebenarnya tak jauh dari kata kecewa. "Kejadianmu yang meninggalkan rumah bahkan masih menggerogoti kepalaku oppa,"

Krystal lagi-lagi mengeluarkan nafasnya yang entah itu sedang dalam kontrol yang baik atau tidak. Yang jelas, gadis bertubuh molek itu tak habis dibuat berpikir. Im Yoong, pria asing yang terhempas begitu keji dari rumah besar keluarga Jung itu berhasil meraup tawa yang biasa terdengar dalam rumah tak ayal menjadi kesunyian bak dalam hutan.

Bukan Krystal tak ingin masalah kerenggangan hubungan Yoong dengan kakak perempuannya itu redam. Namun, inilah dia, yang masih tak percaya masalah besar itu cepat larut dan sirna tanpa ia ketahui.

"Jika sudah begitu, mengapa tak pulang? Kenapa tak kembali saja ke rumah, oppa? Kau harus tahu, appa dan eomma sangat merindukanmu, a-aku bahkan teramat sangat merindukanmu.."

Tubuh Krystal berguncang. Di ujung kalimat, Krystal bahkan hanya mampu bergumam seiring hawa panas dalam matanya itu terpaksa mengaliri pipinya. Basah, ia tak kuasa menahan tangis rindu yang sejujurnya menyiksa dirinya dalam kurun waktu yang lama. Suara, wajah, bahkan kerutan kecil pada senyum yang hadir dalam tarikan mata Yoong, begitu Krystal rindui.

Terlintas sekelebat wajah appa-nya yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan cara menyendiri selepasnya Yoong menghilang dari mata pria paruh baya tersebut. Tak memungkinkan jika hal yang sama mengarungi hati eomma-nya yang bahkan tak ubahnya menjadi pekerja keras yang mencoba menyibukan diri dengan perkerjaan, bermaksud mengusir perasaan yang sama dengan yang di alami Krystal.

Di luar kuasanya Krystal tak tahu pengaruh Yoong sebegitu banyaknya.

Detik yang berjalan tak urung membuat tangis Krystal lenyap. Untuk yang kali ini, Krystal tak peduli jika seisi kantin menatapnya bertanya, mengapa dia menangis? gadis primadona sekolah itu hanya ingin melenyapkan segala apa yang menimbun perasaannya dengan menuntaskan tangisnya tanpa di paksa berhenti.

All Of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang