ϟ9ϟ

1.2K 114 5
                                        

Sabtu sore aku berkunjung ke rumah Sakti. Esok paginya, ijab kabul dan resepsi akan di lakukan oleh Papanya di sebuah hotel bintang 5. Aku datang kemari bukan untuk cari muka pada Mama barunya atau apa, melainkan karena tidak enak kalau aku menolak ajakan Sakti untuk main. Lagi pula, katanya, ia dan keluarganya membuat baju seragam, dan aku di buatkan untuk di pakai saat resepsi nanti.

Sebuah kebaya berwarna putih sederhana namun elegan yang tadi di pegang Sakti kini berpindah tangan padaku. Ia tersenyum hangat seperti biasanya, lalu mengacak rambutku dan berkata, “Di coba deh, waktu itu aku ngira-ngira ukuran buat kamu, habisnya nggak—”

“Sempet buat nanya?” lanjutku dengan menaikan satu alis. Ia mengangguk singkat, dan kembali mengacak rambutku.

“Pasti jadi kayak Kartini masa kini.” Pujinya sambil mendorong punggungku masuk ke dalam kamarnya.

Jangan berpikir yang tidak-tidak, tentu saja dia keluar lagi dan membiarkan aku untuk mencoba kebaya-berukuran-pas-atau-tidak di dalam kamar itu.

Setelah selesai memakainya, aku keluar untuk menunjukkannya pada Sakti yang telah menunggu di luar (Ini seperti aku dan Sakti yang akan jadi pengantin dan kami sedang fitting baju). Dan ukuran kebayanya sangat pas, tidak kebesaran, juga tidak kekecilan.

“Gimana?” tanyaku dengan mata berbinar. Ada ketakjuban di matanya yang aku tangkap.

“Kamu cantik banget.”

“Lo cantik banget.”

Dua suara itu menyatakaan sesuatu yang sama dan berbarengan. Aku tertegun. Ada orang lain yang juga tengah menatapku di belakang Sakti, dekat tangga.

Sakti memutar badannya, berdiri di sampingku, dan menatap cowok itu tanpa ekspresi.

“Guntur?” tak sadar, aku mengucapkan namanya. Membuat Sakti dan cowok abstrak itu menatapku.

“Emm, dia saudara tiri aku.” Begitulah yang Sakti katakan setelahnya.

ϟϟ

Awan dan KisahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang