EPISODE 8

1.3K 65 0
                                    

⭐ ⭐ Si Kembar -- spin off Serial BINTANG ⭐ ⭐

⭐ ⭐ ⭐

Matahari sudah tumbang di dinding barat saat aku membuka mata.
Mengerjap-ngerjap.

“Hei, akhirnya kamu siuman.” Seseorang menyapaku.

Aku menoleh.

Salah-satu pemuda yang terakhir kali kulihat sebelum pingsan menungguiku. Senang melihatku siuman. Tersenyum ramah.
Aku beranjak duduk. Teringat sesuatu, reflek mengangkat tangan, bersiap-siap atas situasi buruk.
Pemuda itu tertawa, “Tidak perlu cemas, dua Slon itu telah pergi.”
Slon?

“Iya, Slon…. Maksudku gajah. Begitu klan kalian menyebutnya, bukan?”
Aku mengangguk, menurunkan tangan. Teringat sesuatu lagi, bergegas menatap sekitar.

Ali, Seli, dua orang yang kucari duduk tidak jauh dariku. Bersandarkan stupa besar. Mereka juga barusaja siuman. Terlihat baik-baik saja. Pemuda yang lainnya sedang bercakap-cakap dengan mereka.
Eh? Aku menatap candi dengan heran. Tidak ada stupa yang bolong. Tidak ada puing-puing. Juga bebatuan. Candi ini kembali utuh. Juga hutan yang porak-poranda, danau yang berlubang, pegunungan salju yang sompal. Semua terlihat seperti sedia kala. Indah.

“Hei, Ngglanggeran! Apakah yang satu itu sudah siumana?” Pemuda di dekat Ali dan Seli berseru.

“Iya!” Pemuda di dekatku menjawab, sambal berdiri, “Ayo, mari bergabung dengan dua temanmu.”

Aku ikut berdiri. Mengikuti langkahnya.

“Kalian tidak apa-apa, Ali, Seli?” Aku langsung bertanya.

Ali dan Seli mengangguk.
Bengkak di paha kanan Ali sudah kempes. Seli terlihat sehat, wajahnya tidak pucat lagi.

“Mereka berdua memiliki teknik penyembuhan.” Seli berbisik menjelaskan.

Dua pemuda itu duduk jongkok di depan kami. Menatap bersahabat—syuk
urlah, mereka bukan musuh kami. Dalam kondisi yang lebih baik, aku bisa menatapnya lebih jelas. Wajah mereka berdua bagai pinang dibelah dua. Persis sekali.

“Teknik penyembuhan…. Apakah kalian dari Klan Bulan?” Aku bertanya.

“Klan Bulan? Oh, maksudmu klan yang tidak berpenghuni itu. Tidak. Kami tidak datang dari sana.”
Aku menatap penuh selidik lawan bicaraku. Klan tidak berpenghuni? Jelas-jelas Kota Tishri memiliki jutaan penduduk.

“Mereka berdua sepertinya datang dari dunia paralel yang lebih jauh, Ra.” Ali memberitahu.

Dunia paralel yang lebih jauh? Bukankah hanya ada empat Klan?
Sungguh tidak mudah mencerna informasi baru yang kudapatkan dari dua pemuda ini—meskipun Ali sudah membantu menyederhanakannya.
“Kita belum berkenalan secara resmi. Namaku Ngglanggeran.” Pemuda itu menunjuk dirinya, lantas menoleh ke samping, “Dia Ngglanggeram.”
“Apakah kalian kembar?” Seli ingin tahu.

“Kembar? Oh, maksud kalian binjak? Iya, kami memang kembar, binjak.” Ngglanggeran tersenyum.

“Tentang Klan, kami datang dari Klan Aldebaran.” Ngglanggeram menambahkan.

Aldebaran? Aku tidak pernah mendengar tempat itu.
“Itu bintang paling terang di konstelasi Taurus. Jaraknya 65 tahun cahaya dari Matahari. Salah-satu bintang dalam tata surya kita.” Ali berbisik memberitahu.

Aku menoleh kepada Ali.

Dari bintang lain? Si kembar ini alien?

Ali menggeleng, “Itu Klan lain yang ada di dunia paralel, Ra. Sama seperti Klan Bulan, Klan Matahari atau Klan Bumi. Mereka bukan alien seperti film-film. Konsepnya berbeda.”
Tapi bukankah Ali tadi bilang itu nama salah-satu bintang di galaksi Bima Sakti.

Spin off serial BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang