5. Peredam amarah

72 6 1
                                    

Kania berjalan melewati koridor yang menghadap lapang basket. Kania memutar bola matanya ketika melihat Angga sedang duduk sendiri di bangku koridor yang akan ia lewati. Angga yang melihat Kania langsung melempar tatapan tajam dengan senyuman miring.

"Apa lo liat-liat?" Sinis Kania.

Angga hanya berdecak pelan.

"Mingir gue mau lewat" ketus Kania karna Angga menghalangi jalannya.

Koridor yang sepi membuat Kania dan Angga bebas meluapkan amarahnya. Saling memberi tatapan tajam yang di warnai wajah merah padam.

"Lo buat hidup gue kayak gini. Dan lo harus tanggung jawab atas semuanya" Ujar Angga dengan nada penuh penekanan.

"Lo dan nyokap lo yang udah ngancurin hidup nyokap gue. Harusnya lo ngaca. Disini siapa yang mulai duluan" Sinis Kania.

"Lo akui aja kalo emang nyokap lo itu pelakor rumah tangga orang" ujar Angga dengan nada meremehkan.

"Bacot lu!" Kesal Kania lalu melayangkan bogeman kerasnya di pipi kanan Angga. Tak terima dengan ucapan Angga gang merendahkan ibunya.

"Segitu aja?" Tantang Angga dan berhasil membuat Kania geram.

Kania memukuli Angga dengan ssekuat tenaga. Kania adalah mantan atlet karate dan pernah menjuarai beberapa kali pertandingan di tingkat nasional. Angga yang merasa sebanding langsung membalas Kania dengan mendaratkan tinjunya di pipi kanan Kania yang chubby. Terjadilah baku hantam di antara keduanya. Alvin yang melihat kejadian ini berusaha melerai keduanya. Sayangnya, amarah mereka terlalu besar sehingga Alvin tak bisa megakhiri perkelahian ini. Alvin menelfon Divo sang pawang keganasan Kania.

"Woy udah dong nanti guru BP liat lo berdua" cemas Alvin.

"Nia!" Panggil Divo dengan nada tinggi. Seketika Kania langsung menurunkan kepalan tangannya.

"Segitu aja?" Cerca Angga.

Kania kembali mengepalkan tangannya. Amarahnya belum terpuaskan.

"Nia, ayok pulang" Divo menarik tangan Kania. Kania berjalan sambil terus menatap Angga tajam.

Alvin dan Angga menatap Kania yang mulai menghilang dari pandangannya. Angga meninggalkan Alvin yang kebingungan.

                            ***

"Biar rada turun emosinya" Divo memberikan segelas ice chovo mint favorit Kania, favorit Divo juga.

"Iya" Kania meneguk minumnya sampai habis dalam sekejap.

"Mau nambah?"

"Gak"

"Sebenernya lo itu kenapa?" Tanya Divo dengan hati-hati.

"Dia yang mulai duluan" datar Kania dengan wajahnya yang merah padam.

"Iya dia yang mulai. Tapi kenapa? Lo bisa bilang sama gue kalo lo mau"

"Ini bukan urusan lo"

"Gue gak maksa lo kok. Udah lo tenangin diri lo aja. Sini lukanya biar gue yang obatin"

"Gak perlu. Lagipula ini gak sakit"

"Gue tau lo cewek yang kuat mbul. Makannya gue sayang sama lo"

Kania mengernyitkan alisnya.

"Sayang sebagai calon suami lo" Divo terkekeh dan Kania hanya tersenyum tipis. Menghargai Divo yang berusaha menghiburnya.

Kania memandangi dinding cafe berhiaskan mural art yang di penuhi kata-kata mutiara. Kania tersenyum samar ketika membaca sebuah tulisan 'masalah itu di hadaoi bukan di nikmati'

I'm Not Fine, But It's OkayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang