Namanya Delvina el-Azzam, bekerja sebagai jurnalis di majalah D'Islamic dengan dua rubrik khusus. Tentang Dunia Islam dan Opini. Ia punya idealisme untuk mengislamkan pers Indonesia. Jika ia tak mampumencapai ini, minimal ia mengislamkan pers dimana dia bekerja, yang sepenuhnya belum Islami. Inilah kata-katanya yang selalu lancar keluar dari lisannya. Tanpa rem sedikit pun, yang sesuai karakternya.
Kata mereka, Devin tomboy dengan baju khasnya, celana training longgar, baju kaus sporty lengan panjang, jaket khas anak muda, rambut panjang yang ditutupi topi pet putih plus ransel kecil yang berisi perangkat jurnalis. Namun, itu gambaran Devin beberapa bulan lalu. Hari ini Devin mengganti topi pet itu dengan jilbab yang menutupi rambutnya.
Awal hijrahnya bermula dari keberadaan email Av-Rous yang mengirimkan taushiyah-taushiyah yang perlahan merubah pemikiran juga penampilannya. Ialah murabbi maya bagi Devin yang sukses merubahnya untuk berhijab.
"Devina, anti adalah seorang muslimah yang cerdas, rambut adalah mahkota wanita yang wajib dijaga dari pandangan lelaki. Bukalah tafsir al-Qur'an surat al-Ahzab. Di sana Allah telah memerintahkan kaum wanita menutupnya, temukan makna hidupmu Devina, jurnalis kebanggaan D'Islamic..."
Inilah tulisannya untuk Devin ketika Devin membuka email beberapa bulan lalu, tatkala ia berniat mem-publish tulisannya tentang Gaza. Email yang membimbing tangannya membuka tafsir yang disebutkanbdan menyelami samudra kalam Ilahi itu dengan baik, sampai Allah membuka hidayah untuknya. Dan Devin berharap suatu hari nanti ia menemuinya untuk ucapan terima kasih.
Ya..., kapan dan di mana Allah akan mempertemukannya nanti. Devin penasaran dengan rupanya, lewat kesantunan katanya.
"Devin!" Panggilan itu kembali terdengar, menahan langkah yang hampir mendekati pintu.
"Apalagi, Keira?" hembus napas Devon, kecil. Keira adalah sahabat terbaiknya yang bekerja sebagai staf ekonomi yang selalu ingin menjadi biro jodoh untuknya. Darinya, Devin mengenal nama-nama jurnalis media lain.
Ada Adam dengan idealisnya yang oke, bekerja sebagai penulis freelance di koran ibukota, ada Tora yang bangga dengan segala kecerdasannya mengolah kata dan data, ada Bintang dengan segala label ke-Islamannya yang kental dengan kaca matanya yang selalu nangkring hidungmya juga menjadi penghias di rambutnya, ada Daffa dengan potensi jurnalisnya yang gemilang, ada Faza dengan ke-cool-annyavyang juga sangat bangga dengan atribut ke-Islamannya, dan ada adam-adam lainnya yang sudah terlupakan. Dan kini, ia tengah berusaha kembali menjodohkannya dengan Faiz. Siapa orang ini, Devin pernah tahu dan selalu ingin tahu bagaimana cara seorang Keira mengenal mereka. Segitu familiarnyakah Keira?
"Sampai kapan sih dirimu nolak terus?"
"Sampai Allah mengutus orang terbaik untukku tanpa proses yang kamu maksud," balas Devin, menarik seulas senyum.
"Tapi..." bibir Keira mulai terbuka untuk menyuarakan isi pikirannya. Namun Devin lebih cepat membuka mulut.
"Atau, kamu buka aja pekerjaan sampingan, menjadi biro jodoh, cocok kok, tapi biro jodoh yang nggak laku... Hehe..." tawa Devin melemparkan canda, lalu melanjutkan langkah, meninggalkannya dengan bibir yang mencucu lucu. Huh! Desah ini keluar kembali.
"Sorry Ra...," batinnya, terus melangkah dengan langkah santai. "Aku memang baru belajar menemukan sat per satu mozaik-mozaik kebaikan yang berserakan dengan beragama pengetahuan dalam Islam. Aku ingin memegang apa yang ku ketahui dengan baik, belajar setahap demi setahap untuk agama ini. Karena aku ingin benar-benar menemukan hidayah ini sendiri, hingga hujamannya tak dangkal dengan akar-akar yanglemah tanpa fondasi yang kuar. Jadi, pahami aku Ra..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaza I'm Coming
SpiritualDi Tengah Desingan Peluru, Cinta Itu Bersemi.. ••••• "Kamu ingin meliput Gaza?" tanya Devin pasti, hingga ia terlonjak dari duduknya. "Ya. Aku ingin menaklukkan Gaza dengan kameraku ini," balasnya meyakinkan. Sungguh, ia seperti aku.. Dengan gelega...