Episode 1

6.4K 186 18
                                    

Cerita ini telah dipublikasi oleh pihak resmi Tere Liye. Makanya aku berani memublikasikan cerita ini. Cerita ini hanya Spin off bukan berarti cerita ini sama dengan isi novel aslinya.

⭐ ⭐ ⭐

**episode 1

07.30. Boarding call.
Kami segera berbaris rapi menuju garbarata pesawat. Ada sekitar 40 murid sekolahku yang mengular di pintu pemeriksaan terakhir. Mengenakan seragam sekolah, jaket berwarna merah marun dengan logo sekolah. Ibu Ati, guru sejarah, memimpin rombongan, berkali-kali memeriksa tidak ada yang tertinggal.
"Berapa jam penerbangannya?" Ali basa-basi bertanya pada petugas yang memeriksa boarding pass.
"Tiga jam." Petugas tersenyum.
Ali menghembuskan nafas perlahan.
"Have a nice flight." Petugas mengembalikan boarding pass.
Aku tahu maksud wajah kusut Ali. Dia tidak suka berada di perut pesawat selama itu.
"Kita bisa tiba di kota itu tiga menit dengan ILY!" Begitu Ali bilang sebelumnya saat kami berangkat menuju bandara.
"Kita tidak bisa naik ILY, Ali." Seli mengingatkan, "Ini perjalanan karya wisata. Kita harus ikut rombongan. Bersama-sama dengan yang lain."
"Yeah. Itu akan membosankan sekali."
Di penghujung kelas dua, kami 'diwajibkan' mengikuti karya wisata keluar kota. Ada beberapa pilihan karya wisata di sekolah kami, orang tua Seli mendaftarkan Seli mengikuti program mengunjungi sebuah candi ternama di luar kota--Mama Seli yang memiliki klinik dokter tidak kesulitan membayar program itu meski mahal. Ali ikut mendaftar program yang sama--apalagi keluarga Ali yang super kaya raya, lebih tidak kesulitan membayarnya. Aku juga, meski itu harus membongkar tabunganku. Tidak mengapa, setidaknya aku tetap bersama mereka.
"Apa yang akan kita lakukan selama tiga jam di dalam pesawat." Ali mengeluh.
"Kita pernah berjam-jam di dalam kapsul ILY, melintasi lorong-lorong kuno. Tiga jam di pesawat tidak akan masalah, Ali." Aku yang menjawabnya.
"Yeah. Tapi di kapsul ILY aku bisa melakukan banyak hal. Membaca tabung ensiklopedi Kota Zaramaraz misalnya. Melakukan percobaan teknologi Klan Bintang. Atau kamu mengijinkanku mengaktifkan proyeksi transparan yang bisa dilipat di dalam pesawat, Ra? Mungkin pramugari mengijinkannya, itu bukan telepon genggam."
Aku melotot. Ali jelas tahu jawabannya. Itu terlarang. Si Biang Kerok ini sepertinya lupa, dia sendiri yang memutuskan untuk ikut program ini secara sukarela, tidak ada yang memaksanya.
"Apa serunya mengunjungi candi?" Tapi Ali tetap bersungut-sungut, melangkah melewati lorong pesawat, "Itu hanya candi tua, apa yang bisa dilihat dari bangunan tua. Dan hei, mereka akan menyuruh kita membuat laporan perjalanan, sejarah Candi, sejarah pembuatnya. Aku benci membuat laporan seperti itu. Seharusnya Seli memilih program yang lain."
Seli menyikutnya, menyuruh Ali diam, segera mencari kursi.
Kami terus berjalan ke belakang pesawat, tiba di pertengahan lorong, menemukan kursi, duduk berjejer bertiga berdekatan. Ali duduk di dekat jendela.
Aku ikut duduk, di pinggir. Seli duduk di tengah. Kami memasang sabuk pengaman. Memperhatikan yang lain. Ali memencet-mencet tombol di layar kursi, mencoba mencari tontonan yang menarik.
Penumpang sudah masuk semua. Pintu pesawat ditutup.
"Tidak ada yang seru." Ali berseru pelan, "Lebih baik aku tidur saja. Tolong bangunkan jika kita sudah tiba, Sel."
Seli mengangguk.
Ali memasang benda yang berbentuk 'kaca-mata hitam' di wajahnya, melambaikan tangan. Sekejap, dia sudah tertidur nyenyak.
Aku dan Seli saling tatap. Secepat itukah?
Itu pastilah "kaca-mata" dengan teknologi dunia paralel, membuat pemakainya segera tertidur. Si Jenius ini selalu membawa benda-benda eksperimennya. Tapi baguslah, dengan Ali tidur, kami tidak harus menanggapi keluhannya.
"Permen?" Pramugari melewati kursi kami, menjulurkan nampan kecil berisi permen.
Aku menggeleng sopan.
Seli juga menggeleng. Ibunya yang dokter sejak kecil tidak suka dia makan permen.
Pramugari tersenyum, pindah ke kursi lain.
Pesawat itu penuh. Teman-teman sekolahku ramai bercakap-cakap, menunggu pesawat siap berangkat.
Ali mendengkur. Kencang.
Seriusan? Aku dan Seli kembali saling tatap. Si Biang Kerok ini, bahkan saat tidur pun tetap menyebalkan. Dia seharusnya membuat alat yang bisa menghilangkan dengkurannya saat tidur.
Pesawat mulai bergerak menuju runaway.
Here we go, kami akan melakukan petualangan berikutnya. Ini bukan perjalanan menuju Klan Bulan, Klan Matahari atau Klan Bintang yang ada di perut bumi, ini hanya karya wisata ke candi yang amat terkenal itu. Tapi tetap saja sebuah petualangan--sekaligus liburan.
Aku dan Seli tersenyum. Ini akan menyenangkan.
Kami benar-benar tidak menduga, beberapa jam lagi, kami akan bertemu dengan sebuah misteri lain dari dunia paralel. Bukan di klan-klan itu, tapi di sini, di Bumi, di klan kami sendiri. Dan itu tidak menyenangkan.

⭐ ⭐ ⭐

Spin off serial BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang