7

4 0 0
                                    

Sebetar lagi ujian tengah semester, ada dua agenda penting yang harus aku lakukan, pertama belajar, kedua menjadi tutor untuk belajar bersama menghadapi ujian tengah semester. Yang kedua ini kadang aku malas melakukanya.

"Rhy, ibu tolong dibantu lagi untuk ujian kali ini. Nanti kamu datang ke kantor ya."

Aku hanya mengangguk, mengemasi buku-buku. Aku melirik bangku sebelahku yang kosong. Jam pulang sekolah sudah sepuluh menit yang lalu, tapi di kelas masih ramai. Lan benar-benar pindah dari bangku sebelahku. Sekarang ia duduk dengan Archi di bangku pojok paling belakang. Aku bahkan tak paham mengapa Archi bisa satu kelas denganku, karena kelas 12 terdiri dari 6 kelas, kenapa bisa terdampar juga di kelasku. Aku merasa seperti reuni dengan teman-teman SD. Dan Lan, aku masih tak percaya bahwa dia adalah si Piggy. Dan orang dengan nama Arjuna Airlangga putra di bumi ini seharusnya tak hanya satu. Kalo tidak ini akan menjadi kebetulan yang terlalu kebetulan. Jadi setelah bertahun-tahun sejak kami bertiga berpisah kemudian disatukan di kelas ini? Ini bukan acara termehek-mehek kan?

Sama dengan Lan yang membuat semua perempuan menjadi kegatelan, Archi juga mendapat sambutan yang sama, baru sehari ia menjadi murid baru semua mata anak laki-laki tak lagi jenak untuk tak melihatnya. Tara tergeser posisinya, ia tak lagi menjadi paling cantik dikelas. Bahkan jika mau diakui Archi bisa mengalahkan semua unggulan dari tiga angkatan. Kartika yang dikatakan paling cantik juga tak bisa dikatakan sebanding. Archi terlalu imut dan terlalu cantik. Tinggi Archi kini diatasku, padahal dulu ia begitu kecil. Rambutnya hitam panjang, dan halus. Ia putih. Dan kepalanya tak lagi menunduk seperti dulu, ia tak juga selalu memegangi rokku karena tak bisa jauh dari ku. Manusia benar-benar berubah. Bahkan si piggy juga menjelma menjadi Lan, aku bahkan tak yakin bahwa mereka adalah orang yang sama. Aku seperti menjadi satu-satunya yang tak berubah sama sekali. Rambutku pendek sebahu, untung saja aku tak hitam karena Mamah putih. Mataku juga tak biru seperti Lan, bulu mataku tak selentik milik Archi. Hanya saja Mamah bilang aku memiliki lesung pipit dipipiku, tapi apa ini cukup untuk dikatakan cantik? Aku tak yakin.

Hari ini aku belajar kata 'iri', yang belum kupahami kenapa aku harus merasa demikian.

"Rhy, Lan bukan orang yang mau duduk sama sembarang perempuan gitu aja kan?" Tara duduk di hadapanku, dan sedari tadi tiap jam istirahat ia mendatangiku untuk berbincang. Aku merasa sangat aneh. Walaupun aku tahu ia tak benar-benar ingin berbicara denganku selain karena memerlukan sesuatu dariku.

"Kenapa tanya aku?" Mana kutahu. Emaknya saja bukan.

"Kan dia susah kalo didekati, disapa aja kita cuma dianggap lalu."

Sejujurnya pertanyaan itu juga melintasi kepalaku. Kenapa Lan mau duduk dengan Archi? Padahal dia terkesan acuh dengan perempuan. Apa karena Archi sangat cantik? bahkan aku pernah melihatnya saling memegang tangan dimeja makan, meja makanku. Apa mereka benar-benar seperti yang Archi katakan, bahwa Lan dan Archi menjalin suatu hubungan yang semua orang sebut dengan 'pacaran'. Tapi dalam logikaku harusnya Archi membenci Lan yang telah menganiyayanya dulu. Walau setauku anak kecil yang sedang cinta monyet itu suka menjahili orang yang dia sukai, tapi benarkah Lan sudah mengalami cinta monyet sejak SD yang bahkan masih ingusan? Dia terlalu cepat dewasa, padahal untuk mengeja abjad A-Z kupikir saat itu Lan masih gagu. Apakah ia tahu cinta itu terdiri dari huruf c-i-n-t-a, sungguh tak masuk akal. Tapi mungkin saja Lan memang menyukai Archi sejak dulu, mengingat dulupun Archi sudah sangat manis. Dan Archi yang dulu teraniyaya kini mulai menyukai Lan karena si piggy telah menjelma menjadi Lan. Dan apa yang kuhadapi sekarang adalah aku menjadi pihak yang dikorbankan. Setelah aku menjadi seorang pahlawan dulu, kini aku dibenci oleh Archi entah apa sebab. Dan Lan juga membenciku yang pernah memukulinya dengan balok, penghapus papan tulis, penggaris, buku, tempat pensil, sepatu atau juga menusuknya dengan pensil, ballpoint, lidi berhitung, dan entah apa lagi demi membela Archi. Dan sekarang ia kembali untuk membalaskan dendamnya. Sungguh aku tidak bersalah dilihat dari sudut pandang manapun. Bukankah mereka berdua benar-benar gila? Jika mereka memang mau beralay-alay ria dan saling menyukai lalu berpacaran kenapa mereka harus bermasalah denganku dan menabuh genderang perang padaku?

nice to see youWhere stories live. Discover now