Amplop petaka

512 13 13
                                    

20 Mei 2011

Mama "vioooooo!!!!"
Mama "viooo bangun, sudah jam 10 pagi"

Suara mama sangat jelas di telingaku. Ini kan hari libur ma, kenapa sih mama menagganggu waktu tidurku.
Pengen tidur lagi, tapi kalau ngabaikan mama, takut dosa. Mau nurutin kata kata mama, cuman magnet tempat tidur ini sangat bekerja.

Vio "iyaaa mama, Vio udah bangun"

Mama "vioooo ayoo ke bawah"
Vio " okeee ma"

Aku lebih takut menanggung dosa dari pada menerima magnet tempat tidur ini, dari pada aku disiksa habis habisan di neraka, sudahlah tersiksa di dunia hmmm.

Di ruang makan

Vio "Good morning mama tercantik sedunia"

Mama "nohh, pergi sarapan sana, mama udah buatin kamu sandwitch dan jus apel tuh"

Vio "oke bos besar"

Mama " eitsssss, jangan langsung pegang itu dong Vio, cuci tangan sana dulu"

Vio "Hehe sorry ma, terlalu bersemangat sama sandwitch buatan mama yang enak ini sih"

Hmm, kalau ngga sandwitch pasti salad buah atau salat sayur. Penyakit ini memang menyusahkan. Mau makan ini ga bisa, mau makan itu ga bsa, mau minum ini itu ga bisa, air putih everyday.

Mama "vio ini ada surat dari kantor pos"

Vio "loh kok di kasih ke Vio ma?"

Mama "coba deh baca siapa pengirim dan penerimanya"

California, amerika

From: Nor Fathan assyidiki
To: Viona Al-Hakim sang peri hujan

Secarik amplop persegi panjang berwarna putih, lantas menbuat jantungku tak lagi berpacu, tapi menghentikan waktu.
Kenapa harus ada nama yang susah payah aku buang dan kembali muncul di detikku yang baru.
Tuhan, aku memang belum sepenuhnya ikhlas, tapi tak lihatkah kau perjuanganku melawan waktu yang baru untuk dapat melupakan hal hal yang aku fikir percuma saja menanti.
Rencana apa lagi yang sudah kau persiapkan untuk perempuan lemah sepertiku ini.
Apakah kau ingin memutarkna memori lama itu lagi di kepalaku.

Fathan yang menggenggam tanganku karna takut aku di genggam tangan yang salah.
Fathan yang menyuruhku bermimpi di atas awan, agar bisa menemukanku ketika mengendarai pesawatnya itu.
Seseorang yang sangat berani menjanjikan bahwa ia akan pulang untuk ku di atas kertas bermatrai dan bertanda tangan.
Laki laki berani, yang berkata pada ayahku bahwa ia akan menjaga putri kecil ini hingga tak akan ada luka apapun.
Fathan, kenapa tidak dari pagi 20 april kau mengirimkanku amplop ini.
ketika aku sudah lelah menunggu, lantas kau baru mengirimkanku sebuah amplop.

Air mataku keluar , tubuhku bergetar. Hatiku sesak, jantungku sangat lemah kali ini.
Belum aku buka saja suratnya sudah buat aku seperti ingin mati.

Tiba tiba, penglihatanku buram, amplop putih yang tertanda nama fathan mulai gelap dan samar samar, kepala ku sangat sakit, tubuhku melemah dan aku pun tak punya tenaga lagi untuk menggenggam amplop putih itu.

———————————————————————

Suasana di rumah Vio

Mama panik, ia tak henti hentinya memanggil nama vio anak kesayangannya itu. Tak kuasa melihat anak bungsu kesayangannya berbaring lemah menutup mata dan tak sadarkan diri di lantai keramik yang suhunya dingin.
Mama langsung memanggil ayah dan kakak laki laki vio, untuk segera memanggil ambulan.
Mama menggenggam tangan anaknya itu, sangat dingin sekali, dan warna kulitnya sangat pucat, bibir pink meronanya berubah menjdi putih pucat, wajahnya sudah seperti orang yang baru menghembuskan nafas terakhir saja.

JARAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang