LUV 21

98 9 2
                                    

Pagi yang indah seperti biasa, apalagi bel istirahat yang berbunyu seperti musik paling merdu yang pernah di dengar Nial.

Ia berjalan keluar kelas, mood nya sedang baik hari ini. Ia senang karena pulang sekolah nanti, ia akan nonton film bersama dengan Jessy.

Jujur saja, sangat sulit merayu Jessy, karena ia suka menolak. Walaupun ia tahu pasti, jika Jessy menyukainya.

Menurutnya, ia adalah lelaki yang cukup peka terhadap perasaan perempuan.

"Woi monyet!" Nial menoleh lalu merutuki apa yang ia lakukan.

Kenapa ia harus menoleh saat dipanggil monyet? Sial memang.

"Tumben sadar tanpa perlu dikasih kaca, " ejek Deva.

Kini mereka sedang berjalan di lorong menuju ke kelas Jessy dan Nao. Nial berencana untuk makan Mc Donald yang dipesan diam-diam oleh Nial saat di kelas.

"Lo mau ke mana?" tanya Nanta, mengaitkan lengannya di bahu Nial.

"Ke ruang siaran, kan kita mau melaksanakan tugas suci. "

"Ee?" celetuk Dhika seraya menahan tawa.

"Kok ee?"

"Kan biasanya tugas suci mah ee."

"Kok jadi bahas ee sih? Sialan," kata Nial sedikit jengkel, padahal ia tidak bermaksud membahasnya.

"Tapi serius lo mau ke ruang siaran?" tanya Nanta, membuat Dhika jadi ilut menatapnya.

"Iya lah bego!"

"Jangan!!" seru Nanta dan Dhika bersamaan, membuat Nial menghentikan langkahnya dan menatap mereka dengan alis berkerut.

Deva juga sama, ia terlihat bingung. Memangnya ada apa dengan ruang siaran?

Kini mereka berdiri tepat di pintu ruang penyiaran, ada tulisan ruangan sedang dipakai.

Dan suara merdu kesukaan Nial sudah menggema di sepanjang speaker sekolah.

"Bodo! Kalian kenapa sih? Tau ah gue mau masuk!" Nial dengan cepat membuka pintunya, membuat Nanta dan Dhika tidak dapat memberhentikannya.

Ia diam, berdiri di depan pintu dengan tatapan yang sulit dipahami. Yang di dalam ruangan juga sama-sama terkejut.

"Kok..., Tao..., " gumamnya menunjuk Nao yang duduk di kursi siaran di dalam ruangan kaca.

"Nial, gue bisa jelasin semuanya, " potong Jessy cepat. Ia bangkit dari sofa yang tadi ia duduki seraya makan bekalnya.

Nial menoleh, ia lupa tujuannya adalah untuk menjemput Jessy. Dan malah mendapat hal yang tak terduga.

"Lo..., gue gak ngerti." Nial menggaruk kepalanya yang tak gatal. Wajahnya terlihat ling lung.

Teman-temannya hanya diam, Nanta maju meremas bahu Nial. Namun langsung ditepis olehnya.

"Tunggu, lo tau semuanya kan? Lo juga?" Nial menunjuk Nanta dan Dhika bergantian.

Matanya merah, entah ingin menangis atau menahan amarah, yang pasti Nial terlihat kecewa bukan main.

Tatapan itu, Nial menatap Nao dengan pandangan yang sama, pandangan yang ditakutkan Nao selama ini.

Kecewa.

Nao bangkit dari posisi duduknya. Ia sudah tak peduli lagi dengan siarannya, biarkan para pendengarnya kebingungan.

"Kak..., gue bisa jelasin semuanya." Nao menghampiri Nial dengan langkah takut, matanya sudah berair, siap menumpahkan emosinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LUVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang