(i)

630 26 2
                                    

"Bismillah, demi ke-izzahan seorang Muslimah.. Insya Allah siap......"

•••••

"Apa?" delik mata Devin, menatapnya yang tetap seperti semula. Tunduk dan tunduk. Santai banget! Persis kayak orang di pantai-pantai.

"Kenapa Vin?" tanya dokter Ibnu yang beralih kepadanya. Devin menggigit bibirnya kelu, keputusan yang sangat berat kini bermain di pikirannya. Sungguh berat, melebihi penagihan utang sekalipun.

"Apa ini harus?"

"Menurut anti?"

"Dua pekan aja kan?" tatap Devin pada kedua dokter ini.  Dokter Ibnu juga Zakia mengulum senyum untukDevin. Devin mengerutkan kening.

"Lihat saja nanti..." Jawab mereka, yang pada akhirnya membimbing kepada Devin melirik pada wajah cool yang menyamping itu. Wajah tampan dengan rahang kukuhnya yang begit kontras dengan body atletisnya yang selalu ditutupi jaket.

"Okey..." Jawab Devin pada akhirnya. Dua pekan adalah waktu yang telah ditentukan kantor untuk Devin dan Misy'al, dan karena dua pekan inilah, Devin akhirnya menyanggupi ide dokter di depannya ini, yang sontak mengucap syukur dengan jawabannya ini.

"Kita ke KBRI sekarang untuk prosesi ini, karena empat jam ke depan kita sudah harud memulai perjalanan"

"Apa?" Delik mata Devin kembali, shock!

"Tunggu!"

"Apa lagi Ukh?" senyum Zakia.

"Wali nikahku? Aku kan perempuan" ucap Devin, berharap mereka membatalkan semua. Sumpah, aku belum memiliki feeling dengan mahluk cool ini!

Zakia menatap Devin, menepuk punggungnya lembut.

"Orangtuamu sudah menyerahkan semua pada wali hakim, karena mereka memiliki kendala untuk hadir." Keterangan ini cukup membuat Devin kaget. Sejak tadi malam? Jadi mereka sudah konfirm ke Papa dan Mama? Duh Rabb, apa skenario-Mu kali ini untukku?

"Hanya dua pekan bukan?" senyum dokter Zakia lagi. Devin menghembuskan napasnya berat, menatap jalanan Mesir yang masih lengang. Sepanjang percakapan sensitif itu, Devin hanya diam dengan segala pikirannya yang tak pernah menyangka akan menikah dengan pria yang selalu mendehem itu jika dirinya sedang perang dengan Danu.
Ingat Danu, Devin teringat Keira yang selalu intens mencoba menjodohkannya dengan teman lelakinya, namun selalu gagal. Dan Devin tak pernah menyangka, Dokter Zakia lebih sukses menjadi biro jodohnya. Padahal Devin baru mengenalnya di sini. Inikah takdir? Jawabannya, Ya!

Inilah pernikahan paling lucu yang Devin temui, dan dirinyalah pelakunya. Tanpa walimah dan hanya menggunakan baju khas jurnalisnya. Begitu pula Misy'al yang hanya mengenakan baju koko putih. Ketika untuk pertama kalinya ia mengangkat kepala menatap Devin, Devin sempat tercekat, wajah putih dengan hidung mancung, jabek tipis mengitari wajahnya sungguh membuat Devin sejenak terpana. Sekarang ia tengah membaca mahar untuknya. Dari bacaan Al-Quran kecil dan Al-Quran khat Madinah. Wajahnya begitu teduh.

Begitu wajahnya terangkat menatap Devin untuk kedua kalinya, Devin mencibirkan bibir disetai lototan sadis.
Ia tersenyum dengan senyum yang tak pernah terlihat sebelumnya, karena coolnya yang dahsyat. Dan kini ia tersenyum untuknya, hanya untuknya.

Devin melotot memalingkan muka. Dia tetap menyebalkan bagi Devin. Satu jam dengan prosesi sakral yang unik itu, Devin juga yang lain kini dalam perjalanan kembali ke penginapan. Di samping Devin, Misy'al duduk tenang dengan buku yang selalu on di tangannya. Devin hanya meliriknya sebentar lalu melempar wajah keluar, memperhatikan gedung-gedung Mesir. Devin enggan membuka suara.

"Devin..." tegur dokter Zakia dari depan. Devin mencoba menoleh ke arahnya.

"Kenapa?"

"Kenapa diam?"

"Enggak apa, Cuma pengen aja.." jawab Devin seadanya, kembali menatap keluar. Misy'al mendehem di sampingnya. Devin menatapnya nggak suka.

"Apa-apaan sih...," ucap Devin sedikit kikuk. Mungkinkah feeling itu telah hadir?

"Huft..." hembus napas Misy'al berat menegakkan punggungnya menoleh ke arah Devin. Devin kengernyitkan dahi.

"Kesal dengan pernikahan ajaib ini?" tanya Misy'al, menarik senyum utuh yang membuat Devin gemas.

"Kalau iya, kenapa?"

Misy'al tersenym kembali, menutup bukunya.

"Hanya dua pekan bukan?" sambut Misy'al dengan mengulum senyum.

"Ya.. Dua pekan, setelah itu, ceraikan aku.."ucap Devin enggan menatapnya yang tersentak kecil. Kok raksinya biasa aja?  Ada kecewa yang menelusup di hati Devin.

"Hmm.. Kita lihat saja.." angguk kepala Misy'al. Ucapan yang bermaksud ganda antara ya dan tidak untuk permintaan Devin.

"Oke.." angguk Devin pelan, mencebikkan bibirnya. Lagi-lagi, hanya senyum yang terukir sempurna di sana. Dan Devin kesal kembali.

"Kenapa sih hanya senyum aja?" tanya Devin penasaran.

"Kalau bukan senyum, mau apa? Marah karena permintaan kamu?" balik Misy'al bertanya dengan nada biasa, lembut tanpa maksud membuat Devin marah.
"Inilah takdir, dan saya berusaha untuk meyakininya." ucapnya lagi, meneruskan bacaannya. Mata Devin berkaca, sebelum terjatuh ia, melemparkan pandangannya keluar.

"Saya tak memaksa kamu, jika itu permintaan kamu, seitdaknya untuk saat ini kita pikirkan tugas kita dulu. Jika ingin menangis, menangislah..." ungkap Misy'al yang menangkap mendung di wajah manis Devin. Melihat bening dari mata bulatnya.

Devin terdiam dalam pikirnya, sampai tangan kirinya di pegang Misy'al, seolah ingin memberikan kekuatan lewat sana.

"Kamu?" tatap Devin dengan air mata yang muncul di sudut matanya. Misy'al tersenyum. Damai sekali, ingin rasanya Devin menghambur ke pelukannya, namun egonya lebih dominan. Misy'al terus seperti itu sampai gerbang menuju perbatasan terlihat.

"Bismillah.. Semoga Allah menjaga langkah dan niat kita..." ucapnya, Devin hanya mengamini di sampingnya dengan mata merah. Merah karena debu bercampur haru. This is amazing for me... Yah, apakah ini mimpi?


•••••


السلام عليكم
Sambung lagi... 😉
الحمدلله 😌

Mohon maaf nggak sampai seribu kata..
Sampai sini dulu yah untuk minggu ini.. 😂
Dan makasih banyak buat yang bersedia nunggu.. ☺😊
See U more انشاءالله 😌
والسلام

Gaza I'm ComingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang