Adam menyeka peluh yang membanjiri keningnya. Tapi sepasang tangan, lantas menyingkirkan lengan kemeja yang ia pakai untuk menyeka keringatnya sendiri. Terulas senyum di bibir Adam. Meskipun lelah, ia selalu bisa tersenyum saat menatap wajah pemilik sepasang lengan itu.
"Capek?"
"Namanya juga kerja. Pasti capek," Adam menjawab dengan wajah berseri-seri. "Tapi sekarang udah ilang."
"Kok gitu? Ajaib banget."
"Iya. Kan elu penyebabnya."
Adam memejamkan kedua matanya. Membiarkan tangan tersebut mengusap keringatnya dengan handuk kering. Sebenarnya ada bau tak sedap dari handuk tersebut. Tapi mendadak hidungnya mencium aroma paling wangi, yang membuatnya merasa berada di surga.
Setelah keringatnya diseka, sepasang tangan itu lantas membantunya melepaskan satu persatu kancing kemejanya. Adam melepaskan kemejanya. Termasuk kaus dalam yang sudah usang dan kini basah dengan keringatnya sendiri.
Tangan itu kembali menyeka keringat yang membanjiri permukaan kulitnya. Dengan telaten, kedua tangan itu mengeringkan keringat di dada, perut dan pundak juga punggungnya. Kemudian, Adam merebahkan wajahnya di dada pemilik sepasang tangan itu. Adam juga melingkarkan tangannya di tubuh pemilik tangan itu.
"Jangan mandi ya. Udah malem."
Adam tak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan. Hidungnya menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang sedang ia peluk. Sementara sebuah tangan, kini terasa membelai kepalanya. Menyusul sebuah kecupan mendarat di kening Adam.
"Udah ma'em, Dam?"
Adam menggeleng. Lalu ia mendongakan sedikit wajahnya. "Enggak laper," jawabnya sambil tersenyum. Tapi perutnya berkhianat. Suara auman singa terdengar nyaring dari dalam perutnya. Membuat dia, yang sedang memeluk Adam, terkekeh dan mencubit gemas pipi Adam.
"Yuk. Ma'em dulu. Tapi yahhh... kita cuma punya Mie Instan. Mau rasa apa?"
"Rasa cinta, ada?" Adam balas bertanya. Lalu terkekeh saat sepasang tangan menggelitik pinggangnya.
Bagi Adam, tak ada yang lebih membahagiakan selain melihat senyuman yang diberikan pemilik tangan itu. Tak ada yang ia rindukan selain pemilik tangan itu, yang selalu mendekapnya sangat erat setiap kali ia kelelahan sepulang bekerja. Tak ada yang lebih ia harapkan selain melihatnya selalu bahagia.
Karena itulah, ia selalu bekerja hingga lupa waktu. Demi mengais rejeki. Untuk kehidupan mereka berdua. Tak ada uang halal maupun uang haram. Baginya, selama ia dibayar dengan layak, uang tetaplah uang. Karena tanpa uang, Adam tidak akan bisa melihat kedamaian yang selalu ia rindukan. Ia tak mau orang yang paling ia cinta, merasakan beban yang ia pikul. Cukup dirinya sendiri. Sementara semua peluh dan penat yang terbuang, akan terbayarkan dengan menatap senyuman indah di wajah pemilik sepasang tangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spin Off Collection of °•¤ Re:XXX ¤•°
FantasyDear failure, thank you for making me wiser. Dear pain, thank you for making me stronger. Dear brokenness, thank you for making me value wholeness. And dear life, thank you... for making me realize that as long as I breathe, I will fight the good f...