Chapter 7: I Want You To Stop

1.5K 244 65
                                    

Esok paginya, Jungkook berjalan mondar-mandir di depan kamar utama, bimbang apakah ini waktu yang tepat untuk masuk ke ruangan itu? Sejak semalam hatinya gelisah memikirkan kondisi Hana. Apakah tidurnya nyenyak? Apakah sakit di tubuhnya sudah menghilang?

Jungkook sangat khawatir. Dalam hati, lelaki itu berharap kondisi Hana sudah lebih baik dari yang ia lihat semalam.

Setelah meyakinkan diri berkali-kali—bahwa Hana tidak akan mengusirnya seperti semalam, akhirnya Jungkook memberanikan diri untuk membuka pintu kamar secara perlahan, mengintip sedikit bagaimana keadaan di dalamnya.

Kamar itu gelap, lampu masih dalam keadaan mati dan tirai masih tertutup rapat. Hanya ada sedikit cahaya yang masuk, berasal dari celah pintu yang dibuka oleh Jungkook. Dibantu cahaya temaram, netra Jungkook menangkap sosok Hana yang masih berselimut, tertutup rapat hingga hanya kepala yang terlihat. Keadaan itu membuat Jungkook mengernyit bingung karena biasanya di waktu ini Hana sedang bersiap-siap berangkat kerja.

Selangkah masuk ke dalam, ia melihat piring yang ada di atas nakas masih berisi makanan utuh. Begitu pula gelas di dekatnya, volume airnya masih sama seperti saat ia membawakannya semalam. Tidak ada yang berubah, pertanda Hana tidak menyentuh makanan dan minuman yang dibawanya sama sekali. Jungkook mendesah berat, kekhawatirannya akan kondisi Hana bertambah.

Tungkainya melangkah ke sisi di mana Hana menghadapkan tubuhnya di ranjang. Ternyata wanita itu sudah bangun. Matanya terbuka dengan sorot layu. Lemas. Ketika Jungkook berjongkok di depannya, Hana merapatkan selimut dan memejamkan mata, seolah tak ingin melihat.

Tangan Jungkook terulur untuk mengusap lembut kepala Hana. "Apa masih sakit?"

Suara lembut Jungkook sudah kembali. Ia tidak membentak Hana lagi. Kemarahan dan sakit hati yang Hana rasakan pun menguap sedikit demi sedikit seiring dengan belaian Jungkook di kepalanya. Hatinya menghangat. Tak dapat dipungkiri, sebenarnya Hana membutuhkan sosok Jungkook di dekatnya, tapi semalam amarahnya masih menguasai sehingga pengusiran itu terjadi.

Hana bergerak sedikit, beringsut ke tepi ranjang guna mempertipis jarak antara dirinya dan Jungkook. "Sedikit," jawabnya lirih. Suaranya parau akibat tenggorokan kering.

Jungkook mengambil gelas berisi air dari nakas lalu membantu Hana bangun untuk minum. "Aku minta maaf, Noona," ucap Jungkook tulus setelah Hana kembali berbaring. Suaranya sedikit bergetar, ingin menangis karena melihat kondisi Hana yang menyedihkan akibat perbuatannya.

Manik coklat terang milik Hana bertemu dengan milik Jungkook, bertatapan lama sebelum akhirnya ia mengangguk lemah, menerima permintaan maaf suaminya. Setelah merenung semalaman, Hana sadar kejadian kemarin bukan kesalahan Jungkook semata. Hukuman itu ada karena ia melanggar perintah Jungkook untuk tidak menerima tawaran majalah tersebut.

Sesaat kemudian, Jungkook menelisik wajah Hana dan baru sadar jika kelopak mata istrinya bengkak. Wajah dan bibirnya juga pucat. Tubuh mungil itu terasa panas saat Jungkook menyentuhnya di beberapa tempat seperti kening dan leher. "Kau demam. Hari ini di rumah saja ya?"

"Tidak bisa, aku ada jadwal meeting dengan klien siang nanti."

"Aku akan menelepon Jihyo supaya membatalkannya."

Hana tak mengatakan apa-apa lagi. Matanya terpejam, menahan pusing yang melanda sejak semalam. Setiap membuka mata, langit-langit kamarnya berputar seperti wahana bianglala di taman hiburan, menyebabkan sedikit rasa mual.

Jungkook menelepon Jihyo untuk membatalkan meeting yang sudah dijadwalkan siang itu karena Hana sakit. Untunglah masih ada waktu sebelum jam yang ditentukan, jadi Jihyo masih bisa me-reschedule pertemuan itu di lain hari.

Shred Into Pieces | JJK ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang