Begitulah kemudian taruhan yang tadinya rasional berubah menjadi geblek. Hanya dalam waktu satu minggu sejak taruhan terucap, namanya tercetak di daftar nilai bagian atas. Boro-boro seratus besar, nilainya hampir menendang Danar. Lan seperti menyiramku dengan muntahan tertawaan. Sejak ia menujukan wajah kemenangan di depanku kala itu hingga telah berlalu tiga hari, Lan belum berucap apapun mengenai hal-hal yang harus aku lakukan untuk memuaskan dirinya. Sedari pagi aku menghindarinya, dan melihat Lan seperti penyakit akut yang sebisa mungkin namanya saja jangan sampai lewat di telingaku. Aku sudah berpikir banyak hal apa kira-kira yang akan Lan minta padaku, aku benar-benar ketakutan.
Tapi menghindarinya sedangkan kami satu kelas hanya membuatku terlihat pecundang sepenuhnya, ditambah Lan memang tidak menagih apapun, tidak bertanya apapun, hanya sesekali melemparkan senyum sinis mengejek dengan mata yang meremehkan. Aku seperti menunggu hari-hari menuju tiang eksekusi.
"Rhy nanti sore kita kumpul mentor bimbingan ujian, jangan lupa."
"Hah? Oh oke."
"Kenapa, aku salah bicara?" Danar mengernyit menatapku.
"Nggak, bukan apa-apa." Aku tersenyum, dan aku kuat untuk tersenyum hingga gigiku kering. Sudah dua jam aku duduk berhadapan dengan Danar di ruang perpustakaan, ini kemajuan yang luar biasa. Danar baik, sangat. Maksudku ia memang selalu baik pada siapa saja tapi akan aku buat beberapa hal hanya menjadi miliku. Danar meletakan pensilnya dan memandangku, aku jadi menghentikan lamunanku.
"Kenapa selama ini kamu nggak pernah kelihatan?" Danar menggumam.
Mataku menyipit.
"Selama ini aku pikir siapa yang namanya Rhyanti Putri, namamu terus berdempetan di bawahku saat rekap nilai. Beberapa kali nilaimu tipis hampir menyaingiku." Danar tersenyum "Ternyata kamu."
Aku gelagapan berusaha ingin menyambung pembicaraan, tapi mulutku hanya membuka dan menutup seperti ikan. Aku menjadi sangat besar kepala, aku dipuji.
Paling tidak di dalam kepalanya pernah memikirkanku. Yaaa, aku ingin berteriak.
"Mudah atau sulit buatmu untuk sampai di urutan atas?"
"Kenapa?"
"Jangan liat aku begitu Rhy, aku cuma mau tahu, bagiku itu nggak mudah, kalo kamu ternyata sampai dengan sekali loncat kamu hebat."
Aku tertawa "Aku butuh merangkak berdarah-darah."
"Sungguh?" Danar tertawa. "Itu bagus. Proses itu indah."
Ia tak berubah. Tetap menyenangkan seperti dulu.
"Kamu nggak tertarik ikut osis?"
"Sepertinya nggak cocok buatku."
"Kenapa?"
Aku tak tahu alasanya, aku hanya tak suka berkumpul "Entahlah."
"Cuma aneh karena aku hampir kenal semua anak di SMA ini, tapi aku nggak pernah liat kamu. Sepanjang dua tahun namamu berdempetan sama namaku tapi aku nggak pernah tahu kalo itu kamu, mungkin kita sering ketemu tapi aku nggak tahu ya."
Aku tertawa kecut "Mungkin, aku bukan tipe orang terkenal."
Apakah soal ia menolongku dulu tak pernah ia ingat sedikitpun?
Danar mengangguk, angguk. "Kamu punya banyak temen?"
"Temen? Maksudnya?" Temen? Aku berusaha menghitung dengan jari, jariku tak beranjak lebih dari tiga. Aku menggeleng tak yakin.

YOU ARE READING
nice to see you
Fiksi RemajaRhyanti Putri atau Rhy, tidak pernah terobsesi apapun selama 17 tahun hidupnya, hingga ia masuk SMA dan bertemu dengan Danar. Danar laki-laki yang baik, pintar, dan yang paling penting dia adalah penolongnya melewati kejadian paling memalukan dalam...