LUV 1

192 49 22
                                    

Sudah seminggu sejak Nao dan Jessy menjadi anggota penyiaran radio sekolah. Dan sekarang mereka berada di ruang penyiaran bersama untuk memulai ekskul.

Nao duduk di kursi penyiar sendiri dengan naskah yang sudah disiapkan Stacy dari jauh hari.

"Oke welcome back di siaran sekolah kita tercinta, saluran 14.3 radio FM. Gimana kabarnya para pendengar setia di Luv? Disini, karena harinya yang cerah gue mau ngasih lagu yang hangat hangat untuk didengar kalian semua, You Are All I Need dari White Lion. Check it out! " Nao melirik Kevin yang kini lagi mengatur musiknya.

Berkali kali ia menghembuskan napas agar tidak gugup saat berbicara. Untuk permulaan menurutnya ini lumayan juga.

"Semangat, gak semua orang punya suara merdu kayak lo. " Chandra mengacungkan buku yang bertuliskan kata-kata motivasi. Membuat Nao jadi lebih percaya diri.

Sedikit.

Di lain tempat, 5 menit sebelum siaran. Tepatnya di lapangan indoor sekolahnya.

"Nial, oper ke gue! " Lelaki itu menoleh ke arah Deva lalu melemparkan bola itu.

Namanya Niko Alvaro atau biasa dipanggil Nial. Lelaki kelas 11 MIPA 3. Tidak ada yang tidak mengenalnya, lelaki yang ramah, tampan dan juga pintar membuat dirinya menjadi incaran para most wanted perempuan di berbagai sekolah.

Nial tersenyum ketika dirinya mencetak angka untuk yang ke 4 kalinya dalam 10 menit.

"Hah! Gue tuh kalah bukan karna gue gak jago, gue cuma kasian aja sama Nial yang gak pernah menang," kata Dhika seraya menghampiri Nial dan Deva.

"Jijik lo, sejak kapan lo menang?" Deva menoyorkan kepala Dhika.

"Hahaha." Nial tertawa terbahak bahak.

NGIINNGGG!

Suara speaker sekolah yang sudah lama mati kini berbunyi nyaring ke segala penjuru, bahkan sampai ke ruang kepala sekolah. Tak terkecuali lapangan basket indoor yang ada Nial dan kawan kawannya.

"Oke welcome back di siaran sekolah kita tercinta, saluran 14.3. Gimana kabarnya para pendengar setia di Luv? Disini, karena harinya yang cerah gue mau ngasih lagu yang hangat hangat untuk didengar kalian semua, check it out. "

Nial diam seraya menatap kotak hitam yang berbunyi lembut di ujung lapangan. Sungguh ia sangat terpukau dengan suara sang penyiar.

Sangat menyejukan.

Bahkan hatinya tenang mendengar suara si penyiar. Sampai Nial tidak menyadari pertanyaan yang dilontarkan Nanta.

"Woi Nial, anzeng gue dikacangin! " keluh Nanta melempar bola pelan ke arah bokong Nial.

Sedetik kemudian ia tersadar, "Apaan? " katanya santai seraya mengelus-elus bokongnya yang terasa panas.

"Gajadi ah elah, udah lupa gue mau nanya apa. " Nanta menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya mendengus.

"By the way, ini siapa yang siaran? " Nial menunjuk speaker sambil bertanya kepada teman temannya.

"Lah mana kita tau, ini kan baru pertama kali siaran diadain lagi semenjak setahun yang lalu. "

Nial menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Memang iya juga sih. Ekskull siaran yang ditutup karena peminatnya hanya sedikit.

"Udahlah gak usah dipikirin, gak penting juga kali. " Dhika menepuk pundak Nial.

"Yaudah ayok ah lanjut basket lagi! " Deva melempar bola ke arah Nial yang tadi mantul padanya dan langsung ditangkap Nial.

Namun sedetik kemudian ia melemparkannya lagi sambil berkata "Gak deh, gue mau udahan aja. Kalian kalo mau lanjut tanpa gue juga gapapa. "

Nial langsung pergi tanpa menunggu kalimat yang dilontarkan teman temannya. Ia berjalan melewati beberapa tikungan di koridor kelas 11, sesekali menyapa beberapa teman dan adik kelas yang lewat. Beberapa pekikan kagum juga didengar di telinganya.

"Kok Nial tambah ganteng ya... "

"Hai Kak Nial."

"Nial kalo keringetan keren banget ya," gumam beberapa siswi yang didengarnya.

Ia berbelok ke koridor yang memang jarang dilewati banyak orang, menuju ke ruang musik.

Bukan-bukan, maksudnya gudang musik.

Ngek

Derit pintu seakan suara yang menggema di ruangan yang sepi dan sedikit berdebu.

Ruang berukuran 10x10 meter itu tidak disediakan lampu sebagai penerangan, hanya ada dua jendela berukuran 3 jengkal sebagai penerangan.

Namun ruangan itu sudah sangat terang dah tampak tidak menyeramkan seperti gudang lainnya.

Ia duduk di salah satu meja yang tidak terlalu kotor sambil memejamkan matanya. Menikmati suara indah yang menggema di speaker sekolah.

Aaahhh sudah lama ia tidak sedamai ini.

***

"Oke kerja bagus semuanya, dan buat lo Naomi, gue suka suara lo. " Chandra tersenyum.

"Jessy sorry lo gak bisa ikut siaran begini. "

Jessy tersenyum manis sambil mengangguk.

"By the way gue harus jadi apa kak? Visual? Maksudnya apa? " jessy menghampiri Chandra yang sudah di ambang pintu.

"Jadi karna Naomi gak percaya diri buat jadi visual penyiaran untuk tahun ini, jadi lo yang gantiin. "

"Maksudnya semua orang taunya lo yang jadi penyiar, bukan Naomi. "

Jessy menatap Nao sedikit tidak enak hati. "Ja-jadi maksud kakak Nao kerja di belakang layar? "

Chandra mengangguk.

"Tapi Nao gapapa? " Jessy melihat ke arah Nao yang lagi memperhatikan percakapan mereka.

"Nao udah setuju sejak awal ditawarin buat jadi penyiar. " Chandra memegang pundak Jessy.

"Yaudah kak, gue mau, jadi gue harus ngapain? " Jessy menatap semangat Chandra.

"Lo cuma diem disini dan ngaku kalo suara Naomi itu suara lo, simpel kan?"

Naomi dan Jessy saling tatap lalu mengangguk semangat sambil tersenyum.

..............................................................................................................

s e r i e s : s e k o l a h 2 0 1 6

LUVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang