eps.7

73 9 0
                                    

Coba 3
( jauh atau dekat)

Mungkin kalian biasa anggap aku gila atau tak waras. Biasa saja kalian panggil aku tukang PHP atau semacamnya itu. Tapi, kesetian seorang pria itu selalu diuji, bagaimana dia menyikapinya?itu adalah tantangan tersendiri. Setelah semalam suntuk berfikir, mungkin jauh darinya adalah pilihan. Sang waktu, akan memberiku jawaban ketika aku menjauh.

Tapi, bisakah aku melihat duniaku sejenak. Walau tak bisa terungkap lewat kata setidaknya nada-nada itu bisa mengatakannya. Seperti, merpati yang terbang jauh namun,  dia pasti akan kembali karena rumah adalah tempatnya untuk pulang.

"Lo masih mau menghayal lagi, gue heran kenapa lo bisa nyasar di ips nggak di bahasa"Pandu mulai mengoceh yang hanya aku diamkan saja. Sambil mengotak-atik gitar nggak jelas. Dia melihatku dengan tersenyum kecut. "Gue heran sama lo, banyak cewek yang mau jadi pacar lo. Tapi, kenapa lo malah menolak mereka?lo nggak homokan. "

"Udahlah, lo mau tanya dia sampai lo ubanan pun nggak bakal dijawab. Si mr. Misterius ini penuh dengan rahasia."ucapan Hera membuatku melirik sebelum aku letakan gitar itu dibangku dan pergi dari kelas.

"Lo mau kemana"tanya Pandu setengah berteriak.

"Mau cari jawaban"

Aku langsung berjalan nggak tahu kemana sebelum sampai arah Kantin aku melihat Fandy yang sedang jalan sendiri.  Dengan cepat aku menepuk pundaknya yang membuat dia berteriak nggak jelas.

"Lo mau buat gue jantungan"ucapnya yang membuatku sedikit tertawa.  "Ngapain lo negur gue, oh gue tahu lo pasti terpanah dengan penampilan baru gue."

Aku melihat segerombolan cewek dari Kantin aku tahu dia ada disana karena mereka adalah teman sekelasnya semua. Lagipula dia tinggi jadi aku bisa melihatnya, sebelum benar-benar berpas-pasan dengan dia.

"Rambut lo kenapa bro?"ucapku saat dia benar-benar melewatiku.

"Wah, lo beneran terpesona sama penampilan gue. Baru potong,  cakepkan gue"

"Emang nggak bakal dimarahin. Itu rambut lo bikin kaya sapu ijuk  gitu. "

"Anjir, kirain lo mau muji gue"

"Bercanda."

Dengan cepat Pak Di menarik telinga Fandy dari samping yang membuatku sedikit terkejut juga.

"Sia.... "Terdiam. "Eh pak Dimas, good morning pak"

"morning, kamu tahu kesalahan kamu apa? "Tanyanya.

"Nggak pak"

"Kok bisa, kamu anak sekolah apa tidak"ucapnya menarik telinganya makin keras. "Sekarang ikut saya."

"Tunggu pak, salah saya apa pak?"

"Kamu itu hanya ikut keruang guru, nggak digelandang kekantor polisi. Udah ikut saya"

"Pak jawab dulu dong"

"Lihat rambut kamu,"

"Oh rambut, bilang pak. Saya mah kalau dikode nggak ngarti. Gimana bapak ini? "

"Siapa juga yang ngode kamu?"

"Tapi, pak ini sepenuhnya itu bukan salah saya."

"Terus"

"Ini salah yang motong, mau aja saya suruh potong begini"alasannya membuatku sedikit tertawa. "Yang gila mah berarti bukan saya kan pak"

"Itu kepala siapa?"

"Saya pak"

"Terus, yang bego siapa?"

"Saya juga pak"

"Udahkan ngaku bego, sekarang ikut saya. Nggak usah banyak alasan. Apalagi kata tapi"ucapnya yang membuatku sedikit tertawa. "Kepala sendiri masak mau dibuat acak-acakkan kaya gitu"gumannya.

Aku berjalan menujuh kelas kembali, dan masih dalam fikiran yang sama. Mencoba jauh darinya itu hal utama, daripada aku harus menyakitinya dengan hal-hal yang akan membuatnya geer nanti. Tapi, apa aku mampu untuk melakukannya?rasanya aku seperti terobang-ambing ditengah samudera lepas.

☁☁☁

Dikelas aku melihat Pandu yang heboh sendiri, kurasa ada yang nggak beres.  Dan benar kalau air minum yang aku taruh diatas meja tumpah begitu aja.

"Selametin itu dulu, file lo yang penting"ucapku menunjuk laptop yang hampir terkena air. "Habis itu lo ambil pel, biar sisanya gue yang beresin."

Kami sibuk dengan mengurusi bangku yang basa, untung hari ini gurunya ijin nggak masuk.  Dan semua murid pada lari kekantin. Nggak tahu juga,  guru pada nggak masuk padahal hampir jam istirahat ke 2. Aku sibuk dengan dia dan tanpa aku sadari dia lewat dibelakang kelas.

"Tam"dia menunjuk arah jendela yang membuatku langsung mengarah ketujuhanku. Aku tidak tahu namun, itulah yang aku lihat canda dengan senyum yang dipaksakan. "Udah, beresin lagi. Nggak hilang kok"ucap Pandu yang langsung aku sodok dengan gagang pel namun, sayang dia begitu gesit.

Akhirnya semuapun beres, kini kita berdua duduk didepan mushola sambil melihat kearah langit, aku tidak yakin juga tapi, di mushola tempat yang nikmat untuk mencari ketenangan.

"Lo masih nggak mau mendekat"

"Gue mau lari"pernyataanku seakan membuat matanya melebar semua. "Jika, berlari gue bisa tahu jawaban atas teka-teki gue selama ini. Mungkin itu yang bakal gue lakukan tapi, gue nggak tahu jika semau itu akan terjawab"

"Pusing gue ngomong sama lo. Udah, ah gue mau cabut. Biasa jam terakhir lo tahu sendiri teknologi is my life."

Dia meninggalkan aku begitu saja saat aku berdiri dan ingin melewati koridor kelas 10 aku melihat Kania yang berjalan ke mushola dengan cepat aku berjalan melewati semak-semak disamping mushola dan bergegas pergi.  Aku tidak tahu apa yang akan dia fikirkan tentangku yang pasti.  Aku harus menjauh dari dia agar dia tidak pernah punya rasa padaku. Tapi, kenyataannya semua itu tidaklah benar, dia malah makin dalam mencintaiku.

Saat itu yang aku inginkan hanya lari, lari dari kenyataanku sendiri. Kenyataan yang aku pungkiri, kenyataan yang membuatku menjadi orang terbodoh. Karena melepas cinta yang mereka berikan padaku dengan tulis tapi, mana bisa aku menjadikan mereka kekasihku. Aku hanya ingin mencari cinta terakhir bagiku bukan cinta yang membuatku nyaman terus kubuang. Bukankah itu lebih sakit dari pada sekadar mengagumi. Cinta diam-diam bukan berarti dosa hanya waktu, yang belum bisa untuk menyatakannya. 

Setiap kali wanita yang dekat denganku berkata bahwa aku hanyalah tukang php, playboy, wajarlah anak band. Itulah yang ada dimata mereka karena tidak sepunuhnya mereka tahu tentangku.  Bukan berarti gitari itu playboykan, mungkin memang benar anak band terkenal dengan segerombolan wanita tapi, apakah harus mereka menjadi kekasih kita. Jawabannya kalian bisa isi sendiri dengan opini kalian masing-masing.

  Berjalan menjauh darinya saat itu adalah pilihan, pilihan yang membawaku pergi pada cinta dan kembali pada rindu. Kalian tahu apa yang lebih menyiksa dari sebuah rindu? Ada namun,  tak mampu menyapanya.

☁☁☁

KITA DAN WAKTU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang