Pindahan

179 13 0
                                    

Lina kini sedang berada di dalam mobilnya, ia bersama dengan kedua kakaknya, David dan Dio. Mereka menuju sekolah baru mereka setelah seminggu mengurus surat pemindahannya. Ketika sampai di depan gerbang, Lina langsung melajukan mobilnya menuju tempat parkir, ya memang benar sekarang Linalah yang menyetir mobilnya.

Sekolah ini adalah sekolah paling bergengsi di kalangan banyak orang, banyak yang berharap bisa bersekolah disini dan kenyataannya disinilah Lina dan kedua kakaknya berada. 

Mereka segera beranjak menuju ruang Kepsek untuk menanyakan kelas mereka masing-masing, lalu pergi menuju ke kelasnya yang ditalh diberitahu setelahnya.

"Bang, kelas kita gak searah, pisah disini aja ya?" Lina langsung berjalan menuju ke arah kiri, sedangkan David dan Dio menuju ke arah sebaliknya. Walaupun sedikit khawatir terhadap adiknya itu, namun David dan Dio mencoba untuk mengalah dan menuruti kemauan adiknya tersebut.

Lina berjalan di sepanjang lorong yang kini telah dipenuhi oleh banyak siswa-yaiyalah siswa namanya juga sekolah, kalo namanya kuburan mah beda lagi-setelah sekian lama ia mencari akhirnya ia menemukan kelasnya, ia sadar sedari tadi ia merasa sedikit risih karena banyak yang memandanginya. 

Ia cantik? tentu, ia sadar akan hal itu kan dia bagaikan bidadari. Namun entah mengapa rasanya ada yang berbeda dari tatapan orang lain padanya, ia merasa asing akan tatapan itu.

Bel sekolah tiba-tiba berbunyi, menandakan jam pertama telah dimulai. Lina semakin memperlebar langkahnya menuju ke kelasnya, dan ketika ia masuk ke dalam kelasnya semua kegiatan yang dilakukan siswa lainnya seolah-olah serentak berhenti dan semua tatapan kini hanya terarah padanya.

"Apakah ini siswa baru?" celetuk seorang laki-laki bermata hazel dengan rambut yang sedikit panjang dari laki-laki lainnya.

"Iya." Lina menjawabnya, seketika semuanya yang ada di dalam kelas itu langsung berorak gembira. Entahlah, Lina tidak paham, apakah sampai segitunya pesona yang ia miliki hingga mampu membuat satu kelas bahagia karena kedatangannya.

Tak lama datanglah seorang laki-laki yang mungkin usianya tak lebih dari dua puluh empat tahun, cukup tampan namun belum cukup untuk membuat Lina menggilainya.

"Selamat pagi, ada apa ini? Kenapa kalian bersorak gembira seperti tadi, dari luar terdengar keras sekali." guru itu berjalan menuju mejanya dan meletakkan tasnya di kursi, juga beberapa buku yang setebal kamus di mejanya.

"Pak, kelas kami ada murid baru!" seorang gadis dengan rambut sebahu yang duduk di bangku kedua menyahut dengan antusias.

LINA POV

"Benarkah? Mana?" yah anjir gua yang segini gedenya gak keliatan sama dia, padahal gua dari tadi aja belum duduk dan anteng di depannya pintu kelas. 

Saat si bapak yang gua gak tahu namanya itu noleh ke gua, auto gua kasih senyum gua yang paling manis. Nih rasain lo, diabetes gak lo liat senyum gua yang cetar membahana badai, yang manisnya udah ngalah-ngalahin gula sesamudra.

"Anjir manis amat kalo senyum neng!" cowok yang duduk di depan meja yang berada di samping gua langsung seenaknya aja ngomong. 

Elah mas jujur amat tuh mulut, makasih loh gua emang manis. Guru itupun tanpa basa-basi langsung nyuruh gue buat kenalan di depan kelas, ternyata gak mempan gaes, gua kecewa :')

"Perkenalkan nama gua Linandya Putri Sulaiman, asal gua dari Malang dan kedepannya mohon bantuannya." gak tau ah bodo amat gua gak peduli ngomong apa, yang penting gua udah kenalan. Gua langsung noleh ke bapak guru tampan satu ini, mengisyaratkan kalo gua dah selesai.

"Silahkan duduk jika sudah!"

"Yah pak gak seru dong, tanya-tanya dulu lah. kan kita banyak yang pengen tanya." Dito, itu adalah nama yang Lina baca dari nametag di dada kirinya nya.

"Emang sebanyak apa yang mau tanya?" si bapak itu langsung tanya, dan dengan santainya mereka angkat tangan sekelas. 

Wah kayaknya gua perlu meet and great bareng sekelas nih, berasa gua mau diwawancarai aja. Berapa jam cobak gua mesti berdiri disini buat jawab pernyataan mereka satu-satu, gua kan juga capek. 

Ternyata inilah alasan kalian bahagia saat gua dateng tadi, biar kalian gak pelajaran, lucknut bat kalian wahai kawan-kawan baruku.

LINA POV END

*   *   *

David dan Dio kini telah berada di kantin, mereka menunggu kedatangan Lina. 

Sungguh hari ini adalah hari yang melelahkan untuk mereka berdua, bagaimana tidak? Mereka sangat tidak nyaman berada di kelasnya yang rata-rata adalah perempuan, dan banyak sekali yang sok akrab dengan mereka bahkan ada juga yang tiba-tiba datang dan meminta nomer handphone mereka. Gila. 

Yah memang wajah David dan Dio bukanlah wajah rata-rata seperti kebanyakan orang, mereka memiliki wajah yang menawan dengan kapasitas otak yang luar bisa juga keluarga yang kaya raya, siapa yang akan menolaknya? Kurang apa lagi mereka? Kurang waras? Mungkin benar, namun hanya itu saja yang kurang dari mereka selain itu tidak ada.

Lina menghampiri mereka dengan wajah yang cemberut, mau tak mau itu mengundang tanya dari David dan Dio. 

Lina langsung menjelaskan apa yang terjadi padanya di kelas, tentang perkenalan dirinya yang tak berjalan seperti yang diharapkannya. Setelah Lina selesai, kini giliran David dan Dio yang bercerita, dan Lina yang mendengarnya langsung tertawa karena menurutnya cerita kakaknya itu konyol.

"Bang, sono gih pesenin makanan! Lina mau bakso sama jus apel ya bang, abang yang bayarin." Lina langsung memasang wajah memohonnya, sedangkan David hanya bisa menghembuskan nafasnya pasrah, Dio? Dia pura-pura tidak dengar dan memainkan handphonenya seolah-olah ia memiliki urusan yang sangat penting disana.

"Yaudah Abang beliin, gak mau nambah apa lagi gitu?" David langsung berdiri dari duduknya.

"Gua juga sama kayak Lina ya Bang." Dio tiba-tiba menyahut dengan memasang wajah memohon.

"Ogah, beli sendiri sono lo, gak usah nitip-nitip. Gak sudi gua bawanya." David langsung melenggang pergi menuju penjual bakso dan jus, sedangkan Dio hanya mengumpat kecil atas kelakuan kakaknya itu dan segera menyusul David untuk memesan makanannya sendiri.

Setelah itu mereka kembali dengan membawa nampan berisi pesanan masing-masing. Lina antusias dan langsung melahapnya dengan senang, akhirnya ia bisa makan setelah beberapa rentetan panjang dari teman-temannya. Mulai dari pertanyaan biasa saja hingga pertanyaan yang sedikit ambigu menurutnya.

*   *   *

Di sisi lain

"Mungkin setelah ini kita harus memilih beberapa murid lagi untuk di Academy ini, karena beberapa minggu ini murid kita banyak yang menghilang secara misterius. Kita tidak mungkin mengambil resiko dengan sedikitnya bantuan yang kita dapatkan dari para siswa untuk membantu di perbatasan kita." seoarang lelaki paruh baya berdiri di depan meja kerjanya yang terdapat banyak sekali berkas-berkas yang menumpuk, dengan garis di wajahnya menampakkan guratan lelah.

"Ya, kau benar, kita harus merekrut beberapa siswa terbaik yang mampu kita temukan dalam waktu dekat ini." ucap seorang laki-laki dengan usia dua puluhan.

"Baiklah, kau bisa mencarinya mulai sekarang, jika kau sudah menemukannya kau bisa langsung membawanya kesini dan membinanya" laki-laki paruh baya itu langsung berdiri "aku percaya pada pilihanmu, maka jangan kecewakanku." laki-laki itu langsung berjalan menuju pintu dan keluar dari ruangan tersebut.

"Kita pasti akan segera mengembalikan keadaan seperti semula."

. . .

See you next chap,  bye  :))

Salam
Mt_

Alforis AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang