Aku menatap lelaki mungil ku dari balik kaca. Tubuh mungilnya terbaring pada sebuah kotak kaca yang di beri lampu, aku tak tega melihatnya, anak ku harus berada di inkubator.
"Rena... " suara itu kembali memanggil namaku setelah sekian lama tak ku dengar.
"Faisal...." aku sedikit terkejut ketika melihat Faisal berdiri di hadapanku. Dia cinta pertama ku, namun saat itu dia lebih memilih sekolahnya dan memutuskan cinta dan juga harapan ku.
"Selamat ya, anakmu tampan. Siapa namanya?" basa basi Faisal.
"Raga. Rendy Kesatria Anoraga." Jawab ku.
"Nama yang bagus."
"Terimakasih." Jawab ku singkat.
Kemudian entah mengapa air mata ini meluncur begitu saja. Hati ku begitu sakit, sesak yang ku rasa.
"Rena, kamu gak papa?" Tanya Faisal panik.
"Aku baik-baik saja. Permisi, aku akan kembali ke kamar ku! "
"Biar ku bantu! "
"Tak usah repot-repot, aku bisa sendiri."
"Tak apa biar ku bantu memegang infusmu."
Aku tak bisa menolak, karna fisik ku yang masih teramat lemah ini.
"Sal, makasih ya, kamu uda nolong aku."
"Sudah kewajiban ku untuk melayani pasien Ren. Gak nyangka ya, kita di pertemukan lagi."
Aku tak menjawab celotehan Faisal, kepala ku masih teramat berat, mungkin pengaruh anestesi pasca oprasi dua hari yang lalu.
"Oh ya Ren, aku turut berduka cita ya, atas musibah yang Menimpa keluarga mu. Semoga amal ibadah suami mu di terima di sisi tuhan."
"Thanks." sejujurnya aku tak suka jika harus mendengar ucapan bela sungkawa, aku benci mendengarnya. Karna suami ku belum mati, suami ku masih hidup, dia berjanji pada ku dan juga anaknya untuk kembali pulang.
Aku pun kembali masuk kedalam kamar ku, dengan telaten Faisal membantu ku berbaring di atas ranjang pasien, dan botol infus itu kembali tergantung pada tempatnya.
"Ren, kalau butuh apa-apa hubungi aku, atau pencet bel ini, nanti perawat akan datang. Ingat, fisik mu belum kembalipulih seutuhnya, jadi ku mohon patuhi semua yang aku printahkan. Kamu mengerti?"
Aku mengganggukan kepala tanda paham, dan selama dia bicara aku tak sekalipun menatap matanya. Bukan karna aku benci, tapi hati ini terasa sesak menahan rindu untuk Bang Ardy.
"Saya permisi dulu untuk visit pasien lainnya, kalau ada waktu senggang, aku akan kembali kesini.
Kemudian tubuh tegap ber jas putih itu pergi meninggalkan ruangan ku. Sepeninggalan Faisal, aku kembali termenung seorang diri, menatap jendela yang berhiaskan semburat awan yang menggantung indah. Dan kemudian aku kembali menangis memegang dada ku yang terasa sesak, aku tak tahan.
Kreeekkk...
Pintu kamar ku kembali terbuka, ku alihkan pandangan ku dari jendela besar itu, dan ternyata beberapa sahabat semasa aku tinggal di asrama datang menjenguk ku.
"Selamat siang Bu Ardy." sapa Bu Anton, selaku Istri dari Danton kami.
"Siang Ibu, silakan masuk Ibu-ibu!" ajak ku berbasa-basi.
"Selamat atas kelahirannya ya, Bu Ardy. Oh ya, Ibu ketua titip salam. Ini beliau menitipkan ini untuk Bu Ardy, mohon di terima ya Bu!"
"Terimakasih Ibu, sampaikan salam saya buat Ibu dan Bapak Danyon."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENUNGGU CINTAMU (Sudah Terbit)
Fantasymenikah dengan mu tak semudah dan seindah yang ku bayangkan. tubuh mu memang ku miliki, tapi tidak hati mu. tiap malam kau mencumbu ku, tapi bukan nama ku yang kau sebut, sebegitu cinta kah engkau kepadanya? Lalu siapa aku di mata mu?. Lihatlah aku...