Seventeen

13.4K 2K 100
                                    

"Jongdae-ya!"

Lelaki dengan lengkungan disudut bibirnya itu menoleh dan tersenyum setelahnya, "oh? Hyera-ssi, wae?"

Hyera mendekat kearah Jongdae, "eum, aku.."

"Hm?"

Hyera memejamkan matanya dan mengucap apa yang diinginkannya dengan satu tarikan napas.

"Aku mohon berkencanlah denganku!"

Jongdae menatap Hyera tidak percaya. Namun sebelum menjawab, netranya menangkap beberapa orang gadis di ujung jalan. Sepertinya dia tahu apa yang terjadi.

"Ingin ikut denganku? Sepertinya aku ingin makan sesuatu. Bibimbap tidak buruk di siang hari seperti ini bukan?"

Hyera mengangguk canggung, gadis itu tengah merona sekarang.

"Kajja!"

Jongdae dan Hyera memilih untuk makan di salah satu kedai yang cukup jauh dari kampus. Setelah memesan, Jongdae menatap Hyera sekilas.

"Kita makan terlebih dahulu baru bicarakan perihal ucapanmu tadi ya?" ujar Jongdae lembut.

Hyera mengangguk dan tersenyum, dia memainkan jari jemarinya karena gugup.

Hingga akhirnya, dua mangkuk bibimbap dan dua botol air mineral tersaji dihadapan mereka.

Ada ritual berbeda yang terjadi diantara mereka. Jika sebelum makan Hyera akan menautkan kedua tangannya lalu memejamkan mata, maka berbeda dengan Jongdae yang hanya mengangkat kedua tangannya sebatas dada sebelum melafal do'a.

Hyera selalu menyukai ekspresi tenang Jongdae tatkala berdo'a atau saat akan beribadah. Apapun yang dilakukan Jongdae terlihat menarik dimatanya.

Setelah menghabiskan makan siang, Jongdae meneguk air mineralnya lalu kembali melafalkan do'a.

Hyera menatap Jongdae ragu.

"Ada apa?" tanya Jongdae bingung.

Hyera menunjuk sudut bibirnya sendiri, "ada sisa saus, biar aku–"

Dengan cepat, Jongdae mengusap sudut bibirnya sendiri dengan ibu jarinya. "Terima kasih."

Hyera tersenyum dan mengangguk.

"Ada kegiatan lain setelah ini?"

"Tidak, waeyo?"

Jongdae tersenyum, "biar kuantar pulang. Kita bisa bicara santai berdua, bagaimana?"

"Baiklah."

Jongdae bangkit berdiri lebih dulu dan membayar makanan mereka. Hyera sudah bersikeras untuk membayar miliknya, namun Jongdae menolak.

Akhirnya kedua insan berbeda gender itu melangkah bersama. Menyusuri jalan yang dipenuhi daun musim gugur dalam diam.

Jongdae melirik kearah gadis disampingnya, lalu menghela napas.

"Apa rumahmu jauh? Perlu naik bus?"

Hyera menoleh dan menggeleng, "aniyo! Rumahku sebentar lagi sampai, sekitar 100 meter kedepan, rumah dengan pagar hijau itu."

Jongdae mengangguk dan kembali angkat bicara.

"Jadi, ada yang ingin kau katakan, Hyera-ssi?"

Hyera berdeham untuk menghilangkan rasa gugupnya, "aku–sebenarnya sudah menyukaimu sejak semester satu. Tahun depan kita sudah lulus dan aku rasa sekarang adalah saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku. Jadi, Kim Jongdae, aku menyukaimu. Jadilah kekasihku!"

Jongdae tidak langsung menjawab, dia hanya tersenyum dan itu membuat perasaan Hyera seakan ingin meledak.

"Hyera-ssi, kau tau kan kita ini berbeda?"

Hyera mengangguk, "aku tau dan aku tidak peduli."

"Tapi aku tidak bisa."

"Maksudmu?"

"Kita berbeda. Dan agama ku menentang hal itu. Hyera, kau cantik dan populer. Tidak–kau sangat amat cantik. Ada banyak lelaki baik yang ingin menjadi kekasihmu, tapi lelaki itu bukan aku. Maaf.."

Hyera melemas, "kenapa? Apa hanya karena agama mu?"

Jongdae mengangguk, "begini, kau mencintai Tuhan mu bukan?"

"Tentu saja!"

"Jika Tuhan mu melarang umatnya melakukan sesuatu karena sebuah sebab, apa kau akan melanggarnya hanya karena kau ingin dan bisa?"

Hyera menggeleng tegas, "tentu saja tidak! Aku mencintai Tuhan ku, dan tidak akan pernah melakukan hal yang sudah dilarangnya."

Jongdae kembali tersenyum, "begitu pula aku, Hyera. Agama ku memiliki sebuah alasan dibalik itu. Demi kebaikan kau dan aku. Mengerti?"

Hyera terdiam. Sedikit banyak gadis itu mengerti apa yang ingin disampaikan Jongdae.

"Apa hanya itu alasannya? Apa kau men–"

"Jika aku menjawabnya, apa kau akan terluka?"

Hyera tersenyum tipis dan mengangguk.

"Sepertinya begitu. Tapi, aku ingin tahu.."

"Kalau begitu, aku tidak ingin menjawabnya. Aku tidak ingin hatimu terluka lebih dalam lagi. Nah, sudah sampai."

Jongdae berhenti tepat didepan pagar rumah yang diyakininya adalah rumag Hyera. Dia menatap Hyera lekat dengan senyum teduh yang mengembang.

"Dengar, kau cantik, pintar, berbakat, dan populer. Pasti akan ada banyak lelaki baik diluar sana yang ingin menjadi kekasihmu. Tapi ingat, jangan kau yang mengejar mereka, mereka yang harusnya mengejar permata seperti dirimu. Kau berharga Hyera, kau tau itu? Jadi, biarkan mereka berjuang untuk mendapatkan permata indah seperti dirimu.

Maaf aku tidak bisa menjadi kekasihmu. Kita tetap bisa menjadi teman, benar kan? Jadi, jangan bersedih dan tetaplah bahagia, arrachi?"

Hyera sebisa mungkin menahan air matanya, dia balas menatap Jongdae lekat.

"Jongdae-ya.. Gomawoyo, mianhae–hiks.."

Terdengar helaan napas dari Jongdae, lelaki itu sedikit menunduk dan mensejajarkan wajahnya dengan Hyera.

"Jangan menangis, cantikmu hilang nanti. Tidak ada lelaki yang menyukaimu baru tau rasa! Dan hei, kenapa minta maaf? Karena kau tidak bisa menjadi kekasihku? Baiklah aku maafkan."

Mau tidak mau, Hyera tertawa karena ucapan asal Jongdae. Padahal bukan lelaki itu yang memintanya menjadi kekasih, dasar Kim Jongdae.

"Kau ini! Haha, tapi terima kasih Jongdae. Kau baik sekali, kuharap kau bahagia."

Jongdae tersenyum dan mengangguk, "aku juga berharap kau selalu bahagia. Kalau begitu, aku pulang dulu. Annyeong!"

Hyera melambaikan tangannya kearah Jongdae yang kini sudah menjauh.

Setelah mendengar decitan pintu pagar, Jongdae meraih ponsel di saku celana nya. Menghubungi seseorang yang berbeda negara dengannya.

"Halo, Bang? Jongdae mau balik aja, gak jadi tiga tahun ah. Abis lulus langsung balik, kerja di sana aja."

🍀

Husband Series - April 2018

-muffinpororo

[Husband Series] | Kim Jong DaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang