arina's pov
di minggu pagi ini, agenda gue adalah jogging muterin perumahan. tapi, gue mendadak males karena ngeliat calum ada di depan rumah gue.
ngapain anjir? ini kan minggu. dan lagipula calum keliatannya bukan tipe orang yang rela bangun pagi cuma buat jogging. yelah gimana mau jogging, sekolah aja telat mulu.
"ngapain lo?"
"menurut lo mau ngapain? nganter majalah bobo?" jawab calum sok asik sambil ngegigit beng-beng yang dia bawa.
gue mendengus. "nggak lucu."
"ya emang nggak ada yang lucu dari orang yang makan beng-beng," lagi, calum menukas kalem. "kecuali lo nonton sule ngelawak sambil makan beng-beng, baru lucu."
ngebikin calum diem itu adalah sesuatu semustahil menikahkan malin kundang dengan nicki minaj. maka, gue memilih mengabaikan perkataan calum perihal sule dan beng-bengnya. sekaligus menghindari adanya perang sipil adu bacot yang takutnya menghebohkan tetangga gue.
"lo kesini mau ngapain? mau minta sumbangan? sori, rumah gue bukan panti sosial."
calum cemberut. "nggak sih. gue mau ngajak lo jogging."
kayaknya daerah rumah calum abis kena banjir bandang tujuh hari tujuh malem kali, ya, sampe ngebuat dia kayak abis kena pengalaman spiritual. aneh banget, manusia se-males calum bisa ngajak gue jogging. emejing.
"gue nggak salah denger?"
"nggak, tuh."
lagi, gue masih ngeliatin dia dengan pandangan yang aneh seolah-olah calum ngajak gue kawin lari. calum juga ngeliatin gue balik.
"ayo, jadi ngga? keburu lebaran dah ini." calum membuyarkan lamunan gue. ya udah, tanpa lama-lama lagi, kita langsung cus.
+++
"hadoOOoHhHH rin... lo itu kayaknya bakat jadi bencong taman lawang deh," calum berujar sambil membungkukkan badannya. "larinya cepet banget kayak abis keciduk satpol pp anjir!"
gue cuma memutar bola mata. najis dah ni orang. di sekolah boleh jadi jagoan, masalah lari begini doang aja cemen banget.
"lebay tai."
"serius ya, ini gue berasa lari ngelilingin tembok cina sambil ngebakul air segentong," jawab calum sambil ngos-ngosan. "tar dulu ya, lima menit lagi."
gue cuma menghela napas jengah. ini orang idupnya dramatis banget dah ya kalo gue liat-liat.
seperti apa yang tadi calum bilang, dia beneran istirahat lima menit. tapi, setelah itu dia nggak ngajak ngelanjutin jogging, dia malah ngajak gue makan bubur.
"eh kerupuk pasir, mendingan dari awal gue jogging sendiri dah."
"dih, yaudah sih yang penting tadi ada larinya sedikit," calum berkilah. "namanya juga manusia, rin. di mana-mana juga manusia butuh asupan."
"gue bahkan masih ragu lo itu manusia apa jelmaan iblis dasar neraka."
"astagfirullah, arina hood. asal kamu tau, sesungguhnya, sebaik-baiknya wanita adalah wanita yang menjaga omongannya," calum geleng-geleng kepala macem habib india yang lagi meditasi sama uler kobra. "itu tadi nyakitin banget, suer. lebih nyakitin daripada kena sembur asep knalpot motor gede."
"arina—apa kata lo?"
"hood."
"najis. ngomong nih sama daun bawang!"
calum cuma haha-hihi sambil ngegigit kerupuknya. btw, kita berdua ini adalah pelanggan pertama tukang bubur ini. iyalah anjir, orang orang-orang pada baru jogging sedangkan kita udah nyerah.
"bubur lo nggak diaduk, rin?" tanya calum yang fokusnya ada di mangkuk bubur gue. "mana enak."
"enakan juga nggak diaduk!"
calum cuma ngangguk-ngangguk. "gue bingung deh sama orang-orang yang suka nanya tim bubur diaduk apa nggak. sekalian aja tuh mereka nanya tim bubur nasi apa bubur kertas."
gue iyain aja tuh omongan calum biar dia diem. omong-omong, ngeliat kita makan berdua gini jadi inget insiden sate kambing deh. gue dengan begonya percaya-percaya aja dengan acara akikah si kutu kasur itu.
"rin,"
"apa?"
"lo cakep banget dah pagi ini."
gue mendengus. "ngga jelas tai."
"heh! enteng banget dah itu mulut! dosa rin, dosa!"
"yeu, dosa juga yang nanggung gue bukan keluarga lo."
lagi, calum cuma ngangguk-ngangguk. "yaiyalah yang nanggung elo. kalo ditanggung pemerintah namanya bpjs."
mulutnya emang minta diblender bareng serbuk pop es.
"rin,"
"apa lagi?"
"kalo gue bilang gue suka lo, keberatan nggak?"
gue cuma ngeliatin dia dengan kaget. iyalah anjir kaget. gue nggak nyangka seorang calum ngomong gini ke gue. secara, dia itu sebenernya orang yang pengen banget gue hindarin setelah gue tau seberapa banyak catatan hitam yang dia punya selama di sekolah. bukannya apa-apa, gue itu males berurusan dengan orang yang punya masalah di sekolah kayak si calum ini.
"anjir anjir, maaf ya, rin. gue kedengeran kayak pedofil banget ya?"
"nggak papa. gue kaget aja." jawab gue sok santai. mau bagaimana pun juga, gue harus bersikap biasa aja karena takutnya calum mau ngeprank gue. bisa aja kan? terus nanti setelah gue baper, dia ketawa-tawa. kan nggak lucu.
kenapa? gue terdengar kayak nggak mau diboongin ya sekarang? iyalah. mau bagaimanapun juga, gue itu perempuan dan perempuan itu kodratnya baperan.
"rin," panggil calum lagi.
"iya, apaan lagi?"
"gue nggak bercanda."
•••
tuh ada yang mao sama calum ga?
KAMU SEDANG MEMBACA
bader // calum
Fanfiction[book 1] "sekarang, di depan nasi uduk yang lo pesen, kita jadian. biar alica, bihun dan kerupuk warna-warni yang jadi saksinya." -calum, sukanya bubur ayam, tapi lebih suka kamu. cover: pinterest; Frederik Lindstrøm.