G - || Tiga belas

4.1K 122 22
                                    

--Happy reading--

              Ada kala-Nya kita butuh kesabaran yang besar, agar kita bisa menghadapi orang yang tidak perduli pada diri kita. Dan ada pula kala-Nya kesabaran itu habis, apa yang kita lakukan ketika kesabaran itu habis? Hanya diam-lah yang menjadi jawabannya.

Saat ini Gadis tidak pulang kerumahnya, ia membiarkan dirinya berdiam diri di Cafe patra bagian selatan dari rumahnya.

Ia tidak mau pulang. Hatinya berkata 'tidak' untuk saat ini. Ada yang mencarinya atau tidak itu urusan mereka saja, yang Gadis inginkan hanya ketenangan untuk sekarang. Ia bimbang dengan sikap Gabriella-ibunya kepadanya, tidak tahu harus berkata apa lagi dengan nasibnya saat ini. Ibunya. Ah, ia sangat tidak ingin memikirkan hal itu.

Mungkin sekarang Gabriel telah pulang kerumah. Gadis ingin pulang dan menemui kakaknya, menceritakan tentang keluh kesah yang dialaminya. Tapi semua terasa kelu, lebih baik ia menyimpan semuanya untuk sekarang. Karena mungkin Ibunya akan kembali, menjadi Ibu yang menyayanginya dan memperhatikannya, mungkin.

Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 19:53. Kakaknya telah pulang kerumah, kakinya terasa berat untuk melangkahkan kakinya, dengan menggunakan seragam Sekolahnya Gadis masih mengingink--

"Apa yang kau lakukan disini Gadis?!!" Suara itu. Ah, kakak Gabrielnya. Baru saja ia sedang bermonolog tapi suara itu menghentikannya.

"Hm, kenapa kakak tahu kalau Gadis disini?"

Gabriel mengusap wajahnya kasar, dan menarik kursi kecil untuk didudukinya.

"Dimana pun kamu, kakak akan tetap mendapatimu," Gabriel menatap Gadis sembari memegang erat tangan Gadis di atas meja cafe. "Jadi pikirkan baik-baik jika ingin lari."

"Siapa yang lari kak? Astaga, Gadis cuma ingin tenangin diri aja disini. Kakak nggak lihat, disini tenang dan nggak ribut."

"Di rumah ribut?"

"Hm, tidak-tidak maksud Gadis ehmm.." Ucap Gadis dengan gugupnya.

"Sudahlah, mendingan kita pulang. Untung Ibu nggak lagi dirumah sekarang."

"Memangnya Ibu kemana, kak?"

"Baby, kamu banyak tanya ya." Kata Gabriel, sembari berjalan keluar cafe menuntun Gadis untuk pulang.

"Jadi Gadis harus diam sekarang? Ya udah kalau itu mau kakak." Ucapnya dan jalan mendahului Gabriel.

"Ck, Baby-ku sudah bisa marah sekarang." Gumam Gabriel, berlari kecil menghampiri Gadis yang sudah sampai di depan pintu mobil miliknya.

                               ***

              Gadis mendudukkan bokongnya di tempat tidur Queen size miliknya, dan menaruh ranselnya dimeja hiasnya.

Membuka seragam Sekolah dan mengikat asal rambutnya.

"Lain kali kalau buka baju, pintunya harus dikunci."

"KAK GABRIEL! Ih kakak keluar, kakak kenapa main masuk kamar Gadis? Kakak kebiasaan.. masuk kamar nggak ketuk dulu." Kata Gadis, dengan wajah yang merah padam menahan malu.

"Kenapa? Toh, kakak sudah terlanjur masuknya. Kamu mau apa?" Ujar Gabriel dengan ekspresi menahan geli.

"Hmm sana, kakak keluar Gadis mau ganti baju."

Gadis memegang seragamnya erat-erat, tiga kancing keatas sudah terlepas. Tinggal kancing baju terakhir yang tersisa.

Dan Gabriel, bukannya menurut ia malah melangkah mendekat. Membuat Gadis memundurkan tubuhnya dan merangkak keatas tempat tidurnya. Semakin memegang erat-erat seragam Sekolah miliknya, menatap Gabriel dengan tatapan horror. Gabriel hanya menunjukkan tatapan datarnya, sembari terus melangkah maju dan ikut serta merangkak menaiki tempat tidur milik Gadis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang