Chapter 13: Almost Uncovered

1K 188 55
                                    

Setelah menunggu di luar ruang UGD dengan gelisah, akhirnya Hana bisa melihat kondisi Jungkook yang sudah dipindahkan ke kamar rawat inap. Ya, Jungkook harus menjalani opname karena sakit yang dialaminya merujuk pada gejala penyakit tifus. Untunglah ia segera dibawa ke rumah sakit sebelum gejala itu semakin parah. Hana tidak akan sanggup melihat Jungkook kesakitan lebih dari apa yang ia lihat saat di rumah tadi.

Sudah tiga jam Jungkook tidur di bawah pengaruh obat. Selama itu Hana duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur sambil memegangi tangan suaminya yang terasa panas. Hatinya teriris. Matanya bengkak dan kelopaknya merah dengan urat-urat hijau yang terlihat samar, wajar saja karena ia tidak berhenti menangis sejak beberapa jam lalu.

Sesekali airmata masih menetes dari sudut netra tatkala menatap wajah pucat Jungkook. Bibir tipis yang biasanya berwarna pink segar, kini nampak kering tanpa berwarna. Jarum infus menancap di punggung tangan kanan.

Ia tidak tahu bagaimana reaksi Jungkook jika siuman nanti. Suaminya itu sangat takut dengan jarum suntik, makanya selalu menolak tiap kali diajak ke dokter atau ke rumah sakit karena beranggapan akan disuntik. Apa jadinya kalau ia tahu ada jarum yang menembus kulitnya dalam waktu yang lama? Semoga saja tidak terjadi kekacauan.

"Istirahat, Hana. Sudah jam sebelas," ujar Jin yang sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. Ia masih ada di sana untuk membantu Hana menjaga Jungkook. Adiknya mudah panik bila sesuatu terjadi di luar kendali, jadi lebih baik ia ikut menginap supaya bisa mengambil keputusan dengan cepat jika ada hal buruk terjadi.

"Belum ngantuk. Oppa tidur saja duluan," katanya saat melihat Jin mengucek mata, terlihat mengantuk.

"Baiklah. Kalau ada apa-apa, bangunkan aku ya?"

Hana mengangguk kemudian membiarkan Jin merebahkan diri di sofa. Wanita itu kembali melakukan aktivitas sebelumnya—memandangi wajah Jungkook. "Cepat bangun, Kookie..." ucapnya lirih seraya mengusap tangan Jungkook.

Menit demi menit berlalu. Mata Hana mulai terasa berat. Sambil menggenggam tangan Jungkook, ia merebahkan kepalanya di tepi ranjang. Mungkin sebaiknya ia tidur dulu barang sejenak.

"Eungh..."

Suara lenguhan itu membuat Hana kembali menegakkan tubuh. Kantuknya hilang tatkala melihat jari-jari Jungkook bergerak kemudian kelopak mata itu terbuka secara perlahan. Jungkook siuman.

"Kookie, akhirnya kau bangun juga..." Hana memanggil, sarat akan kelegaan. Satu tangannya menggenggam tangan kiri Jungkook sementara tangan lainnya membelai kepala lelaki itu penuh sayang.

"Sakit... Tanganku..." Jungkook meringis sambil berusaha mengangkat tangan kanannya yang diinfus, menunjukkan pada Hana di situ letak sakitnya.

"Tanganmu diinfus. Tahan sakitnya ya?"

"Dilepas saja. Panggil suster untuk melepas jarum infusnya..."

Hana menggaruk kepala, bingung harus bagaimana. Jelas jarum infus itu tidak boleh dilepas karena tubuh Jungkook butuh banyak cairan, tapi ia juga tidak tega melihat suaminya yang takut jarum itu merengek kesakitan.

"Tolong panggil suster, Noona... Tanganku sakit..."

"Kook, sekarang tengah malam. Susternya pasti sudah tidur. Besok baru aku bilang ke suster supaya melepas jarum infusnya ya?" rayuan Hana memang terdengar seperti tertuju untuk anak kecil, tapi itu berhasil membuat Jungkook tidak merengek lagi. Lelaki itu luluh oleh suara lembut istrinya.

Hana mengalihkan pembicaraan supaya Jungkook tidak memikirkan jarum yang menancap di tangannya. "Kepalamu masih pusing, tidak?"

"Tidak. Mualnya juga sudah hilang."

Shred Into Pieces | JJK ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang