24

1.4K 305 34
                                    

"Han, please Han. Ini bisa kita bicarakan baik-baik"ujar Jonghyun untuk kesekian kalinya.

Hana menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia menatap Jonghyun dengan kedua pipinya yang sudah dipenuhi dengan air mata.

"Kita udah kelewat batas kak. Mending aku aja yang ngalah, dari awal ini salah aku kan?"ujar Hana pelan.

Jonghyun menggeleng kuat, ia berjalan mendekat kearah Hana yang tengah terduduk sambil menata bajunya didalam koper berukuran sedang secara acak.

"Hana, jangan kaya gini"ujar Jonghyun lirih.

Hana menoleh, menatap Jonghyun. Kemudian ia tersenyum miris. "Mau kayak manapun ini tetap salahku, mau sebanyak apapun kamu milih buat sama aku. Nyatanya, dimata mereka tetap aku yang bakalan salah"Balas Hana lagi.

Ya, sejak mama Jira pergi 1 jam yang lalu. Hana memilih untuk kembali ke apartemennya, dan memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Luka diwajahnya bahkan belum sempat ia bersihkan, darah yang mengering diujung bibir masih terlihat. Keduanya berada didalam kamar Jonghyun, Nico masih terlelap dengan damai tidak terusik dengan keributan yang tercipta disekitarnya.

Hana menutup kopernya dengan gerakan cepat. Setelah itu, ia mengambil tas selempang yang berisikan dompet dan berbagai macam keperluannya. Tak lupa juga ia mengambil ponsel yang tergeletak diatas nakas. Jonghyun menahan pergelangan tangan Hana saat perempuan itu hendak membuka pintu kamar.

Jonghyun menggelengkan kepalanya, setetes air mata meluncur diujung matanya.

"Please Han, jangan pergi"ujar Jonghyun lirih.

Namun Hana tetap bertahan pada pendirian. Ini semua harus segera selesai, jika tidak. Mungkin bukan Hana yang akan sakit, tapi Jonghyun juga. Mereka akan merasakan sakit jika Hana tidak seperti ini.

"Gak bisa kak, aku harus pergi. Maaf, dan terimakasih"

-
Hana pov

Gue merebahkan tubuh gue keatas kasur gue. Udah lama gue gak tidur diatas kasur ini. Kangen banget sama suasana kamar gue. Gue menatap kearah jejeran foto yang sengaja gue pasang dipintu balkon gue. Foto gue ber-4 dengan sahabat gue. Foto saat kami melaksanakan kelulusan, foto saat satu persatu dari kami menikah. Tanpa sadar gue menangis. Ada rasa bersalah, dan juga sebuah penyesalan yang gak bisa gue tahan. Rasanya bener-bener buat dada gue sesak.

Gue salah. Gue akui itu, tapi gue ini manusia biasa. Gue pernah jatuh cinta, tapi gak pernah sejatuh ini. Gue juga pernah sakit, tapi gak pernah sesakit ini. Ini terlalu dahsyat untuk gue yang masih buta soal cinta. Hidup gue selama ini dipenuhi dengan ledekkan, kedua adik gue serta ayah bunda, dan tentang pekerjaan. Semuanya berubah. Gue gak tahu, yang jelas sejak 8 bulan yang lalu. Kehidupan gue berubah. Gue. Gue udah melangkah terlalu jauh dari apa yang sudah Tuhan bataskan untuk gue.

Gue cuman manusia biasa, yang bisa kapan aja berbuat salah. Kalau gue tahu gue bakalan jatuh sama dia yang notabenenya suami sahabat gue sendiri. Gue lebih memilih untuk gak mencintai gue. Apa ini masih salah gue? Ketika hati gue memilih untuk berlabuh kepada seseorang yang nyatanya sudah memiliki seorang istri? Apa salah gue saat gue berusaha untuk membantu peran sahabat gue yang jauh disana? Apa juga salah kalau gue jatuh cinta sama dia?

Ini takdir. Takdir yang Tuhan rencanain buat gue. Takdir yang gak bisa gue tolak, dan gue tahu. Gue emang pelakor, tapi pernah gak sih kalian mikir. Saat kalian punya pacar, dan kalian lebih mentingin sesuatu yang lain. Okay, mungkin kalian beranggapan gini.

Halah, masih pacar ini. Ngapain coba gue harus perhatian sama dia. Toh bisa putus ini.

Sifat kalian yang ini bisa buat kalian kehilangan sosok yang kalian sayang. Mereka itu manusia, sama kaya kita. Gak perduli mau cewek atau cowok, mereka itu sama kaya kalian. Punya perasaan, kalau kalian marah diduain sama game, sama latihan futsal, nongkrong sama temen-temennya, mereka juga bakalan ngerasa marah saat kalian lebih mentingin sesuatu yang lain.

Ada 2 hal yang jadi tujuan pacar, putus, atau menikah. Tapi coba kalian pikir, kalau kalian cuman mentingin perasaan kalian sendiri. Apa itu bagus buat hubungan kalian? Yang ada kalian bakalan nyalahin orang ketiga yang datang buat ngisi waktu kalian. Ngisi peran kalian dipasang masing-masing. Pacaran itu komitmen, komitmen buat kita bertahan pada satu pilihan sebelum akhirnya memutuskan untuk mengikat janji sehidup semati dengan pasangan. Kalau dari awal pacaran udah suka gak mentingin pasangan, apa kalian yakin pasangan kalian tetap bertahan sama kalian?

Dan gue disini ada di pihak ketiga, dimana gue akan selalu salah dimata orang luar karena gue udah ngambil peran Jira. Tapi apa itu masih salah gue? Saat kak Jonghyun butuh sosok Jira yang gak bisa penuhi kewajibannya? Saat Nico butuh sosok Jira untuk ngasih dia kasih sayang seorang ibu. Dan disaat itu, gue masuk. Mencoba untuk memberikan Nico kasih sayang layaknya ibu kandung bocah itu, dan kak Jonghyun gue layanin layaknya seorang suami gue sendiri.

Gue udah terlalu capek, terserah kalian mau beranggapan gue pelakor atau gimana. Yang jelas, gue emang salah. Gue mengakui itu.

Saking lamanya gue nangis, gue sampek gak sadar ponsel gue dari tadi bunyi terus. Dengan gerakan lambat gue mencoba untuk membuka password ponsel gue. Mata gue semakin memanas saat melihat chat yang kak Jonghyun kirimkan beberapa jam yang lalu. Sebelum gue sampai di apartemen gue.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disitu gue bener-bener gak bisa nahan tangis gue lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Disitu gue bener-bener gak bisa nahan tangis gue lagi. Gak perduli sama luka dipipi gue, yang jelas hati gue lebih. Lebih sakit saat gue tahu album idol gue dibakar sama Jihoon. Intinya gue bener-bener ngerasain sakit.

"Maafin tante ya Nico"

---
Tbc

Aku stuck banget buat nulis step mother:'(

Baby Shower ; Kim Jonghyun✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang