Zone Friendship

1K 117 47
                                        































Jika kemarin akalnya gelisah, kini hatinya bergejolak dan nyaris tak terbendung. Berkali-kali Yoong mencoba mencari fakta yang terasa mustahil tuk dapat di indahkan mata. Kenapa? Karena perubahan Jessica yang terlihat fatamorgana menggugah keganjilan yang memenuhi dada. Dan ralatnya Yoong baru menyadari satu sisi yang itu.

Ini bukanlah satu keluhan yang semestinya ada. Bahagia telah bertamu, lantas haruskah Yoong mengusir kebahagiaan nya dan kembali dengan ritme keterpurukan yang menyakiti? Tidak! Dengan tegas dan lantang Yoong menolaknya mentah-mentah.

"Sooyeon-ah, bagaimana kabar sekolah selama satu bulan ini?"

Secuil kemalasan pada raut wajah terselip dalam keelokan Jessica. "Seharusnya kau juga tahu kalau saja.. kau tak pindah dari sekolah ini"

Gadis primadona itu lantas menopang dagunya di atas meja kantin dengan retina yang terjaga memandangi pria beriris rusa dihadapannya. Datar, tanpa ekspresi menggemaskan yang Jessica miliki.

"Kenapa harus pindah dan menghilang huh? Tak cukup kemarin kau pergi begitu saja?" Lanjutnya tegas, mengancam dengan harmoni lirihnya.

Binar kekecewaan mengambang dalam iris sendu Jessica. Mata remangnya sontak, menyudutkan Yoong yang kembali terkerumun oleh rasa bersalah. Menarik sudut pandang yang sama. Tak seharusnya saling menyalahkan siapa yang tersiksa dalam kecewa.

Kecewa, gusar, kehilangan, dan rasa bersalah menyala dalam dada kedua mahluk rupawan itu. Yoong dengan sakit hatinya, Jessica dengan perasaan bersalahnya. Bukankah itu sebanding?

"Bukankah itu permintaanmu Sooyeon... Hanya itu yang dapat aku lakukan untuk membuatmu bahagia. Apa itu salah lagi di matamu?" terbit sudah getaran hampa Yoong dalam berujar.

Bulu kuduknya unjuk diri bersejajar rapi dalam suasana tenang nan mencekam. Saling beragumen dan pasti akan menjurus kepada perdebatan. Yoong menginginkan pertemuan yang lebih asri bukan kembali menghadapi Jessica yang bersikap seperti kritikus.

"Apa aku terlihat bahagia? Terlebih kau tidak lagi peduli pada eomma, appa dan Soojung. Yoong... Apa tak terpikir olehmu, setelah kau dimakan antah berantah mereka tersenyum palsu kepadaku?"

Pundak Jessica melemas. Kepala dengan geraian rambut yang terbebas ikut tertunduk menahan kata dalam berucap. Buyar sudah segala keegoisan yang merajalela. Pepatah tak pernah di cap salah pernyataannya. Mengapa? Karena penyesalan selalu menempatkan diri di akhir narasi.

Jessica membenarkan kesuraman pada keluarga Jung seiring mengental dengan keputusan Yoong yang nyatanya tak sejalan. Ekspresi tak menyenangkan lantas tercuat pada wajah-wajah pihak yang Jessica sayangi. Bukan alasan, raut yang terakit itu mewakili perasaan kecewa terhadap Jessica. Tidak menyalahkan, tidak pula menyatu sisikan Jessica dalam hal ini.

Jelas appa, eomma, baik Krystal sangat menyayangkan jalan yang diambil pemuda tampan yang Hobby tersenyum. Terlebih ia pergi tanpa pamit atau secarik hal lainnya yang menunjukkan bahwa Yoong akan beranjak. Jauh dalam relung rentetan manusia bermarga Jung itu tidak menyukai sifat Jessica yang sering lepas kendali.

Bibir tipis Jessica layaknya silet. Siap menyayat siapapun yang menghalangi dia dalam berkata. Dan korban nyatanya jelas pria muda ini. Pria muda beriris rusa yang kaya akan cinta dan sebongkah senyum yang menghangatkan. Pantaskah Yoong memikul lontaran kata Jessica yang faktanya begitu nyeri nan memilukan?

Intinya, karena sifat kelonggaran bibir Jessica dalam berujar itu berhasil menempas Yoong pergi dalam kehampaan. Lagi pula, Yoong tidak akan berbohong bahwa ia hancur untuk yang kesekian kalinya.

All Of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang