Sudah dua minggu berjalan, sejak pertama kalinya Alif menerima makanan misterius yang selalu menggantung di pintu kamarnya. Sampai sekarang hal itu rutin terjadi. Setidaknya dalam seminggu bisa sampai empat kali Alif menerimanya. Makanan itu selalu hadir saat Alif lembur dengan tugas kuliahnya dan belum sempat makan malam. Tapi ia sudah tak heran lagi dengan hal itu. Balqis lah yang menjadi tersangka utamanya bagi Alif. Walaupun ia belum mendapatkan klarifikasi khusus dari anak ibu kosnya itu. Saat bertemu juga Alif selalu gugup ingin bertanya. Bu Maryam juga semakin sering memberinya bekal sarapan dan makan siang yang di antarkan oleh Balqis saat ingin berangkat sekolah.
"Adek-adek yang lainnya mana, Qis? Kok tumben udah jam segini yang hadir baru sedikit?"
"Iyaa mas aku juga gak tau"
"Terus gimana? Udah jam segini... Apa kita mulai aja?"
"Yaudah mas gapapa seadanya aja dulu daripada mereka kesorean nanti pulangnya"
Sore itu adik-adik yang hadir mengaji hanya sedikit. Tidak seperti biasanya. Mungkin banyak yang sedang berhalangan hadir. Durasi mengaji mereka sore itu juga menjadi singkat karena sepi. Pak Salman yang biasanya setia menemani mereka juga tidak terlihat sore itu. Mengaji sore itu ditutup dan bertepatan dengan turunnya hujan. Mereka yang tidak membawa perlengkapan pelindung hujan menetap didalam masjid. Sebagian ada yang berada di teras masjid, termasuk Alif dan Balqis. Saat hujan semakin deras, Pak Salman menggunakan jas hujan dengan motor tuanya datang menghampiri anak-anak di masjid.
"Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumsalam"
"Maaf saya telat tadi abis nganter suami anak saya ke stasiun. Bapak lupa kasih tau kalian hari ini banyak yang izin gak hadir ngaji. Banyak yang pergi sama orang tuanya. Kebetulan kan ini hari minggu dan mereka sudah libur sekolah."
"Lohh udah pada libur pak? Balqis juga udah libur berarti ini?"
"Iyaa mas..."
"Yaudah bapak masuk dulu yaa kedalem. Sambil nunggu hujan reda mau muroja'ah dulu. Kalo mau gabung kedalem aja yaa..."
"Iyaa pak"
"Lif, inget, jangan macem-macem... Hahahaha"
"Astaghfirullah.. Iyaa pak enggak"
Alif dan Balqis lebih memilih menetap di teras masjid bersama adik-adiknya yang lain. Mereka menyenderkan punggungnya pada tembok sambil menatap derasnya hujan sore itu.
"Gak ikut muroja'ah sama pak ustadz mas?"
"Hmm engga dulu deh... Pingin langsung pulang sih sebenernya. Ada tugas. Oiyaa aku mau tanya, sebenernya Pak Salman itu siapa?"
"Maksudnya?"
"Iyaa aku masih bingung dari pertama ketemu, orang-orang manggil dia 'ustadz', sedangkan aku manggil dia 'pak'. Yang aku tau dia salah satu pengurus masjid ini"
"Iyaa mas emang betul, dia salah satu pengurus masjid ini dan dia juga ketuanya di masjid ini. Dia juga satu-satunya ustadz yang paling dituakan di kampung ini"
"Ehh beneran? Kenapa aku telat banget yaa tau nya. Astaghfirullah"
"Beliau itu hebat mas... Dia hafidz Quran dari umur 15 tahun. Terus juga dulu dia salah satu dari 5 orang terpilih yang diberangkatin kuliah ke Mesir dari negara kita pada jamannya. Sekarang dia udah mendirikan pondok pesantren Hafidz Quran di daerah Jawa Barat sana dan sekolah islam terpadu tempat aku sekolah sekarang."
"Masya Allah"
Hati Alif bergetar. Telapak tangan dan kakinya mulai dingin mendengar kisah tentang Pak Salman yang diceritakan oleh Balqis. Ia tak menyadari banyak sekali di negeri ini orang-orang hebat yang justru tidak terekspos. Sosok sederhana Pak Salman menjadi inspirasi bagi Alif. Ia paham, untuk menjadi hebat tidak mesti terkenal. Ia tau, untuk menjadi yang terbaik tidak mesti merendahkan orang lain. Bermanfaat bagi sesama ciptaan Nya itu adalah salah satu kunci keberhasilan dalam hidup. Siapa yang tidak bahagia melihat orang lain bahagia. Hanya mereka yang hatinya mati jika tidak bahagia karena berbagi. Setidaknya walau namanya tidak dikenal di muka bumi, tapi namanya terdengar oleh penduduk langit. Kalau saja Alif tidak merantau, belum tentu ia bertemu dengan orang-orang hebat itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/137466481-288-k405991.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alif : Hafizh's Story
Teen Fiction🏅#1 in Motivasi novel (May 12, 2018) Popularitas semasa sekolah menengah membuat Alif hampir melupakan setiap juz yang sudah pernah ia hafal. Hingga akhirnya Alif memulai perjalanan rantaunya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi lagi. Disana...