eps.14

52 7 1
                                    

Waktu

Pagi itu entah kenapa aku bersemangat untuk sekolah dan itu tidak biasanya aku lakukan. Aku mengambil jaket marunku dan jam tangan yang jarang aku pakai namun, sekarang sering aku pakai. Ah, ngmong apa sih?tapi, entah apa yang membuatku bersemangat kali ini. Padahal kemarin aku melihat dia tengah asik dengan Dimas kurasa.

Aku berjalan begitu santai seperti biasa lebih 5menit aku baru sampai jika, tes begini aku tidak akan disuruh lari lapangan. Biar nggak buang waktu. Hal yang membuatku senang hari ini ketika Dimas tidak lagi mendekati Kania dan sibuk dengan Osis.

"Tam"suara itu membuatku melihat kesumber suara dan sedikit melirik ke arahnya. "Tam, nanti pulang gue bareng ya sama lo"

Aku melihat Bulan yang membuatku sedikit merasa terganggu. Merasa bahwa aku ini akan memberi dia harapan jika aku menerima ajakannya. Tapi, kalau tidak aku akan dianggap cowok jahat.

"Sorry Bul, gue udah ada janji sama seseorang."

"Siapa?"

Sebenarnya itu hanya alasanku saja, aku malas jika pulang harus mengantarnya. Jika aku jawab Pandu dia tidak akan percaya. Pandu bahwa motor sendiri dan hari ini aku juga bawa motor sendiri. Apa yang harus aku lakukan?

"Hai, nanti pulang sekolah jadikan"ucapku padanya. Dia menatapku begitu heran dan bingung. "Gue nanti ke kelas lo maksud gue ruang tes lo sekali ketemu Pandu. Jangan lupa ya Kania"

Kania terdiam melihat kepergianku aku hanya mampu menarik nafasku berat. Rasanya aku telah melibatkan dia dalam masalah saja.

☁☁☁

Hujan mulai turun begitu deras aslinya ini adalah waktu yang tepat untuk membuat alasan pembatalan dan langsung pulang tanpa menemui kania juga. Parkiran masih sepi karena mereka memilih menunggu hujan reda. Pasti banjir sudah menggenang dimana-mana jadi mustahi jika pulang sekarang.

"Waktu yang salah atau kesepakatan itu yang hilang"suara itu membuatku terdiam. Aku tidak bisa berfikir apapun kala itu. "Gue sih nggak maksa kakak buat nepatin janji tadi. Lagipula, kita tidak saling kenalkan."

Diam

"Kamu itu kaya langit. Sulit di tebak apalagi harus diraih"

"Maksudnya?"ucapku tak mengerti

"Kita itu kaya waktu, terkadang lambat kadang cepat. Kadang membingungkan kadang membahagiakan. Tapi,aku rasa waktu kita seakan salah termasuk hari ini."

"Lo mau pulang bareng"

"Nggak, hari ini gue udah ada janji sama Dimas. Ah, kenapa gue harus bilang ya? Lagipula lo siapa-"

"Gue tepatin janji gue"potongku

"Maksudnya?"

Tanpa basa basi aku melepas jaketku dan memasangkan kepadanya. Aku melihatnya yang melihatku, aku tutupkan tutup kepala itu dan langsung menariknya menembus hujan. Entah, apa yang membuatku bisa segila ini. Dia memegang lenganku, badanku sudah basah karena hujan mengguyur sangat deras.

"Lo udah gila ya,  hujannya deras banget"ucapnya

Aku tidak pernah melihat wajah sekhawatir itu semuanya rasanya menyenangkan ketika ada seorang yang mengkhawatirkan aku tanpa melihat apapun dariku.

"Kak, kita balik..."

"Udah terlanjur kita lanjut aja"

Dia hanya menarik nafasnya dan mengikuti ku naik ke motor. Kita menelusuri jalanan dengan hujan yang mengguyur sudah seperti film saja namun,  memang aku yang tidak mau berteduh. Aku menelusuri segala arah tujuan. Beberapa kali dia berbicara namun, seakan hujan membisukan segalanya yang ada hingga ku lambatkan laju motorku dan mulai bertanya pada dia.

"Lo ngomong apa tadi"

"Kita neduh dulu aja, hujannya makin gede. Nanti kakak sakit"ucapnya setengah berteriak.

"Gue suka hujan, lo juga kan"

Kania terdiam seolah berfikir bagaimana aku bisa tahu dia suka pada hujan. Namun, kali ini dia seakan tak suka hujan wajahnya begitu khawatir hingga membuatku sedikit bersalah juga.

"Lo tahu nggak, kenapa hujan turun hari ini?"tanyaku yang membuatnya menggeleng pelan. "Jawab dong"

"Udah"

"Kapan?"

"Tadi"

"Masa"

"Iya"

"Kok nggak denger"

"Orang aku ngeleng"

"Ya udah jawab"

"Jawab apa?"

"Jawab aja"

"Aja apa?"

"Apa-apa aja"ucapku yang membuatnya sedikit tertawa.

Kisah seperti ini sebenarnya malas juga untuk diceritakan. Namun, rasanya akan menyenangkan jika bukan hanya aku yang mencintainya. Atau sebenarnya dia masih punya rasa, aku berharap dia tidak akan mendengar detak jantungku karena hujan. Aku masuk ke area rumahnya yang membuat dia menatapku heran. Aku berhentikan motorku didepan rumahnya dan dia lekas turun dari motorku.

"Makasih kak"

"Sama-sama"ucapku yang ingin bergegas pergi.

"Kak"

"Iya"

"Eh, hati-hati ya. Cepat sampek rumah terus keringkan rambut dan badan. Besok masih tes akhir."

Dia beranjak masuk kedalam dan membuatku hanya tersenyum tipis. Rasanya perhatian kecil itu membuatku tersenyum begitu senang.

"Waktu memang terkadang membingungkan, dan hari ini aku percaya kebingungan itu datang disaat perasaan tak mampu untuk aku katakan."gumanku yang memandang tingginya langit.

Seakan warna hujan itu seperti suara yang membawa kesunyian serta kesepian namun, begitu membahagiakan. Apa karena ini orang banyak tidak suka hujan.

☁☁☁

KITA DAN WAKTU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang