"Daebak daebak daebak..." Tiba-tiba Nayen berdiri sambil berteriak histeris, membuat semua penghuni kelas menatapnya.
"Lo.Kenapa!!" Tanya Aletta dengan penekanan. Kaget? jangan tanya lagi. Kerjaanya yang memang sedari tadi hanya melamun karna di diamkan oleh Nayen. Karna sahabatnya itu hanya mementingkan gadgetnya saja.
"Ini ta... ini! oh god, gue bangga banget ta sama oppa-oppa gue. Pengorbanan mereka akhirnya ngga sia-sia. Jauh-jauh ke US dan akhirnya mereka dapet penghargaan lagi ta. Bayangin, ini yang kedua kali berturut-turut ta. Ahhh makin cinta deh sama mereka," ujar Nayen senang sambil menggoyang-goyangkan bahu Aletta.
"Yang lo maksud siapa dulu dah? Kaga ngerti gue begitu-begituan," jawab Aletta malas.
"BTS ta, astaga aku sebagai Army bangga deh. Ih, jadi mau nangis."
Aletta merengkut."Lo tuh lebay deh nay, kalo udah menyangkut oppa-oppa lo yang cantik itu."
"ikh, ngga usah menghina deh. Waktu itu aja kamu heboh pas aku kasih liat Kang Daniel ke kamu," ucap Nayen tak suka.
Aletta kalah telak. Ia langsung terdiam habis disindir seperti itu."Ngga bisa ngomongkan kamu!Mangkanya jangan ngomong yang aneh-aneh. Apalagi sampe menghina bias aku lagi. Aku.ngga.akan.terima!"
"Tapi emang bias lo itu lebih pantes dianggep cantik daripada ganteng. Gue jadi curiga, jangan-jangan dia cewe yang operasi kelamin lagi."
"Ikh, ALETTA!! pokoknya aku ngambek sama kamu." Selepas mengatakan kalimat tersebut, Nayen beranjak pergi meninggalkan Aletta yang melongo kaget.
"Yah nay jangan ngambek dong, guekan cuma becanda." Aletta mengejar Nayen, tetapi yang dicarinya sudah menghilang.
"Pergi kemana tuh bocah? Yaelah udah ngilang aja sih." Gumamnya.
Tujuan awalnya memang mencari spot yang nyaman. Dan disinilah akhirnya ia, duduk dibangku yang bisa dibilang paling ujung. Disampingnya terdapat jendela besar yang menampilkan pemandangan taman yang berada disamping sekolahnya.
Nayen mulai membaca dan mencatat hal-hal yang penting, yang dapat ia pelajari lagi nanti dirumah. Hanya terdapat suara goresan pena menemani ruang sunyi senyap ini. Dirinya masih fokus membaca setiap kata demi kata yang membuatnya berdecak kagum. Tetapi tak membuatnya sedikitpun merasa bosan berada disini.
"The Canon of Medicine?" Suara itu? Nayen mengenalnya. Dengan cepat, Bahkan begitu cepat ia membalikan badannya kesamping. Dan saat itu juga, ia mendapatkan sosok yang amat begitu sempurna tetapi tak kurung bisa ia gapai.
"Eh?" Hanya itu yang bisa ia ucapkan. Mulutnya terasa mati rasa.
"Lo suka baca buku itu apa cuma sekedar iseng baca doang?" Pertanyaan yang tak Nayen mengerti, tetapi tetap ia jawab.
"Aku memang suka ko, bukan hanya sekedar iseng aja." Vano mengangguk-angguk.
Tatapan Vano masih bulak-balik ke buku dan ke objek yang sedang memegang buku tersebut."Selain buku ini, apa lagi yang sering lo baca?"
KAMU SEDANG MEMBACA
What is love? [TAHAP REVISI]
JugendliteraturGue harap lo ngaca, sebelum suka sama gue." Vano melemparkan sobekan kertas itu ke arah Nayen sebelum berjalan pergi dengan tatapan tajam nya, membuat Nayen memejamkan mata nya dengan perasaan sakit. Selepas Vano pergi. Nayen meneteskan setetes air...