Meski terpaksa, aku harus mengenakan pakaian kumal dan wajahku dirias sedemikian rupa agar tampak pucat. Sehelai kain kugunakan untuk menyamarkan wajahku dari orang-orang yang mengenalku-terutama Nancy.
Seakan aku harus benar-benar menghayati peranku sebagai seseorang yang tersesat dari negeri nun jauh di negeri antah brantah-persis seperti yang kualami.
"Sebenarnya aku ingin menggantikan posisimu. Namun, aku tak tahu pasti seluk-beluk kerajaan api, berbeda denganmu," kata sang penasihat.
Aku terdiam beberapa saat. jemariku gemetaran dan dahiku bercucuran peluh. "Aku takut ia mengenaliku. Masalahnya pasti akan semakin runyam."
"Aku yakin ia tak akan mengenalimu. Kau hanya perlu merubah suara dan bertindak sealami mungkin," nasihatnya.
Aku mengangguk meski ragu-ragu, sebelum akhirnya melangkahkan kaki menjejaki anak tangga pesawat tak kasat mata.
"Aku menaruh harapan padamu, Melly!" serunya.
"Aku berjanji tak akan mengecewakanmu."
Pesawat tak kasat mata yang kutumpangi melesat di angkasa. Aku mengagumi kecanggihan tekhnologi klan air. Terdapat monitor kecil di dalam pesawat yang dapat mengabulkan apa yang diinginkan seseorang, cukup hanya dengan membayangkannya saja. Dalam hati, aku membayangkan apa yang kuinginkan. Sepersekian detik setelah memikirkannya, ternyata apa yang kuinginkan terwujud. Dihadapanku, dua sosok yang kurindukan berdiri seraya mengulum senyum.
"Kau pasti dapat melalui ini semua, Melly!" kata ayah.
"Semangat! Karena tak akan ada hasil yang menghianati usaha keras," imbuh ibu.
Saking bahagianya dapat berjumpa orangtuaku, aku langsung menghambur memeluk mereka. Namun, yang kudapati hanya menyentuh udara kosong, menembus bayangan mereka yang kian lama semakin memudar.
"Doakan aku cepat kembali!" pintaku lirih.
Akhirnya bayangan mereka lenyap dari pandanganku.
Dalam layar monitor, aku membaca tulisan, 'Waktu mewujudkan keinginan telah berakhir. Bayangkan kembali apa yang kau harapkan untuk mendapatkannya!'Aku merutuk dalam hati, "Secanggih apapun tekhnologi klan air, tetap saja tak dapat mengembalikan orangtuaku di sisiku."
~*~
Dengan langkah berdebar, aku memasuki gerbang masuk kerajaan api. Belum sempat kakiku melangkah masuk, dua penjaga gerbang yang tadi terlelap kini menegurku. Dengan terburu-buru, segera aku memperbaiki posisi kain penutup wajahku, agar mereka tak mengenaliku.
"Apa tujuanmu datang kemari?" salah seorang dari mereka mengintrogasiku.
"Ehm. Aku tersesat. Dapatkah aku bertemu Putri Nancy? Mungkin dia dapat membantuku," ucapku terbata-bata.
"Dia tak dapat diganggu. Enyahlah!"
"Kumohon... " lirihku berusaha mengiba.
Disaat itulah aku melihat Nancy berjalan ke arah pintu gerbang
-memastikan kerusuhan apa yang terjadi. Aku semakin merapatkan kain penutup wajah dan menyeka keringat yang membasahi dahi. Semoga dia tak mengenaliku."Jangan usir dia! Suruh dia masuk!" seru Nancy.
"terima kasih," kataku seraya melangkahkan kaki lebih cepat agar dapat mensejajarinya.
"Sama-sama."Ia mengajakku ke ruang makan, menjamuku dengan berbagai macam hidangan, seakan aku adalah tamu kehormatan padahal pada kenyataannnya tak lebih dari seorang penghianat yang diusirnya semalam.
"Nikmatilah semua hidangan yang telah disediakan. Jika sudah selesai, temui aku di taman," kata Nancy sembari berlalu.
Aku mengangguk.Setelah memastikan tubuh Nancy tak tampak dari pandanganku, aku menoleh ke sekitar. Lengang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Ilusi (Hiatus)
FantasiMelly namanya. Seperti kebayakan remaja lainnya, dia belum mengenal jati dirinya yang sesungguhnya. Berawal dari kegemarannya membaca buku di perpustakaan kota, dia "diharuskan" berpetualang megunjugi klan tetangga. Perdamaian keempat klan dipertaru...