(h)

541 21 2
                                    

Selepas subuh, Devin langsung keluar dari kamarnya,  menghirup udara segar Mesir tanpa lupa mengenakan jaket. Udara Mesir tengah memasuki musim dingin dengan suhu 20 derajat celcius.

Di sana Devin menemukan Misy'al yang melangkah menuju penginapan setelah menunaikan shalat subuh. Langkah keduanya berpapasan, namun tak sekalipun ia menoleh ke arah Devin. Devin mafhum, ada yang terjaga dari Misy'al.

Namun begitu, ia mengingat percakapan tadi malam, Devin menjadi greget dengan sikap Misy'al yang biasa.

"Apa dia sudah tahu? Kalau sudah tahu kenapa bisa setenang itu? Sumpah, aku benar-benar berat dengan semua!"

"Hu...uh!" gregetnya, terus melangkah dengan mensidekapkan kedua tangannya di dada, menghalau dingin yang datang. Siang ini semua akan berangkat menuju perbatasan Rafah sebelum menuju perbatasan Gaza, jadi Devin menyempatkan melihat sejenak suasana Mesir di pagi hari, Mesir memperlihatkan aktivitasnya karena mereka baru memulai semua agak siangan, tidak seperti Indonesia. Devin membayangkan Mesir beberapa abad yang lalu, dalam kepemimpinan Fir'aun dan zaman modern sekarang.

Fir'aun? Huft, zaman sekarang masihkah ada? Reinkarnasi dari wujud atau sifatnya, apakah ada? Jika keberadaan Israel sekarang yang terus menggempur bumi Pelestina, mungkinkah gambaran kesadisan Fir'aun dahulu ada pada mereka? Pada pemimpin-pemimpin yang tidak ridha Islam berdiri kaffah? Pikir Devina menghubungkan satu demi satu, mengiringi langkahnya. Hm, mungkinkah?

Di belakangnya, Misy'al berhenti sejenak, memutar tubuh. Mengantar langkah Devina dengan mata elangnya.
Devin tak menyadari itu karena lebih fokus pada analisisnya. Analisis seorang jurnalis yang mencoba menemukan satu per satu mozaik keyakinannya yang terus tumbuh subur.  Pada intinya, Devin kesal setengah mati dengan lelaki cool itu. Kesal!

Devin baru kembali ke penginapan tepat pukul 08.00 waktu Mesir, ketika semua tengah sarapan menu Indonesia yang disediakan pemilik penginapan. Amazing bukan?
Jauh dari Indonesia, namun makanan khasnya ternyata tersedia oleh mereka yang tinggal di Mesir dalam rangka rihlah ilmu. Wow, surprise!

"Kok nggak ngajak-ngajak Vin?"

Devin mengulum senyum dengan pertanyaan dokter Zakia, lalun menjawab pelan.

"Tadi nggak kepikir mau terus sih, cuma kebawa alamat kesal..."

"Kesal dengan perihal tadi malam?" ungkit dokter Zakia menyodorkan minuman hangat begitu Devina duduk tenang di sampingnya.

"Hah?  Tadi malam? Nggak..." geleng Devin akhirnya, karena memang Devin bukan kesal karena itu, melainkan kesal dengan mahluk cool yang selalu menundukkan kepala itu.

"Gimana jawaban dari pemikiran dan istikharah anti?"  Devin memejamkan matanya, nggak semangat dengan pembahasan ini, ini pertanyaan yang keluar dari lisan dokter Ibnu. Devin menggeleng pelan, menegung air mineral yang ia bawa. Dokter Zakia tersenyum kecil melirik Misy'al. Dari lirikannya, Devin berharap Zakia tidak menyampaikan itu, please... Tapi...

"Akhi.. Bagaimana dengan antum?" dokter Ibnu yang memulai. Devin menatap Zakia, meminta padanya mencegah perbincangan sensitif ini, namun percuma, Misy'al telah menjawab, yang hasil dari jawabannya justru membuat mata Devin terbelalak.

"Bismillah, demi keizzahan seorang muslimah... Insya Allah siap.."







•••••


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Tadaaa...
Bisa update lagi sore hari ini...
Jadi nyempet2in 3 part buat kamu yang lagi nunggu... ☺
Alhamdulillah... 😌
Minta maaf yah untuk yang nunggu updetan,
InsyaAllah bisa updatenya seminggu sekali,
Dikarenakan satu dan lain hal yang tak mampu dijelaskan oleh saya... 😂
Terima kasih sebelumnya bagi yang setia nunggu dan baca cerita ini, walau bukan karya sendiri.. 😂😂😂

•••••

Baper eeeih,
nyari yang kayak Misy'al gini ke mana yah??? 😍
Nanti yah buat respon Devinanya, 😁
insyaAllah update lagi... 😉

Sekian dulu...
والسلام

Gaza I'm ComingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang