Kania bersandar di bawah pohon jengkol yang ada di taman. Tamannya selalu sepi karna banyak mitos horor yang menyebar. Tapi Kania suka. Kepalanya tertunduk karna membaca sebuah novel.
"Katanya, kalo ada cewek sama cowok duduk bersebalahan di sini. Artinya jodoh" ujar seorang cowok yang tiba-tiba duduk di samping Kania.
"Kalo iya begitu, kenapa orang-orang menganggap taman ini menyeramkan. Lagian mana ada orang berjodoh gara-gara duduk di bawah pohon jengkol kayak gini" datar Kania tanpa mengalihkan pandangannya.
"Ngomong sama siapa?" Heran cowok itu.
"Sama diri sendiri" datar Kania .
"Oh"
"Ya"
"Ga takut duduk sendirian di sini?"
"Ngga"
"Aku sering lihat kamu duduk sendiri di sini. Aku kira kamu hantu penunggu pohon ini"
"Bisa jadi"
"Tapi aku salah. Kamu terlalu manis untuk jadi hantu"
"Gombalannya receh"
"Aku serius"
"Terserah"
"Memang seharusnya begitu"
"Ck" Kania berdecak sebal.
Kania membuka halaman baru. 30 menit berlalu. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut keduanya. Kania asyik membaca dan cowok itu asyik memandangi wajah Kania.
"Jangan ngeliatin" datar Kania namun terdengar tegas.
"Kenapa? Aku suka"
Kania yang malas berargumen bangkit dari duduknya dan berniat pergi. Cowok itu mengikuti Kania dari belakang. Kania menghentikan langkahnya, begitupun cowok itu.
"Bisa berhenti ngikutin?" Tanya Kania dengan kesal.
"Mmm" cowok itu berfikir
"kayaknya engga deh" lanjutnya.
Kania berdecak sebal dan mempercepat langkahnya. Menghentikan sebuah angkot dan meninggalkan cowok aneh itu. Kania bergidik ngeri. Untungnya ke ajaiban datang dan Kania bisa menjauh dari cowok itu.
***
"Mbul, lo dari mana aja? Gue cariin di kolong meja gak ada" tanya Divo saat melihat Kania membuka pintu rumahnya.
"Abis ngadem"
"Lah, si kutu ngadem nggak ngajak-ngajak"
"Suka-suka gue dong"
Divo menghampiri Kania saat mengingat bahwa tadi ada yang menanyakan Kania.
"Eh, mbul tadi ada bapa-bapa nyariin lo"
"Siapa? Tukang koran? Tukang pos? Apa si mang galon?" Kesal Kania karna tau sifat Divo yang jahil.
"Ya elah, nyamber ae lu. Gue serius mbul. Kalo gak salah, dia pake mobil honda brio. Dia nanya gimana keadaan lo sama nanya gue ini siapanya lo"
"Terus lo jawab apa?"
"Ya gue bilang kalo gue calon suami lo" Divo nyengir kera dan berhasil membuat Kania kesal.
"Apa-apaan sih lo!" Kania menjitak kepala Divo sedikit lebih keras.
"Aww. ya sorry, abisnya gue takut kalo itu om-om pedofilia"
"Sialan lo, pake ngatain pedofilia segala"
"Emang dia itu siapa?"
"Mmm, gu gu gue juga gak tau. Tau ah gue pusing" gugup Kania.
"Lo kenapa jadi gagu gitu?"
"Nggak kok, perasaan lu aja kali"
Kania membuka pintu rumah dan diikuti Divo. Semenjak ada Divo rumah Kania terasa sedikit bernyawa. Tidak seperti saat rumah yang di tempati Divo masih kosong. Rumah Kania berasa rumah angker. Walaupun Divo rada ngeselin, tapi itu cukup menyenangkan. Divo membaringkan tubuhnya di sofa sambil menekan tombol on pada remot tv. Berasa rumah sendiri.
"Mbul, gue laper nih. Bikinin gue makan dong" pinta Divo sambil mengelus-elus kepalanya sendiri.
"Otak lu makan mulu. Mana nyuruh lagi" ledek Kania.
"Gapapa, itung-itung latihan"
"Latihan paan?" Heran Kania.
"Biar lo terbiasa masakin gue pas kita udah nikah nanti" Divo menaik turunkan alisnya yang tebal.
"Najis tralala trilili, muntaber gue dengernya" Kania bergidik ngeri sambil mengetuk-ngetukan jarinya ke meja. Divo tertawa keras.
Walaupun begitu Kania tetap membuatkan Divo makanan. Itu hal yang biasa buat Kania. Hari pertama Divo pindah, sifatnya emang baik, sopan, ramah bahkan terkesan culun. Eh, besoknya dan sampai saat ini sifat aslinya pecicilan, rese, nyebelin, konyol dan banyak lagi.
"Siapa sih yang iseng bikin acara kayak gini. Kalo gue jadi menteri perfileman gue hapus ni acara. Gak bermutu banget" kesal Divo saat mendapati acara gosip.
"Kerja tuh yang halal, bukan ngomongin orang. Kayak sendirinya mau digosipin aja" lanjutnya.
"Lah, yang ini malah cinta-cintaan. Gak tau apa kalo gue masih di bawah umur. Gue laporin Kak seto baru nyaho lu" kekesalan Divo semakin bertambah setelah mendapati acara sinetron.
"Apa lo bilang? di bawah umur? Lo itu udah 17 tahun bego" ledek Kania sambil tersenyum miring.
"Tapi lo sendiri baru 16 tahun. Gue ngehargain lo aja yang masih dede-dede. Takut kebawa arus globalisasi. Mending nonton si bolang aja" ucap Divo sok bijak.
"Laga lu udah kayak cak lontong aja dah" ledek Kania.
"Ngomong mulu lo. Mana makanan gue udah jadi belom?"
"Nih. Gue jadi babu di rumah sendiri" Kania memberikan semangkuk sup ayam favorit Divo.
"Udah gue bilang dari tadi, ini latihan buat masa depan"
"Kayaknya gue salah deh temenan sama lo yang udah dewasa. Fikirannya nikah mulu"
"Nanti juga suka sendiri"
"Ogah!"
Divo menyeruput kuah sup yang masih panas. Lalu Divo menyodorkan sesendok sup ayam ke mulut Kania. Seperti biasanya. Divo akan menyeruput kuahnya lebih dulu dan menyuapi Kania dengan wortel dan ayamnya. Divo mengayun-ayunkan tangannya bak pesawat terbang, seperti seorang ayah yang berusaha menyuapi putri kecilnya yang enggan makan.
Kania tertawa saat acara tau gak sih berlangsung. Acara ini memang sedikit menggelitik karna editornya teramat kreatif. (Buat trans 7, ini acaranya aku bangga-banggain lo. Endorsenya jangan lupa:). Divo memarahi Kania karna takut tersedak. Benar saja, Kania tersedak saat tertawa yang ke dua kalinya.
"Nah, bandel sih kalo di bilangin" Divo memberikan Kania minum.
"Iya maaf ayah"
"Iya. Lain kali jangan di ulangin ya bunda"
"Divooo. Jangan panggil gue bunda" kesal Kania.
"Lo sendiri manggil gue ayah gue gak protes tuh. Malahan seneng" Divo tersenyum manis.
"Udah ah gue kenyang"
***
Kania membaringkan tubuhnya di kasur. Kamarnya yang dominan berwarna hitam putih melengkapi gelapnya malam. Rumah ini selalu sunyi. Rintikan hujan mulai menderas yang diiringi gendang geledek. Kania memejamkan matanya. Berusaha menolak kenangan pahit yang memaksa untuk kembali masuk dalam otaknya. Mungkin rumah ini tak sehangat rumah Divo yang orang tuanya selalu ada saat malam hari. Menyempatkan sarapan bersama di pagi hari dengan ditemani obrolan ringan di meja makan. Perlahan air mata Kania mulai turun tanpa di minta. Dadanya terasa sesak setiap menahan tangisnya. Hingga matanya terpejam karna kelelahan. Lehah melupakan masa lalu, lelah memaafkan masa lalu lelah udah berdialog dengan Divo.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Fine, But It's Okay
Teen FictionTentang seorang gadis sejuta rahasia yang bertemu seorang laki-laki menyebalkan dengan sejuta misteri. Laki-laki yang berhasil membuat sang gadis kembali menemukan warna hidupnya setelah belasan tahun bermain didalam dunianya yang hitam putih. Akan...