0.6 Menangis Mengingat Namanya

300 20 0
                                    

Cekalan tangan yang diperbuat Nayen membuat Aletta memberhentikan langkahnya. "Ta, maaf. Aku janji ngga bakal bawel lagi. Tapi kamu maafin aku ya... Aku mohon ta jangan gini," ujar Nayen dengan wajah memelas. Raut wajah Aletta masih saja datar membuat detak jantung Nayen tak menentu. Takut, apabila Aletta tak mau memaafkannya saat ini.

"Gue kesel nay..." Aletta menghempaskan genggaman Nayen dan berjalan ke tempat duduk yang berada di dekat situ.

"Iya aku tahu, mangkannya aku minta maaf ta." jawab Nayen.

"Gue kesal bukan cuma soal seragam itu nay," seru Aletta masih dengan wajah kesal.

Sebelah alis Nayen terangkat. "Jadi kamu marah sama aku karna apa ta?" Tanya Nayen masih dengan raut wajah tak mengerti, dan itu membuat emosi Aletta memuncak.

"Lo tuh bodoh atau tolol sih!! Gue marah sama lo karna lo masih aja ngga ngelawan saat Clista ngeganggu lo. Udah tau dia sengaja tumpahin minumannya ke seragam lo! Tapi lo malah dengan mudahnya, biarin dia gitu aja... Ditambah lagi lo ngeluh terus soal seragam yang gue kasih. Gimana gue ngga emosi coba?!" Saat mendengar ucapan Aletta bercampur emosi. Membuat Nayen merasakan rasa bersalah.

"Maafin aku ta, aku cuma ngga mau cari masalah. Aku cape ta, aku cuma mau tenang. Dengan ngga membalas apapun yang dilakukan Clista. Dan maafin aku... Karna aku ngga tau terima kasih atas seragam yang kamu kasih ke aku." Kepala Nayen tertunduk, ia merasakan rasa bersalah. Ia seperti tak tahu berterimakasih pada Aletta, sedangkan selama ini Aletta selalu membantunya.

Aletta tertegun mendapati perubahan raut wajah Nayen. "Maaf, bukan maksud gue ngeben...."

"Ka Nayen!" Suara tersebut membuat ucapan Aletta terpotong dan saat Aletta melihat siapa yang datang, membuatnya berdecak sebal. Berbeda dengan Nayen yang memasang senyum kecil.

"Oh hai ndre?" Sapa Nayen lembut.

Andrew yang disapa tersenyum lebar. "Hai ka hehe.. Hm, lagi apa ka?" Tanya Andrew basa-basi.

"Lo ngga liat sendiri? Kita lagi apa," celetuk Aletta sebal.

Andrew menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Kalian lagi ngobrol ya?"

"Udah tau pake nanya!" Belum sempat Aletta melanjutkan ucapannya, Aletta mendapati Nayen menggelengkan kepalanya seraya menatap Aletta serius. Ia tahu yang dimaksud Nayen dan itu membuat moodnya bertambah jelek.

"Udah gue mau kekelas. Dan lo burung perkutut?! Jagain sahabat gue. Lecet sedikit aja lo abis sama gue!!" Ucap Aletta sambil melangkah pergi meninggalkan Andrew yang langsung membisu seketika.

"Ngga usah tegang gitu... Aletta cuma becanda ko." Hibur Nayen pada Andrew. Karna saat ini wajah Andrew benar-benar memelas. Memang dasar Aletta, selalu saja berbicara pedas pada siapapun.

"Eh? Iya ka hehe aku cuma jadi ngga enak aja. Kayanya ka Aletta ngga suka banget ya sama aku."

Nayen tersenyum maklum. "Ngga usah dipikirin ndre, Aletta emang gitu orangnya," ujar Nayen. "Btw, thank's ya kadonya aku suka. Suka banget malah."

"Sama-sama ka, aku seneng kalo kaka suka kadonya." Andrew mengulum senyuman malu-malu.

"Tapi gimana kamu bisa dapetin cd BTS ndre? Yang aku tahu di indonesia udah sold out loh... Aku aja sedih banget waktu itu karna sampai kehabisan." Terang Nayen membuat Andrew mengulum senyum.

"Hm i-itu aku sebenernya udah mesen itu lama banget ka..." Bola mata Nayen membesar.

"Jadi ka...kamu."

"Haha iya ka, aku memang udah mau ngasih itu dari jauh-jauh hari tetapi aku bingung alasan apa, agar aku bisa ngasih cd itu."

"Astaga ndre!" Rasanya mulutnya tercekat, astaga ia tak menyangka bila Andrew seniat itu memberi cd itu kepadanya. Tetapi tunggu sebentar! Bagaimana juga caranya Andrew mengetahui kalau dirinya menginginkan cd itu?

"Aku ngga sengaja ngedenger pekikan heboh kakak ditaman belakang, sekitar beberapa bulan yang lalu karna idola kakak itu mau mengadakan Tour dan menyiadakan cd untuk fans. Dan beberapa hari kemudian saat aku mau ngasih cd ini, aku malah ngeliat kaka nangis karna kehabisan cd itu. Aku ngga jadi nyamperin kaka. Karna keadaan kakak waktu itu, bisa dikatan lagi ngga baik-baik aja. Dan kakak tahu? Saat itu kita belum sedekat ini, sampai aku berani untuk ngedeketin kaka gitu aja."

"Eh?" Tanya Nayen kaget, bagaimana Andrew bisa tahu apa yang sedang dia pikirkan tadi.

"Terlihat jelas diraut wajah kakak. Wajah kakak itu kaya buku. Mudah banget dibaca," jawab Andrew sambil terkekeh. Membuat Nayen membulatkan matanya. Buru-buru ia menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Nayen cemberut tetapi Andrew malah tertawa. Lucu melihat tingkah Nayen yang begitu imut. "Ck, ko kamu malah tawa sih ndre," keluhnya.

Senyuman terbit lagi di wajah Andrew. "Abisnya kaka lucu sih, kan aku jadinya makin cinta."

"Apa?" Kagetnya.

Andrew menggerutu dalam hati sebelum menjawab, ia berdehem sembentar. "Apa, apanya ka?" Jawabnya dengan santai. Padahal dalam hati, ia udah panas dingin saat ini.

"I-itu tadi ucapan kamu?"

"Eh mm..." Andrew melihat ke arah jam tanganya sekilas. "Duh aku lupa ka ngerjain pr, aku kekelas duluan ya? Bye ka sampai ketemu nanti." Dengan tergesa-gesa Andrew berlari sampil mengeplak kepalanya berkali-kali. Merutuki kebodohannya.

"Eh? Ko Andrew malah lari sih." Nayen menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sambil menetralkan pipinya yang sudah bersemu merah. Astaga, Nayen menggelengkan kepalanya sambil berlalu pergi.

***

"Apa? HAHAHAHA." Saat ini mereka berdua sedang dikantin, dan saat selesai mendengarkan ceritanya. Aletta malah  tertawa membuat Nayen cemberut.

"Ko kamu malah ketawa sih ta," seru Nayen kesal.

"Sorry sorry... Abisnya gue ngga bisa, untuk ngga ketawa nay."

"Maksudnya?"

"Ck, maksudnya gue ngga nyangka si Andrew keceplosan juga. Kalau dia suka sama lo. Lagi gue juga kesel sama dia, udah keliatan banget dari gelegatnya tuh bocah  suka sama lo. Tapi dia terlalu cupu buat ungkapin ke lo. Andrew-andrew, yang ada si Nayen nih, diembat duluan sama orang."

"Stop it! Aletta aku malu."

"Why? Jangan bilang lo udah mulai tertarik sama si Andrew?" Aletta memicingkan matanya. Nayen gelagapan dibuatnya.

"Apaansih! Nggalah..."

"Serius? Apa jangan-jangan lo belum bisa move on dari...Vano ya nay?"

Deg... Jantung Nayen berdebar bercampur sakit saat nama itu terucap lagi. Entah mengapa, nama itu begitu sensitif baginya.

"Maaf, gue ngga bermaksud. Jangan sedih." Rasa bersalah langsung mengusai Aletta. Tak enak hati, saat ia menyebutkan nama pria itu. Membuat Nayen terdiam dengan raut wajah sedih.

Tanpa buang waktu, Aletta memeluk Nayen dengan erat. "Nay, denger! Lo ngga bisa selalu terbelenggu dalam masa lalu. Lo harus move nay. Jangan jadikan masa lalu, membuat lo menutup mata. Vino udah bahagia dengan pacarnya. Sekarang giliran lo. Lo pantas bahagia nay." Semakin lama suara Aletta terdengar serak. Ia berusaha menstabilkan perkataannya agar tak mengeluarkan air mata.

Berbanding terbalik dengan Nayen. Saat ini ia saduh menangis tanpa suara. Aletta yang merasakan punggunya basah, mengerti kalau ini adaah air mata Nayen. Aletta melenguh pelan, sepertinya mulai saat ini, ia akan memfilter ucapanya terlebih dahulu.

"Maaf nay," sesal Aletta.

"Gapapa," jawab Nayen dengan deruan napas yang tak stabil.

What is love? [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang