4

71 10 11
                                    

Kamu tahu nggak kenapa Tuhan menciptakan Badai? Pasti tahulah. Dan Kamu pasti juga tahukan mengapa Tuhan menciptakan Aku?
________________________________

Jam pulang sekolah berdenting. Rencana tawuran dengan SMA sebelah sudah akan berlangsung. Tidak ada satupun siswa yang berani melaporkan kasus tawuran itu kepada guru Bk.

Andaikan Saja aku sehebat Anoman yang dengan berani menyusup ke Alengka demi membebaskan Dewi Shinta atau sekedar menengok keadaanya.

Aku seorang siswi perempuan biasa yang tidak sanggup menghentikan dua geng cowok dari dua sekolah. Bagaimana bisa aku menghentikan mereka, bisa jadi samsat aku.

Setelah pertengkaran ku dengan Ziya tadi, Aku kembali ke kelas. Bersama mata sembab karena Aku menangis. Siapa yang tidak menangis jika dirinya dibilang jalang dan cewek murahan. Mungkin setengah perempuan pun juga akan marah jika derajatnya direndahkan.

Aku ingin sekali berpasrah oleh keadaan. Namun Aku tak bisa. Aku harus menjadi Marsinah yang rela menjadi aktivis demo demi memperjuangkan haknya sebagai buruh. Hingga akhirnya Ia mati tidak manusiawi, diperkosa, dilecehkan, bahkan jasadnya dibuang ke hutan. Diseret bak binatang dengan tidak beradab.

Aku harus semangat berjuang. Akulah satu satunya harapan Ayah dan Ibu. Akulah yang bisa merubah derajat keluarga. Mas Nala dan Mas Dasa laki laki, tentu saja Ia akan menjadi kepala keluarga yang berkewajiban mencukupi kebutuhan keluarganya esok. Hidupnya sudah dipersiapkan untuk masa depan. Bukan untuk merubah nasib keluarga.

Aku harus bisa jadi pioner keluarga. Penopang yang menegakkan derajat. Aku harus mencegah Ziya kembali. Walau harus dengan berontak dan meraung Padanya akan kulakukan. Hanya satu jalan tidak ada simpangan. Hanya satu tawaran tidak ada pilihan.

Aku menyusuri koridor mencari keberadaan Ziya. susah sekali mencari manusia itu. Mataku menjelajah satu demi satu ruangan yang aku temui. Aku terus berpikir keras walau sudah cukup keras bagiku. Seseorang keluar dari ingatanku, Sanar. Bukankah Dia pacarnya Ziya, bisa dong jika Aku meminta bantuannya.

Tapi Aku selalu berseteru dengan Sanar. Dia orangnya sangat sombong untuk memarkan kepintaran dan kecantikannya. Tentu Aku tak menyukai orang seperti itu. Ini desakan jiwa, mau tak mau Aku harus mau.

Aku tahu jika jam pulang sekolah seperti ini Sanar akan nongkrong dengan gengnya di Kantin sekolah.

***

Setelah lama menyusuri koridor, sampailah Aku pada jajaran pedagang makanan dengan masakan super menggugah selera cacing di dalam perutku. Aroma kuah kuah maupun sambal kacang berpadu dengan saus dan kecap, sangat membuat perutku bergemuruh riuh. Liur hendak menetes dari mulutku, buru buru saja kutepis agar tidak jatuh.

Seorang cewek sedang tertawa cekakak cekikik bersama teman temanya dengan kudapan didepannya.

Tanpa tedeng Aling aling langsung saja Ku hampiri dirinya.
"Sanar" panggilku padanya.
"Apa" Sahurnya sinis menatapku.

"Gue mau ngomong bentar dong sama Lo."
"Ngomong aja disini. Ngak perlu ketempat lain kan? Buruan ngomong, jangan buang waktu Gue. Jangan jadi manekin goblok."

Aduh ini anak, kalau Aku ngak butuh kamu sudah kupukul mulutmu yang monyong itu. Malaikat berbisik di telinga ku. Jelmaan lucifer yang sedang mengiringku untuk berbuat jahat.

"Nggak usah bodoh deh nar, itu banyak temen Lo. Gue mau ngomong privasi Gue ke Elo."

"Kalau mau ngomong ya ngomong aja. Jangan ngebacot disini."
Katanya memelototiku. Kesal Aku melihatnya tak mau bantu malah mengumpatiku.

Teman teman Sanar tersenyum remeh padaku. Coba saja kau yang berada di posisiku masih bisa tidak mengejekku.
Aku tersenyum kecut, mengabaikan pikiranku untuk meminta bantuannya. Huh, bedebah jika Aku terus berada dikantin. Sudah benar jika memang Aku harus mencegah Ziya seorang diri tidak perlu bantuan siapapun.

Angin Si PerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang