Dua musim yang tak sama

327 5 1
                                    

California

Winter

Author

Setelah mengetahui kenyataan kemarin, Ranty sangat sedih, melihat sosok laki laki yang sangat ia cintai itu, adalah kekasih sahabat karibnya.
Sahabat yang ia cintai juga. Ia bingung, sampai kapan, ia harus menjadi seperti orang bodoh, selalu mencari jawaban, tapi tidak kunjung terjawab.
Semuanya adalah ulah Fathan, seseorang yang seharusnya bertanggung jawab akan hal ini.

Sisi Ranty

Aku bingung Fathan, aku mencintaimu, namun aku juga mencintai sahabatku, bagaimana aku bisa merelakan salah satu diantara kalian.
Setelah hari itu, aku bingung harus kemana, aku ingin pulang ke rumah sakit untuk melihatmu, tapi jika aku melihat wajahmu lagi rasanya semakin sakit.
Aku ingin marah padamu, tapi aku paham bagaimana kondisi dan posisimu pada saat ini, jika bicara soal hati dan perasaan memang tidak pernah benar ya fathan, makanya segala cara kau tempuh, hingga akhirnya salah satu atau keduanya harus rela untuk tersakiti.

Ketika aku selesai beristirahat dari rumahmu, aku pergi.
Aku ingin pergi ke cafe, tapi aku melihat ada kakakku sedang berbicara dengan pemuda, mungkin itu adalah temannya.
Kali itu, sepertinya tuhan tidak mengizinkan ku pergi ke cafe, aku takut nanti kak vizta bertanya padaku, kenapa aku bisa kesini sedangkan aku masih menunggu Fathan di rumah sakit.
Baiklah, kali ini tidak jadi.
Lalu ku lihat ada taman yang begitu tidak asing menurutku, taman itu seperti mengembalikan ku ke masalalu.
Sepertinya aku pernah kesini, tapi kapan, aku pun lupa.
Aku duduk di dekat pohon yang di hinggapi banyak sekali salju, aku termenung, dan melihat orang orang sedang bermain salju, kebahagiaan yang sangat tampak disana.
Setelah beberapa lama duduk, tiba tiba saja ada seorang laki laki yang sedang menghampiriku, laki laki bertubuh tinggi, ganteng hidungnya mancung, tapi tentu saja, itu tak membuat iman ku goyah, lebih ganteng Fathan bukan.
Tapi wajah itu, wajah yang sangat Familiar bagiku, tapi kapan aku pernah melihatnya.
Bodohnya kami bercakap cakap seperti orang yang sudah lama mengenal, tapi baru saja di pertemukan kembali.
Baiklah itu hanya perasaanku saja.
Setelah itu, aku pergi meninggalkan laki laki itu.
Rasanya ingin ke cafe.

Di cafe

Baik, kulihat bar hanya berisikan orang kulit hitam dan beberapa teman temannya. Sudah tidak ada lagi kakak di sana.
Tapi tunggu, laki laki yang tadi di taman, kenapa bisa ada disini, dia pasti mengikuti ku, lebih baik aku pulang ke rumah ibunya Fathan.

"Tunggu!!!"
Sambil memegang pergelangan tanganku sebelah kanan.

Ranty "apalagi."

Dokter Rinko "mau kemana ?"

Ranty "bukan urusan kamu."

Dokter Rinko "duduk dulu sebentar."

Ranty "mau ngapain sih."
Aku pun terpaksa untuk mengikutinya, dan duduk berhadapan dengannya.

Dokter Rinko "nih."
Ia mengeluarkan dompet berwarna nut dan terdapat nama di depannya.

Ranty "ooh, kamu nyuri dompetku ya?!"

Dokter Rinko "tadi jatuh pas kamu beranjak pergi, masih untung juga di kembaliin.
Oh nama kamu Ranty ya."

Ranty "iya, kamu meriksa meriksa dompetku?"

Dokter Rinko "tidak, hanya membuka sekilas."

Ranty "oooh."

Dokter Rinko "mau kemana habis ini?"

JARAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang