ϟ8ϟ

1.2K 108 0
                                        

Wajah anak-anak di depanku tampak berseri-seri dan begitu gembira. Di sebelahku, Belin—temanku di OSIS dan pecinta anak kecil—berteriak-teriak heboh lalu pergi bergabung dengan anak-anak itu. Sementara Andi, orang yang kebagian tugas untuk membagi hadiah tampak kualahan namun tak urung untuk memperlebar senyumnya.

Kami di sini hanya bertiga, mewakili OSIS sekolahku untuk memberi santunan pada panti asuhan yang telah di pilih oleh kesiswaan sebelumnya. Dan hanya aku sendirian yang diam mematung sambil menyaksikan sebuah drama kehidupan dalam kisah nyata ini.

Si cowok berambut keriting tau-tau sudah menarik-narik tanganku dan mengajakku bergabung. Aku yang tadinya tengah sibuk dengan lamunan pun hanya ikut di seret.

“Kakak, kakak bacain dongeng dong! Kak Belin juga lagi bacain dongeng tuh, disana!” Tanpa tersendat-sendat, cowok berambut keriting itu berkata. Riang dan gembira tidak bisa di sembunyikan lagi oleh binaran matanya yang berwarna—tunggu, biru terang?

“Orang tuanya sudah meninggal sewaktu kecelakaan, Chiko sendiri juga terlibat dalam kecelakaan itu, tapi untung masih bisa di selamatkan. Ibu sendiri yang jadi saksi dan mengambil hak asuhnya sewaktu tau nggak ada kerabat yang di ketahui. Tapi, kayaknya dia punya darah Belanda. Ganteng ya?” sahut sebuah suara di belakangku. Aku menoleh dan tersenyum sopan saat mendapati Ibu Geyan, ketua yayasan panti ini.

“Iya, Bu.” Jawabku sesopan mungkin, lalu kembali di tarik pergi oleh si keriting bermata biru masuk ke dalam panti.

Entah kenapa, sejak mendengar kata kecelakaan, aku jadi resah sendiri.

“Kakak! Cepetan dong, Chiko mau denger dongeng tentang pelangi!”

Apa aku pernah mengalami kecelakaan sebelumnya?

Dan... entah.

ϟϟ                       

Awan dan KisahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang