Bab 4

94 24 0
                                    

Mobil Vino berhenti di perkarangan rumah mewah. Aku menatap rumah itu takjub, betapa besarnya rumah ini.

"Ini rumah mu?" tanyaku polos.

"Bukan rumah pembantuku yang pertama" ucap Vino terkekeh.

"Ha ha ha kau membuatku tertawa setengah mati." kesalku.

"Sudah laa, ayo cepat masuk" kata Vino berjalan masuk kedalam rumah.

Vino berjalan menaiki tangga mungkin dia akan memasuki kamarnya, aku pun mengikutinya. Saat masuk kamarnya lagi-lagi aku dibuat takjub, aku mulai berfikiran kalau Vino ini seorang hacker. Bagaimana tidak, dia memiliki 4 komputer yang bersebrangan, 2 I-pad di atas karpet yang di biarkan begitu saja dan mungkin masih banyak lagi yang lain.

Aku berjalan untuk memegang komputernya, namun..siapa sangka Vino dengan cepat melukai punggung tanganku dengan cutter.

"Aaw! Holyshit! Apa maksudmu?!" bentakku sambil meringis.

"Jangan menyentuh barang elektronikku, itu lebih berharga dari pada dirimu." katanya berbaring di kasur, lalu menatapku " tapi bukan berarti kau tak berharga Tiana. Aku menyayangi mu" lanjutnya.

"sial! Aku merasa wajahku kini memerah seperti tomat, aku berharap Vino tidak melihatnya" batinku.

*tok..tok..*

Seorang pria paruh baya, namun masih terlihat tampan masuk dengan wajah dingin menatapku sekilas lalu mentap Vino. Dia juga menggosok hidungnya beberapa kali, merasa mencium bau yang tidak enak, yang berasal dariku. Aku bisa melihat Vino tidak menyukai kehadiran pria itu, terlihat dari cara Vino menatapnya.

"Dori!!!" teriak pria itu, setelah melihat luka di tanganku dan pelayan pun datang dengan terengah engah.

"Bawa dia dan obati lukanya, cepat jangan sampai infeksi" perintah pria itu, dan pelayan pun membawaku keluar.

Pelayan itu mengobati lukaku dengan sangat hati hati, aku menatapnya dengan memincingkan mataku. Dia juga menggosok hidungnya dan mengibaskan tangannya di depan hidung.

"Kau kenapa?" tanyaku.

"Tidak nyonya" jawabnya gugup.

"Sudahlah jangan berbohong, aku tau kau mencium bau tubuhku yang seperti telur busuk kan?" pelayan itu tidak menjawab. Pfft! Orang ini membuatku kesal, aku akan mencoba mengajaknya bicara lagi dengan topik yang berbeda.

"Hei, siapa namamu?" tanyaku, pelayan itu menoleh dan tersenyum.

"Dori, nyonya" jawabnya .

"Dori, tadi aku melihat Vino sepertinya tidak menyukai pria itu. Kau pelayan disini pasti tau kan dia siapa?" tanyaku lagi.

"Dia tuan Richard Aldrich nyonya, ayah dari tuan Vino" ucapnya masih sibuk mengobati lukaku.

"Kau tau, kenapa Vino tidak menyukai kehadiran ayahnya?" pelayan itu terlihat gugup.

"Ah..nyonya, lukanya sudah saya bersihkan. Saya harus pergi mengerjakan yang lainnya" katanya berdiri lalu pergi.

"Dia belum menjawab tapi sudah pergi, menyebalkan!".

🔪🔪🔪

Setelah menunggu lama, aku melihat Vino menuruni tangga menghampiriku.

"Menunggu lama?" tanyanya santai seraya duduk di sampingku.

"Apa yang kau bicarakan dengannya?" aku malah balik bertanya.

"Sesuatu yang tidak penting. Kenapa kau bertanya seperti itu?".

Aku mengakat bahuku "sudahlah, aku ingin pulang, ayo antar aku" ucapku lalu berdiri.

"Tidak kau tetap disini malam ini, atau mungkin seterusnya" katanya berdiri memegang tanganku.

"Hei! Apa ap--" ucapanku terpotong setelah melihat Richard menghampiri kita.

"Vino, ayah akan pergi keluar kota karna ada tugas kantor" ucap Richard.

"Ya..lebih baik begitu, lagi pula kau tidak perlu lama lama disini" Vino menjawab dengan.santainya.

"Baiklah aku pergi, oh ya..ubah nada bicaramu ketika berbicara denganku. Jangan lupakan kalo aku ini ayahmu" Richard menatapku sekilas, lalu pergi keluar rumah.

"Ciih..ayah macam apa dia ini" gumam Vino kecil, tapi masih bisa kudengar.

Vino berjalan menaiki tangga, aku mengejarnya dengan sedikit berlari.

"Hei Vino, dia ayahmu?" tanyaku(memastikan)setelah berada di sampingnya

"Mm..".

Setelah sampai di depan kamar aku menghadang langkah Vino didepan pintu kamar.

"Tapi kenapa kau bersikap dingin dengannya? Apa ada sesuatu yang membuatmu membencinya?" tanyaku, Vino hanya memutar bola matanya malas.

"Kenapa kau melakukan hal itu pada ayahmu?" aku diam tidak mrngerti apa yang dibicarakan Vino.

Dia berdeham beberapa kali "apa kau bisa bertanya yang lain? Itu tidak penting" katanya dingin seraya menggeser tubuhku.

Aku melipat tangan di dada "baiklah, aku bisa mengambil kesimpulannya sekar--" kataku terpotong karena Vino melempar pisau, untungnya pisau itu melesat dan menancap di meja komputer Vino. Aku menatap pisau itu tajam, lalu menatap Vino kesal "apa kau mau membuatku mati konyol?" bentakku

"Jangan bicara terus, pertannyaanmu itu tidak penting, beruntung aku sangat menyayangimu" katanya dingin.

Aku menatapnya dingin, lalu berjalan kearah balkon. Tapi sebelumnya aku melihat seperti sebuah pintu rahasia, mungkin?. Aku masih bisa melihatnya walaupun samar samar, aku berjalan mendekatinya untuk memastikan.

"Apa ini pintu rahasia Vin?" tanyaku.

Vino langsung berhenti melakukan kegiatan mengganti bajunya. "Bukan, hanya sebuah ruangan kecil untuk menyimpan barang elektronik ku" Aku pun mengangguk mengerti.

"Hei, mau pergi kemana kau?" tanyaku melipat tangan didada.

"Ada urusan penting, dan mungkin akan pulang larut malam" katanya memasukan laptop kedalam tas.

"Urusan lagi? Baiklah, antar aku pulang sekarang".

"Bukannya aku sudah bilang kalau malam ini kau disini, tidurlah dikasur ku. Aku akan segera pulang, dan ingat jangan coba coba untuk kabur dariku." ucapnya seraya memakai hodie hitam, lalu beranjak pergi.

"Kenapa dia sangat menyebalkan, jangan lakukan ini, jangan sentuh ini, jangan coba kabur dariku. Cih!" kataku kesal.

"Jangan terus-terusan mengumpat tentangku, aku bisa mendengar itu." kata Vino dingin lalu kembali pergi setelah mengambil barang yang ketinggalan.

"Vino? Sejak kapan.." kataku terkejut.

Cruelty Psychopath [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang